Share

Prince and princess of rule
Prince and princess of rule
Author: eeeellllaaaaa

Part 01

...

Trang

Trang

Trang

Kini hamparan tanah luas yang sunyi itu diisikan dengan suara pedang yang saling berdenting keras. Sorakan dari puluhan ribu orang disana bergema dengan lantang. Adapun rintihan kesakitan dan jeritan keputusasaan yang ikut terdengar disana.

Terlihat sebagian prajurit mengelilingi seorang pria berperawakan tinggi. Mereka berancang-ancang untuk menyerbu pria itu. Namun, dengan lihainya pria itu cepat tangkas menepis berbagai serangan. Kedua mata tajamnya menatap awas pada setiap pergerakan dari prajurit itu. Dan pada akhirnya semua prajurit yang mengepung kalah tidak tersisa.

"Julian!" Teriakan itu mengalihkan perhatian nya. Dia melihat disana sang ayah yang tengah kewalahan menahan serangan dari prajurit musuh. Dengan langkah cepat Julian menghampiri sang ayah dan menyerang prajurit itu. Julian melindungi ayahnya dari serangan musuh. Kepiawaian nya dalam bertarung membuat para musuh kesulitan.

Pertarungan pun terus berlanjut hingga langit menjadi gelap. Puluhan ribu mayat tergeletak tidak bernyawa. Mereka menyudahi perang, yang hanya menyisakan sebagian yang selamat.

Raja Charles menatap keseluruhan prajurit nya yang sudah begitu banyak tergeletak. Dia lantas mengalihkan pandangan nya menatap lurus kedepan.

"Ayah, sebaiknya kita mundur." Seru Julian pada ayahnya.

"Hari sudah mulai gelap." Tambahnya, menatap pada langit yang sudah semakin menggelap.

Raja Charles mendengus kasar. Dia membenarkan ucapan Julian, dengan berat hati dan disertai rasa kesalnya, Raja Charles pun menyeru rombongannya untuk pergi dari kawasan ini.

Sebelum berlalu pergi, Raja Charles melirik tajam pada orang di sebrang nya. Julian yang menyadari itu hanya mengendik acuh. Dan pada akhirnya rombongan pasukan Thedas pun pergi, mereka meninggalkan tanah Neverland dengan menyisakan sebagian prajuritnya saja.

Diseberang sana, terlihat Raja Pedro bernafas lega. Dia mendesah pelan saat melihat para prajuritnya yang terkapar tidak bernyawa. Raja Pedro lalu menyuruh pasukannya untuk kembali pulang, karena perang hari ini telah usai. Maka, mereka pun meninggalkan tempat itu dengan berbagai kesedihan.

**

Sementara itu, ketiga wanita berbeda usia itu terlihat berdiri dengan cemas. Berjalan mondar-mandir dengan raut dan hati yang gelisah serta tidak tenang. Fokus mereka sama-sama menatap pintu gerbang yang masih tertutup rapat di sana.

"Ibu, kenapa ayah belum kembali?" Tanya Putri sulungnya dengan cemas.

Ratu Calista menoleh, lalu tersenyum mencoba untuk bersikap tenang walau sebenarnya dia juga sama cemas nya. "Ayah kalian pasti akan pulang." Sahut ibunya dengan yakin.

"Tapi, kenapa sangat lama sekali?" Kali ini Putri bungsunya yang menyahut. Kedua matanya sudah berkaca-kaca. Gadis itu memang sedikit cengeng.

Ratu Calista mengusap kepala Putrinya lembut.

"Tunggu sebentar lagi, ayah pasti akan segera tiba." Jawab nya.

Kedua putrinya mengangguk kompak. Mereka kembali terdiam dengan terus menatap pada pintu gerbang yang belum sekali dibuka. Menunggu dengan perasaan yang semakin tidak karuan, tanpa melepas pandang kedepan sana.

"Yang Mulia Raja kembali!" Seru seseorang dengan keras.

Tidak lama kemudian gerbang istana pun dibuka oleh dua prajurit yang menjaga. Terlihat beberapa rombongan masuk kedalam dengan Raja' Pedro yang berjalan di depan. Senyuman bahagia terpancar di bibir tiga wanita itu. Mereka menatap binar begitu rombongan kerajaan sudah tiba.

"Ayah!" Teriak keduanya kompak.

Putri Jessie dan Putri Anne berlari cepat ke arah ayahnya. Menubruk tubuh sang ayah dengan pelukan erat dari keduanya. Ratu Calista tersenyum senang melihat pemandangan di depannya.

"Aku senang ayah kembali dengan selamat." Putri Jessie mendongak pada sang ayah, lalu melepaskan pelukannya.

Sementara Anne tampak tidak ingin melepaskan pelukannya begitu saja. Dia semakin memeluk erat ayahnya, isakan lirih terdengar dari bibir Anne.

Raja Pedro terkekeh kecil, dia mengusap kepala Putri bungsunya dengan lembut. "Putriku, kenapa kau menangis?" Tanya Raja Pedro.

Putri Anne masih terisak. Dia bahkan sedikit kesusahan saat ingin mengucapkan sesuatu. "A—aku pikir ayah tidak akan kembali, aku mencemaskan ayah." Isaknya dengan hidung yang sudah memerah.

Raja Pedro melirik pada istrinya, namun sang Ratu hanya menggeleng geli. "Kenapa kau harus menangis? Aku sudah kembali, lihat?" Ujar Raja Pedro.

"Aku takut ayah meninggal dalam perang itu." Sahut Anne dengan polosnya.

Mendengar hal itu membuat Raja Pedro tertawa geli, sedangkan Jessie sudah gemas sendiri karena perkataan dari adiknya itu. Anne benar-benar polos dan jujur sekali dalam berucap.

"Tapi bukankah aku selamat? Kau bahkan tengah memelukku." Gurau Raja Pedro.

Anne mengangguk pelan. Dia lantas melepaskan pelukannya dan mendongak pada sang ayah dengan mata dan hidung yang sudah memerah. Raja Pedro hanya tertawa.

"Sudah, sudah. Sekarang kita masuk! Hari sudah semakin gelap!" Seru Raja Pedro pada ketiga wanita dihadapannya.

Mereka mengangguk kompak. Jessie berjalan lebih dulu bersama Ratu Calista. Sementara, Anne masih bergelayut manja di lengan sang ayah. Dia seolah tidak ingin melepaskan rangkulannya pada ayahnya. Dibandingkan Putri Jessie, Putri Anne lebih dekat dengan Raja' Pedro. Maka dari itu dia adalah orang pertama yang akan selalu mencemaskan ayahnya ketika ayahnya tengah dalam permasalahan kerajaan.

***

Julian menatap malas pada ayahnya yang sejak kedatangan mereka ke istana terus saja marah-marah tidak jelas. Dia melihat ibunya yang sejak tadi berusaha untuk menenangkan kemarahan sang ayah.

Rupanya setibanya mereka setelah usai perang, Raja Charles terus saja menggeram kesal, meluapkan segala rasa amarahnya. Raut wajahnya bahkan terlihat begitu tidak bersahabat.

"Seharusnya sudah sejak dulu aku menghancurkan mereka!" Geram Raja Charles mengepalkan tangannya di sisi kursi singgasana nya.

Julian mendengus kasar. Dia melipat kedua tangannya di dada. Mendelik malas pada ayahnya disana.

"Kenapa ayah harus marah-marah?" Dengus Julian dengan enteng.

Raja Charles melirih putranya dengan sengit. "Diam! Jangan ikut campur urusan ku!" Tegur nya dengan tegas. "Sebaiknya kau pergi dan pikirkan sebuah rencana!" Titah Raja Charles.

Dengan wajah datar, Julian menatap ayahnya lalu mendengus kasar sebelum akhirnya dia berjalan pergi dari sana. Berjalan dengan angkuh melewati beberapa prajurit yang berjaga dilorong istana, Julian bahkan tidak mempedulikan prajurit yang membungkuk hormat padanya.

Julian melangkah ke balkon istana. Dia menumpu tubuhnya dengan tangan yang berpegang pada pembatas balkon. Menatap lurus langit malam yang semakin gelap saja. Hingga langkah kaki yang mendekat sedikit membuyarkan lamunannya. Ekor mata Julian melirik seseorang yang berdiri di sebelahnya, dengan posisi tubuh yang sama dengan dirinya.

"Kau memikirkan sesuatu, Pangeran?" Tanya orang itu dengan sopan.

Julian hanya bergumam. "hm," balasnya singkat. "Aku tidak mengerti dengan ayahku, dia sudah menjadi raja yang agung tapi masih menginginkan kekuasaan yang lain." Gerutu Julian pada akhirnya. Julian memang sedikit tidak suka dengan sifat ayahnya yang tamak akan kuasa itu.

Orang itu terkekeh kecil, dia melirik Pangeran Julian yang masih menatap lurus ke depan sana, disertai wajah datarnya. "Kenapa kau mengatakan hal itu? Bukankah itu hal yang wajar?" Sahut nya.

"Ya, aku tau. Hanya saja aku sedikit muak dengan hal itu." Dengus Julian kasar.

"Itu adalah hukum kerajaan. Setiap kubu kerajaan yang berbeda pasti akan ada perselisihan, jika mereka tidak bisa menjadi penguasa maka mereka akan dikuasai." Jelas Duck dengan panjang.

Julian kembali mendengus kasar. Dia tau akan hal itu. Hanya saja, bukankah berdamai jauh lebih baik? Walaupun Julian memiliki sifat arogansi yang tinggi, dia tetap tidak menyukai sebuah peperangan. Terlebih banyak nyawa yang tidak bersalah yang menjadi korbannya.

Julian berbalik badan dan melangkah pergi. Namun, seruan Duck membuat langkah kakinya terhenti sejenak.

"Kau hendak pergi kemana, Pangeran?" Tanya Duck bertanya dengan satu alis terangkat.

"Aku ingin minum. Pikiran ku pening memikirkan pria tua itu!" Seru Julian dengan kasar, lantas kembali dia melangkah untuk pergi.

Sementara Duck menggelengkan kepalanya. Menatap kepergian Julian dengan wajah yang sedikit masam. Tidak habis pikir, dengan enteng nya Pangeran Julian memaki ayahnya sendiri. Jika sampai Raja Charles tau pria itu pasti akan marah.

Duck pun melangkah menyusul Pangeran Julian, dia menutup rapat pintu balkon istana lalu berjalan dengan langkah cepat.

....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status