...
Pagi ini Putri Anne terbangun sedikit terlambat dari biasanya. Anne mengucek matanya, lalu terduduk dengan rambut yang seperti singa—sangat berantakan sekali."Selamat pagi, Tuan Putri." Sapa seseorang yang baru saja masuk kedalam kamar Putri Anne.Anne melirik dan tersenyum manis. "Selamat pagi, bibi Mery." Balas Anne berseri.Bibi Mery tersenyum hangat, lalu mendekat pada Anne yang masih betah diatas kasurnya. "Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu, Tuan Putri." Seru Bibi Mery."Terimakasih bibi," ujar Anne. Dia lantas bangkit dan berjalan cepat menuju kamar mandi.Bibi Mery yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Bibi Mery merupakan pelayan kerajaan Neverland, dia berada disini sudah berpuluh-puluh tahun. Sekaligus pengasuh Tuan Putri Anne sejak gadis itu masih belia, tidak heran jika Anne bisa sedekat itu dengan Bibi Mery. Walaupun usia Putri Anne sudah beranjak dewasa, tapi bagi bibi Mery Tuan Putri masihlah seperti anak kecil, Tuan Putri yang selalu manja dan cengeng.Setelah selesai merapikan tempat tidur Putri Anne, segera bibi Mery menyiapkan gaun untuk sang Putri. Dia memilih gaun berwarna biru—sebuah warna kesukaan dari Tuan Putri Anne.Selang beberapa menit, Anne keluar dengan hanya dibalut jubah mandi. Dia tersenyum manis pada bibi Mery, lalu meraih gaun yang sudah disiapkan untuknya."Terimakasih bibi, kau memang yang terbaik." Seru Anne melihat gaun yang cantik yang disiapkan oleh bibi Mery.Setelah memakai gaun nya, Putri Anne pun keluar dari ruang ganti. Lalu duduk didepan meja rias, sementara bibi Mery berdiri di belakang punggung Anne. Bibi Mery mulai menyisir rambut pirang Putri Anne, dia melakukan nya dengan begitu lembut dan pelan. Bagian akhirnya, bibi Mery memasangkan sebuah jepit rambut berwarna senada dengan gaun di rambut pirang Anne. Melihat tampilan dirinya di cermin membuat Anne tersenyum simpul."Terimakasih, bibi."Bibi Mery mengangguk. Lantas mempersilakan Putri Anne untuk segera pergi menemui Raja dan Ratu yang mungkin sudah menunggu. Anne tersenyum ramah pada pelayan istana yang menyapa nya, dia memang gadis yang manis dan ramah. Tidak heran sebagian warga istana begitu menyukai sifat Anne yang lembut seperti itu."Selamat pagi." Sapa Anne. Dia bergabung bersama orangtuanya dan kakaknya."Putriku, sangat cantik." Puji Raja Pedro pada Putri bungsunya.Anne tersenyum manis. "Terimakasih ayah. Bibi Mery yang melakukannya." Sahut Anne.Keempat orang itu lantas melangsungkan sarapan pagi ini dengan sedikit obrolan ringan dan canda. Disini Anne yang terlihat sangat aktif dan cerewet, begitu banyak yang Anne ucapkan hingga membuat suasana meja makan kerajaan terlihat sangat ramai. Raja dan Ratu Neverland hanya bisa menggeleng melihat tingkah dari putri bungsunya itu. Sedangkan Jessie sesekali berdecak karena Anne terlalu banyak bicara hingga mengabaikan sarapan paginya."Ayah, ibu. Aku baru saja mengambil bunga di taman paman Sam." Ungkap Anne seraya terkikik kecil. Dia mengatakan dengan suara yang sedikit pelan."Berkat paman Sam, koleksi tanaman ku sudah banyak." Tutur Anne lagi.Raja Pedro dan Ratu Calista hanya menggelengkan kepalanya. Mereka sudah biasa dengan tingkah Anne yang seperti itu. Bahkan sudah beberapa kali Anne memetik buah tanpa ijin dari Paman Sam.Sejak lama, bahkan sejak usia Anne masih terbilang kecil. Gadis itu memang suka mengoleksi berbagai macam tanaman hias. Yang membuat taman kerajaan menjadi sedikit berwarna karena ulah dan hobi dari Anne, walaupun sebagian tanaman itu hasil dari curian nya di taman paman Sam yang notabene nya merupakan paman nya sendiri.Ditengah obrolan dan kehangatan dari keluarga kecil itu. Tiba-tiba seorang prajurit datang dan membawa kabar baru untuk sang raja."Maaf, Yang Mulia." Seru Prajurit itu dengan sopan.Raja Pedro menoleh seketika, begitupun dengan yang lainnya. Anne menatap prajurit itu dengan wajah bingung. Acara makan pagi mereka pun harus terhenti sejenak karena prajurit itu."Ada apa?" Tanya Raja Pedro."Neverland mendapat serangan, dan sebagian warga terluka. Bahkan pemukiman warga terkena imbasnya." Beritahu prajurit itu dengan masih menunduk.Raja Pedro bangkit. Dia sedikit menggebrak meja. "Apa?!""Bawa aku kesana!" Serunya tegas."Baik, Yang Mulia."Raja Pedro dan satu prajurit itu pun berlalu pergi meninggalkan istana."Ayah!" Panggil Anne. Namun Raja Pedro sudah berlalu dari istana.***Raja Pedro menatap warga Neverland yang menjadi korban kerusuhan dari pemberontak asing yang datang kemari. Dengan segera saja Raja Pedro memerintahkan para prajurit istana untuk mengumpulkan bahan makanan dan beberapa obat-obatan untuk para warga istana yang terluka."Ceritakan padaku, apa yang terjadi?" Tanya Raja Pedro pada salah satu penjaga perbatasan."Yang Mulia, segerombolan orang berbaju hitam tiba-tiba datang. Mereka datang dari arah barat, dan langsung menyerang para warga." Jelas prajurit itu, memberikan kesaksian.Raja Pedro menggeram tertahan. Dia sudah menebak siapa dalang dibalik semua kekacauan istananya. Tidak salah lagi ini pasti orang itu."Panggilkan tabib untuk mengobati warga yang terluka." Titah sang Raja yang langsung diangguki oleh prajurit itu."Yang Mulia," panggil salah satu prajurit menghentikan langkah Raja Pedro."Mereka memberikan surat ini untukmu," lanjutnya lagi.Dengan tangkas Raja Pedro meraih gulungan kertas itu. Lalu membacanya dengan serius.Menyerah padaku, sebelum aku meratakan kerajaan mu!Tulisan tinta hitam itu membuat Raja Pedro mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia menatap marah pada kertas yang ia genggam itu."Kembalikan surat itu dan katakan pada mereka jika Raja Neverland tidak akan pernah menyerah!" Seru Raja Pedro dengan tegas.Setelah menyerahkan kembali kertas itu, lantas Raja Pedro pun segera pergi. Dia menaiki kuda nya dan berlalu begitu saja.***Anne menatap gerbang istana dengan cemas. Sejak tadi Anne menunggu kepulangan ayahnya yang belum kembali. Gadis manis itu mondar-mandir tidak karuan di depan gerbang. Membuat beberapa pelayan dan prajurit istana menggeleng pelan melihat tingkah dari Tuan Putri Anne."Tuan Putri, ini sudah sore. Kau tidak akan masuk?" Ujar bibi Mery yang setia menunggu Tuan Putrinya berdiri di depan gerbang."Tidak bibi. Aku tidak akan masuk sebelum ayah kembali." Sahut Anne dengan wajahnya yang masih cemas.Bibi Mery menghela nafasnya. "Raja pasti akan baik-baik saja. Sebaiknya kau masuk kedalam, cuacanya akan semakin dingin." Bujuk Mery lagi.Namun, Anne kembali menggeleng. "Tidak. Aku ingin tetap disini!" Sahut Anne dengan keras kepala."Baiklah," bibi Mery pasrah.Tidak lama kemudian gerbang istana pun dibuka. Seketika raut wajah cemas Anne berubah menjadi senang. Dia segera berlari cepat menuju sang ayah yang masih berada di ambang pintu gerbang."Ayah!" Teriak Anne.Raja Pedro menghentikan laju kudanya. Dia lantas menoleh dan tersenyum simpul pada Putrinya itu. "Anne? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya nya."Aku menunggu ayah." Balas Anne.Raja Pedro mendengus geli. Dia turun dari kudanya dan merangkul Anne untuk masuk kedalam istana."Kenapa tidak menunggu ayah di dalam?"Anne menggeleng kuat. "Tidak. Aku mencemaskan ayah." Anne memeluk sang ayah.Raja Pedro tersenyum dia mengusap kepala Anne lembut. "Ayah baik-baik saja, Anne." Sahutnya."Tetap saja aku cemas! Aku sayang ayah! Jangan pernah pergi lagi." Anne semakin memeluk Raja Pedro erat."Iya, ayah tau. Ayah juga sayang pada Putri ayah." Balas Raja Pedro merangkul erat Anne.Bibi Mery yang melihat itu di belakang, hanya bisa tersenyum senang. Apalagi dengan tingkah manja dari Putri Anne semakin membuat bibi Mery tersenyum geli........Julian melompat dari kudanya dengan terburu-buru. Tungkai jenjangnya melangkah begitu lebar. Raut cemas dan penuh khawatir terlihat jelas di wajah dinginnya. Tanpa peduli dengan beberapa prajurit yang memberinya salam hormat, Julian terus melangkah masuk ke dalam istana. "Yang Mulia!" Panggil Duck mengejar langkah Julian. Seakan tuli, Julian tidak sama sekali mendengar seruan dari Duck. Julian hanya terus melangkah untuk mencapai tujuannya. "Di mana Anne?!" Seru Julian sedikit meninggi. Ratu Maria menoleh begitu melihat Julian yang datang secara tiba-tiba. Wanita yang tidak lagi muda itu menghampiri Julian untuk mengusap bahunya menenangkan. "Anne ada di dalam. Dia sedang diperiksa oleh tabib." Julian mendengus kasar mendengar ucapan ibunya. Setelah mendapat kabar dari Duck jika Anne pingsan di istana membuat Julian kalut. Julian yang tengah berburu lantas bergegas pulang ke istana. Bahkan dia meninggalkan busur panahnya di hutan karena terlalu mencemaskan Anne. Sabar bukan
...Seluruh rakyat Thedas berbahagia. Hari ini tepatnya adalah hari di mana pernikahan Anne dan Julian digelar. Suasana bahagia menyelimuti semua orang. Setelah pewarisan tahta kerajaan kepada Julian, mereka segera menggelar pesta pernikahan. Kini Julian dan Anne ditetapkan sebagai ratu dan raja Thedas. Senyum ratu Maria merekah melihat Anne dan Julian di atas altar. Keduanya terlihat begitu serasi. Seketika ratu Maria mengingat raja Charles. Jika saja raja Charles masih ada di sini pasti ia juga akan sangat bahagia melihat Julian yang menikah dengan Anne. "Kalian sudah resmi menjadi suami istri. Yang Mulia bisa mencium kening ratu sebagai simbol kasih sayang," ujar seorang pendeta. Julian maju beberapa langkah hingga tidak ada jarak lagi antara dirinya dan Anne. Mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Mata tidak pernah bisa berbohong. Julian menatap Anne penuh damba dan binar cinta. Hari ini Anne begitu cantik dan anggun. Kedua pipi putihnya terlihat merah merona menahan mal
..."Eudora!" Tepat saat ujung pisau itu mengenai leher Anne, teriakan seseorang menghentikan aksi gila dari Eudora. Itu Julian yang datang dengan wajah yang tajam. Disusul oleh Duck dan juga raja Eggar. Mereka datang di waktu yang tepat. "Lepaskan Anne!" Sentan Julian. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan gadis sialan ini! Kau tahu Julian, karena gadis ini pernikahan kita batal! Karena gadis ini juga hidupku hancur! Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku membunuhnya!" Julian semakin berang di sana. Dia melirik Anne yang sudah meringis kesakitan. Eudora sangat gila dan nekat. "Eudora! Apa-apaan kau ini! Lepaskan dia!" Sahut raja Eggar. Lagi-lagi Eudora menggeleng. "Tidak ayah! Sudah aku bilang jika aku akan membunuh gadis ini!" Raja Eggar menekan pelipisnya melihat tingkah dari putrinya. Seharusnya raja Eggar tidak usah mengijinkan Eudora untuk ikut bersamanya. Sementara itu, Julian mulai memberi kode pada Duck lewat tatapannya. Seakan mengerti Duck lantas mengangguk. Diam-dia
...Jika ada kebahagiaan, tentu pasti juga akan ada kesedihan. Itulah yang saat ini tengah dirasakan seluruh rakyat Thedas. Kesedihan merundung mereka ketika kabar kematian raja Charles terdengar. Hal itu mengejutkan semua orang termasuk pihak keluarga istana. Semuanya seperti mimpi. Bagaikan tersambar kilatan petir, mereka seakan tidak percaya dengan kabar duka ini. Termasuk ratu Maria, dia menangis pilu menerima kenyataan jika suaminya telah tiada. Begitupun dengan Julian. Padahal baru kemarin ia berbincang bersama ayahnya, tapi Julian tidak menyangka jika kemarin adalah perbincangan terkahirnya dengan raja Charles. Dengan tatapan yang kosong Julian menatap jasad raja Charles yang sudah siap untuk dikremasi. Wajahnya memang tidak menampilkan kesedihan sedikitpun, tapi jauh di dalam hatinya, Julian teramat merasakan kesedihan. "Pangeran, ini sudah waktunya." Julian mengangguk saat mendengar instruksi dari Duck. Perlahan Julian mengambil sebuah obor untuk membakar jasad raja Charl
...Julian tidak menduga jika raja Charles pada akhirnya merestui dirinya dengan Anne. Bahkan mulai sekarang raja Charles sudah bisa menerima Anne di Thedas. "Apa yang membuat ayah merestui aku dan Anne?" Tanya Julian melirik sekilas. Setelah sejak tadi lama terdiam, Julian memutuskan untuk membuka suaranya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan ayahnya bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Sepenuhnya Julian masih belum bisa yakin jika kini raja Charles mau menerima Anne. Bagaimana jika ini hanya sebuah jebakan ayahnya untuk menyakiti Anne lagi? "Karena aku tahu jika kalian saling mencintai," jawab raja Charles tersenyum simpul. Namun Julian masih belum puas. Dia memperhatikan sang ayah lebih lekat untuk mencari kebohongan dan dusta di sana. Sadar akan itu lantas raja Charles pun terkekeh kecil. "Julian, aku tahu kau masih ragu padaku. Tapi percayalah, kali ini aku benar-benar mengatakan dengan serius." Julian mendengus dingin. Apa harus ia percaya pada ayahnya setelah semua
...Anne menatap lurus gerbang istana Thedas. Setelah sekian lama berlalu Anne kembali lagi ke sini. Anne menolehkan kepalanya ketika merasakan genggaman tangan Julian yang erat dan hangat. Julian melirik Anne sembari tersenyum kecil yang langsung dibalas oleh Anne dengan senyuman lagi. Rasa gugupnya sedikit berkurang berkat Julian. Nyatanya usapan lembut di tangannya berhasil menetralkan degup jantungnya. Mengikuti langkah Duck yang berada di depan, Julian dan Anne berjalan memasuki istana Thedas. Netra tajam Julian memperhatikan seisi istana. Duck benar, kini keadaan Thedas terlihat berbeda dari terakhir kali Julian pergi. Istana Thedas sedikit redup dengan prajurit yang tidak sebanyak dulu. Mungkin sebagian prajurit memilih pergi meninggalkan Thedas karena tidak adanya yang memimpin Thedas sehingga membuat istana Thedas kacau. "Semenjak raja sakit, banyak di antara warga istana yang meninggalkan Thedas. Terlebih perekenomian kerajaan yang berantakan menyebabkan sebagian rakyat T