Share

Part 02

...

Pagi ini Putri Anne terbangun sedikit terlambat dari biasanya. Anne mengucek matanya, lalu terduduk dengan rambut yang seperti singa—sangat berantakan sekali.

"Selamat pagi, Tuan Putri." Sapa seseorang yang baru saja masuk kedalam kamar Putri Anne.

Anne melirik dan tersenyum manis. "Selamat pagi, bibi Mery." Balas Anne berseri.

Bibi Mery tersenyum hangat, lalu mendekat pada Anne yang masih betah diatas kasurnya. "Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu, Tuan Putri." Seru Bibi Mery.

"Terimakasih bibi," ujar Anne. Dia lantas bangkit dan berjalan cepat menuju kamar mandi.

Bibi Mery yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Bibi Mery merupakan pelayan kerajaan Neverland, dia berada disini sudah berpuluh-puluh tahun. Sekaligus pengasuh Tuan Putri Anne sejak gadis itu masih belia, tidak heran jika Anne bisa sedekat itu dengan Bibi Mery. Walaupun usia Putri Anne sudah beranjak dewasa, tapi bagi bibi Mery Tuan Putri masihlah seperti anak kecil, Tuan Putri yang selalu manja dan cengeng.

Setelah selesai merapikan tempat tidur Putri Anne, segera bibi Mery menyiapkan gaun untuk sang Putri. Dia memilih gaun berwarna biru—sebuah warna kesukaan dari Tuan Putri Anne.

Selang beberapa menit, Anne keluar dengan hanya dibalut jubah mandi. Dia tersenyum manis pada bibi Mery, lalu meraih gaun yang sudah disiapkan untuknya.

"Terimakasih bibi, kau memang yang terbaik." Seru Anne melihat gaun yang cantik yang disiapkan oleh bibi Mery.

Setelah memakai gaun nya, Putri Anne pun keluar dari ruang ganti. Lalu duduk didepan meja rias, sementara bibi Mery berdiri di belakang punggung Anne. Bibi Mery mulai menyisir rambut pirang Putri Anne, dia melakukan nya dengan begitu lembut dan pelan. Bagian akhirnya, bibi Mery memasangkan sebuah jepit rambut berwarna senada dengan gaun di rambut pirang Anne. Melihat tampilan dirinya di cermin membuat Anne tersenyum simpul.

"Terimakasih, bibi."

Bibi Mery mengangguk. Lantas mempersilakan Putri Anne untuk segera pergi menemui Raja dan Ratu yang mungkin sudah menunggu. Anne tersenyum ramah pada pelayan istana yang menyapa nya, dia memang gadis yang manis dan ramah. Tidak heran sebagian warga istana begitu menyukai sifat Anne yang lembut seperti itu.

"Selamat pagi." Sapa Anne. Dia bergabung bersama orangtuanya dan kakaknya.

"Putriku, sangat cantik." Puji Raja Pedro pada Putri bungsunya.

Anne tersenyum manis. "Terimakasih ayah. Bibi Mery yang melakukannya." Sahut Anne.

Keempat orang itu lantas melangsungkan sarapan pagi ini dengan sedikit obrolan ringan dan canda. Disini Anne yang terlihat sangat aktif dan cerewet, begitu banyak yang Anne ucapkan hingga membuat suasana meja makan kerajaan terlihat sangat ramai. Raja dan Ratu Neverland hanya bisa menggeleng melihat tingkah dari putri bungsunya itu. Sedangkan Jessie sesekali berdecak karena Anne terlalu banyak bicara hingga mengabaikan sarapan paginya.

"Ayah, ibu. Aku baru saja mengambil bunga di taman paman Sam." Ungkap Anne seraya terkikik kecil. Dia mengatakan dengan suara yang sedikit pelan.

"Berkat paman Sam, koleksi tanaman ku sudah banyak." Tutur Anne lagi.

Raja Pedro dan Ratu Calista hanya menggelengkan kepalanya. Mereka sudah biasa dengan tingkah Anne yang seperti itu. Bahkan sudah beberapa kali Anne memetik buah tanpa ijin dari Paman Sam.

Sejak lama, bahkan sejak usia Anne masih terbilang kecil. Gadis itu memang suka mengoleksi berbagai macam tanaman hias. Yang membuat taman kerajaan menjadi sedikit berwarna karena ulah dan hobi dari Anne, walaupun sebagian tanaman itu hasil dari curian nya di taman paman Sam yang notabene nya merupakan paman nya sendiri.

Ditengah obrolan dan kehangatan dari keluarga kecil itu. Tiba-tiba seorang prajurit datang dan membawa kabar baru untuk sang raja.

"Maaf, Yang Mulia." Seru Prajurit itu dengan sopan.

Raja Pedro menoleh seketika, begitupun dengan yang lainnya. Anne menatap prajurit itu dengan wajah bingung. Acara makan pagi mereka pun harus terhenti sejenak karena prajurit itu.

"Ada apa?" Tanya Raja Pedro.

"Neverland mendapat serangan, dan sebagian warga terluka. Bahkan pemukiman warga terkena imbasnya." Beritahu prajurit itu dengan masih menunduk.

Raja Pedro bangkit. Dia sedikit menggebrak meja. "Apa?!"

"Bawa aku kesana!" Serunya tegas.

"Baik, Yang Mulia."

Raja Pedro dan satu prajurit itu pun berlalu pergi meninggalkan istana.

"Ayah!" Panggil Anne. Namun Raja Pedro sudah berlalu dari istana.

***

Raja Pedro menatap warga Neverland yang menjadi korban kerusuhan dari pemberontak asing yang datang kemari. Dengan segera saja Raja Pedro memerintahkan para prajurit istana untuk mengumpulkan bahan makanan dan beberapa obat-obatan untuk para warga istana yang terluka.

"Ceritakan padaku, apa yang terjadi?" Tanya Raja Pedro pada salah satu penjaga perbatasan.

"Yang Mulia, segerombolan orang berbaju hitam tiba-tiba datang. Mereka datang dari arah barat, dan langsung menyerang para warga." Jelas prajurit itu, memberikan kesaksian.

Raja Pedro menggeram tertahan. Dia sudah menebak siapa dalang dibalik semua kekacauan istananya. Tidak salah lagi ini pasti orang itu.

"Panggilkan tabib untuk mengobati warga yang terluka." Titah sang Raja yang langsung diangguki oleh prajurit itu.

"Yang Mulia," panggil salah satu prajurit menghentikan langkah Raja Pedro.

"Mereka memberikan surat ini untukmu," lanjutnya lagi.

Dengan tangkas Raja Pedro meraih gulungan kertas itu. Lalu membacanya dengan serius.

Menyerah padaku, sebelum aku meratakan kerajaan mu!

Tulisan tinta hitam itu membuat Raja Pedro mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia menatap marah pada kertas yang ia genggam itu.

"Kembalikan surat itu dan katakan pada mereka jika Raja Neverland tidak akan pernah menyerah!" Seru Raja Pedro dengan tegas.

Setelah menyerahkan kembali kertas itu, lantas Raja Pedro pun segera pergi. Dia menaiki kuda nya dan berlalu begitu saja.

***

Anne menatap gerbang istana dengan cemas. Sejak tadi Anne menunggu kepulangan ayahnya yang belum kembali. Gadis manis itu mondar-mandir tidak karuan di depan gerbang. Membuat beberapa pelayan dan prajurit istana menggeleng pelan melihat tingkah dari Tuan Putri Anne.

"Tuan Putri, ini sudah sore. Kau tidak akan masuk?" Ujar bibi Mery yang setia menunggu Tuan Putrinya berdiri di depan gerbang.

"Tidak bibi. Aku tidak akan masuk sebelum ayah kembali." Sahut Anne dengan wajahnya yang masih cemas.

Bibi Mery menghela nafasnya. "Raja pasti akan baik-baik saja. Sebaiknya kau masuk kedalam, cuacanya akan semakin dingin." Bujuk Mery lagi.

Namun, Anne kembali menggeleng. "Tidak. Aku ingin tetap disini!" Sahut Anne dengan keras kepala.

"Baiklah," bibi Mery pasrah.

Tidak lama kemudian gerbang istana pun dibuka. Seketika raut wajah cemas Anne berubah menjadi senang. Dia segera berlari cepat menuju sang ayah yang masih berada di ambang pintu gerbang.

"Ayah!" Teriak Anne.

Raja Pedro menghentikan laju kudanya. Dia lantas menoleh dan tersenyum simpul pada Putrinya itu. "Anne? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya nya.

"Aku menunggu ayah." Balas Anne.

Raja Pedro mendengus geli. Dia turun dari kudanya dan merangkul Anne untuk masuk kedalam istana.

"Kenapa tidak menunggu ayah di dalam?"

Anne menggeleng kuat. "Tidak. Aku mencemaskan ayah." Anne memeluk sang ayah.

Raja Pedro tersenyum dia mengusap kepala Anne lembut. "Ayah baik-baik saja, Anne." Sahutnya.

"Tetap saja aku cemas! Aku sayang ayah! Jangan pernah pergi lagi." Anne semakin memeluk Raja Pedro erat.

"Iya, ayah tau. Ayah juga sayang pada Putri ayah." Balas Raja Pedro merangkul erat Anne.

Bibi Mery yang melihat itu di belakang, hanya bisa tersenyum senang. Apalagi dengan tingkah manja dari Putri Anne semakin membuat bibi Mery tersenyum geli.

....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status