...
Pagi ini Julian mendapatkan kemarahan dari sang ayah. Kejadian yang menimpa Putri Eudora kemarin, membuat Raja Charles mengomel dan menyalahkan Julian yang tidak bisa menjaga Eudora dengan baik.Kini paviliun istana hanya diisikan dengan omelan dari Raja Charles untuk Julian. Sementara Julian hanya mendengarkan dengan malas celotehan panjang dari ayahnya itu."Kau benar-benar keterlaluan! Bagaimana bisa kau membiarkan Eudora pulang dalam keadaan seperti itu?!" Seru Raja Charles dengan tatapan tajam pada sang putra.Julian mendelik pada ayahnya. "Kenapa ayah marah padaku? Salahkan dia yang ceroboh." Dengus Julian membela diri.Raja Charles mendengus kasar. "Tetap saja. Kau sebagai pria, seharusnya menjaga Eudora dengan baik." Tutur Raja' Charles dengan tajam."Aku bukan pengawalnya, kenapa aku harus menjaganya!" Bantah Julian.Melihat sikap keras kepala Julian membuat raja Charles memijit kepalanya pening. Lalu menatap kembali Julian dengan tatapan yang serius."Dia calon istri mu, bersikap baiklah pada Eudora." Seru Raja Charles.Mendengar itu, justru semakin membuat Julian bertambah kesal. Kedua tangannya mengepal kuat dan matanya melirik sinis pada sang ayah."Sudah berapa kali aku bilang, aku menolaknya!" Sahut Julian penuh dengan penekanan.Setelah diberitahukan kedatangan Raja Eggar tempo hari, membuat Julian tidak bisa menahan rasa kesalnya pada sang ayah. Dengan seenak hati, ayahnya menjodohkan dirinya dengan Putri Eudora. Tentu saja Julian menolak dengan tegas, namun seberapa keras pun Julian menolak keputusan akhirnya tetap ada pada ayahnya.Raja Charles mendengus kasar. "Julian, usia mu sudah 26 tahun. Dan sebentar lagi kau akan menjadi seorang raja, itu artinya cepat atau lambat kau harus menikah!" Tutur Raja' Charles."Aku tidak peduli dengan tahta kerajaan. Aku hanya tidak ingin menikah dengan wanita itu!" Sahut Julian menggertak tertahan."Kenapa? Eudora gadis yang baik, dia juga ramah dan sopan. Kenapa kau menolak?"Julian mendengus kasar. Dia bahkan tidak berpikir jika Putri dari kerajaan Eden itu adalah seorang gadis yang disebutkan oleh sang ayah. Yang jelas, Julian sangat menolak dan membantah keputusan sepihak dari ayahnya."Aku tetap menolak!" Setelah kalimat itu terlontar dari mulutnya, Julian melenggang pergi dari hadapan sang ayah.Dengan langkah lebar disertai rasa kesal dihatinya, Julian melangkah pergi menuju halaman istana. Dia mengambil busur panah miliknya dan melesatkan beberapa anak panah kesegala arah. Julian melampiaskan kekesalannya melewati anak panah yang ia lesatkan, dia bahkan tidak peduli jika anak panah miliknya melukai orang lain.Merasa belum puas, pada akhirnya Julian pun beranjak pergi meninggalkan istana. Dia menunggangi kudanya dengan sedikit cepat. Wajahnya kentara begitu kesal dan marah, Julian semakin memacu kudanya dengan cepat hingga pada akhirnya dia menghilang dibalik hutan yang lebat.Selama perjalanannya, Julian terus memanah apa saja yang ada disekitarnya. Semua yang ia tangkap lewat matanya menjadi sasaran dari anak panah nya itu. Hingga.."Aaaa!"Teriakan itu membuat Julian berhenti, dia menurunkan busur panahnya dan menoleh pada sumber suara itu dengan bingung. Perlahan, langkah Julian mengikuti pada sumber suara yang baru saja ia dengar. Hingga, Julian menarik tali kekang kudanya untuk berhenti saat iris matanya melihat sosok gadis dengan gaun peach yang indah tengah terduduk ditanah seraya menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Julian mengernyitkan dahinya, dia lantas turun dari kudanya dan melangkah mendekati wanita itu. Julian berjongkok untuk mensejajarkan posisi tubuhnya, lalu memperhatikan sejenak wanita didepannya."Nona? Kau baik-baik saja?" Tanya Julian dengan ragu.Mendengar suara lain, gadis itu mengintip melewati sela jarinya dan terkejut saat melihat sosok pria tampan yang berada di depan matanya. Gadis itu sontak segera menurunkan kedua tangannya, lalu tersenyum kaku."A-ah, ya. Aku baik-baik saja. Hanya terkejut saja saat melihat anak panah yang melesat padaku." Seru nya tertawa canggung.Julian tidak menyahut. Dia hanya terdiam dengan terus memperhatikan gadis di depannya itu. Bola mata abu-abu yang sedikit terang dan bibir pink yang terlihat alami serta kedua pipi berisinya yang bersemu kemerahan, bahkan suaranya mengalun dengan indah masuk kedalam pendengaran nya. Julian seperti terhipnotis akan hal itu, kedua matanya seolah enggan untuk berpaling diri dari pemandangan yang indah ini.Melihat Julian yang hanya diam, gadis itu lantas melambaikan tangannya didepan wajah Julian. Menatap Julian dengan mata yang membulat lucu yang mana membuat Julian tanpa sadar tersenyum tipis.Lantas, Julian pun berdehem singkat lalu mendengus geli saat melihat jika gadis itu masih menatap padanya. Tanpa sadar jika jantungnya justru berdegup kencang karena itu."Maaf, itu milikku." Seru Julian.Gadis itu menukik heran, lalu mengangguk paham. "Ah, tidak apa-apa. Lagipula aku tidak terluka." Sahutnya.Julian mengangguk singkat, dia lalu membantu gadis itu untuk berdiri."Terimakasih," gadis itu tersenyum manis. Membuat Julian tidak bisa menolak, Julian membalas senyuman itu dengan tersenyum kecil."Tuan Putri!" Teriakan lantang dari arah lain membuat mereka menoleh bersama.Langkah kaki seseorang semakin mendekat pada tempat mereka berada. Hingga, terlihatlah sosok wanita paruh baya yang berlari mendekat dengan wajah yang panik."Astaga! Tuan Putri, kau baik-baik saja? Aku mencarimu sejak tadi." Seru wanita itu dengan cemas."Aku tidak apa-apa, bi." Gadis itu tersenyum lebar."Syukurlah." Terdengar helaan nafas lega dari bibir wanita itu.Sementara Julian, hanya menatap bingung pada dua wanita berbeda usia itu di hadapannya. Terlebih lontaran kata yang ia dengar. Tuan Putri? Julian menoleh kembali pada gadis berambut pirang itu, dan menatapnya dengan lamat."Kita harus pulang, sebelum Yang Mulia marah." Ujar wanita itu segera menarik tangan gadis itu.Julian tersadar, lalu menoleh pada gadis itu yang kini melambai singkat padanya sebelum menghilang dari pandangan matanya. Julian mengatupkan kembali bibirnya, tidak jadi bersuara. Matanya terus memandang lurus kearah dimana gadis itu menghilang, Julian mendengus geli dengan sudut bibirnya yang tertarik membentuk senyum tipis. Setelah itu dia beranjak pergi dari sana karena berhubung waktu pun sudah menjelang sore.Julian melajukan kudanya dengan sekali hentakan, bahkan disaat perjalanan pulang pun senyumnya tidak pernah luntur, pikirannya kembali terpusat pada kejadian tadi.***Sementara itu, Raja Pedro tampak mondar-mandir tidak tenang. Disampingnya ada Putri Jessie dan Ratu Calista yang juga terlihat cemas. Pasalnya, ini sudah hampir sore dan Putri bungsu mereka—Anne tidak kunjung pulang. Padahal tadi gadis itu meminta ijin untuk pergi jalan-jalan sebentar, tapi hingga waktu menjelang sore pun Anne tidak kunjung terlihat. Tentu itu membuat Raja dan Ratu sangat mencemaskan nya, takut jika Putri bungsunya kenapa-kenapa.Melihat pintu gerbang yang terbuka, sontak membuat mereka kompak menoleh. Mereka mengulas senyum lega saat melihat Anne kembali dengan bibi Mery disana."Putriku, darimana saja? Kau tau kami mencemaskan mu?!" Tegur Ratu Calista memeluk erat tubuh putrinya.Anne membalas pelukan itu dengan senyuman yang lebar. "Aku hanya berjalan-jalan ibu, tidak perlu cemas." Sahut Anne tenang."Bagaimana kami tidak cemas?! Kau pergi tanpa pengawasan ku." Seru Raja Pedro.Anne menoleh dan meringis lebar. "Maaf ayah, aku tidak akan mengulanginya lagi." Ujarnya memeluk sang ayah.Raja Pedro mendengus pelan, dia tidak bisa memarahi Putrinya. Raja Pedro pun hanya mengangguk pelan."Baiklah, pergi mandi dan bersihkan dirimu." Titah Raja Pedro mengurai pelukan.Anne mengangguk patuh, dia lantas berlalu pergi diikuti dengan Jessie dan Bibi Mery.......Di balkon istana dengan bersuasana kan langit malam disertai angin dingin yang berhembus, disanalah Julian berdiri. Kedua tangannya bertopang pada pembatas balkon dengan pandangan lurus ke depan. Lagi-lagi pikiran Julian berkelana pada kejadian tadi sore. Mengingat itu membuat senyum tipis terpatri di bibirnya. Wajah cantik itu, dengan kedua pipi yang merona serta bibir merah muda alaminya dan bola mata abu-abu yang indah. Entah kenapa membuat Julian tidak bisa untuk melupakannya. Tatapannya yang lembut dan polos membuat Julian seperti terhipnotis oleh nya. Julian tersenyum sendiri hanya karena memikirkan hal itu kembali. Mendengus geli saat bayang-bayang wajah dari gadis itu terlintas di kepalanya. Dia cantik dan manis. Julian terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, sehingga tidak menyadari jika seseorang kini berjalan menghampirinya. Duck, mengerutkan keningnya. Menatap heran pada Pangeran Julian yang tersenyum sendiri di sana.Tunggu! Pangeran Thedas tersenyum seorang diri?
...Pagi ini dengan giat Julian berlatih seorang diri di halaman belakang istana. Gerak tubuhnya begitu lincah dengan sebelah tangan yang membawa sebuah pedang. Julian fokus dengan wajah yang serius dan sorot mata yang tajam. Tidak sedikitpun dirinya menoleh pada apapun.Ini merupakan kegiatan rutin yang terkadang Julian lakukan untuk melatih kemampuan dirinya. Biasanya Julian berlatih ditemani Duck, tapi kini Julian hanya ingin berlatih seorang diri saja. Selain itu juga, dia sedang malas untuk bertemu dengan siapapun. Mungkin karena suasana hatinya yang tengah dalam keadaan yang kurang baik."Julian!" Fokus Julian harus tersadar saat panggilan seseorang dari arah belakang menyerunya. Menegakkan badan, Julian hanya menoleh sebatas bahunya. Melirik dengan malas pada seseorang yang datang menghampirinya. Itu Eudora, yang tengah berdiri dibelakang Julian dengan membawa nampan perak di tangannya serta senyum lebar yang tidak pernah pudah dari bibirnya.Langkah kaki Eudora semakin terden
...Benar saja, sesuai perintah raja. Julian dan rombongan mereka tiba di Neverland sebelum matahari terbit. Itu artinya subuh sekali mereka datang kesini. Dalam kesunyian hanya ada derap langkah mereka yang terdengar. Julian memimpin langkah mereka di depan. Dibalik kain hitam yang menutup setengah wajahnya, Julian mengamati sekitarnya dengan sorot tajam namun penuh kewaspadaan."Pangeran, dimana kita akan tinggal?" Tanya Duck."Haruskah aku mencari penginapan di sini?" Julian terdiam. Sebelum kemudian membalas nya. "Tidak. Kita bisa membangun tenda di dekat hutan," balas Julian."Baiklah." Sahut Duck mengangguk patuh. Dia tidak menyela ataupun menolak perkataan dari Julian. Mereka semua menurutinya, lagipula mungkin itu akan lebih aman untuk mereka agar tidak dicurigai oleh warga disini.Dirasa sudah menemukan tempat yang sesuai, Julian pun memerintah rombongan nya untuk berhenti dan segera membangun tenda untuk mereka beristirahat. Dengan patuh, mereka menurut. Semuanya bekerja un
..."Pangeran, kau yakin akan melakukan hal ini?" Tanya Duck dengan sedikit ragu.Julian menoleh menatap Duck dengan datar. "Kenapa?" Tanya Julian.Duck terdiam sejenak. Lalu membuka suaranya. "Bagaimana jika mereka mengenalmu? Bukankah itu akan sangat berbahaya?" "Kau meragukan aku, Duck?" Ujar Julian menaikkan satu alisnya. Menatap Duck dengan memicing.Dengan cepat Duck menggeleng. "Tidak. Aku hanya mencemaskan mu saja." Balas Duck.Julian hanya terkekeh pelan. "Tidak perlu mencemaskan ku. Aku akan selalu baik-baik saja." Ujar Julian yakin."Baiklah. Tapi, katakan padaku jika kau membutuhkan bantuan." Putus Duck pada akhirnya. Dia tidak bisa menahan Pangeran Julian lagi."Kau tenang saja." Hanya itu balasan yang Julian lontarkan.Setelah itu Julian bersiap menuju kudanya. Menutup wajahnya dengan kain hitam yang selalu ia gunakan. Hari ini, Julian akan melakukan rencana nya. Julian memacu kudanya dan berlalu pergi dari sana. Ditempatnya Duck hanya bisa menatap lurus kepergian Pange
...Julian tiba di markas militer. Dia mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh prajurit lainnya, yaitu berlatih. Walaupun ini hanya latihan biasa, tapi Julian tetap mengikuti karena disini dia bukanlah Julian melainkan Jack. Seorang prajurit biasa, bukan seorang Pangeran.Julian memainkan perannya dengan baik, buktinya selama beberapa Minggu disini tidak ada orang yang menaruh curiga padanya. Semua orang disini tampak menyambut dan memperlakukan Julian dengan baik, kecuali Drake tentunya. Pria itu masih menaruh kesal dan dendam pada Julian karena kejadian tempo hari."Aku dengar prajurit tambahan akan segera tiba." Seru salah satu prajurit disana."Raja benar-benar melakukan hal itu?" Julian hanya fokus pada latihannya. Walaupun kedua telinganya mendengar dengan tajam apa yang dua prajurit itu bicarakan."Tentu saja. Yang Mulia raja tidak mungkin mengalah begitu saja." "Setelah penyerangan satu bulan yang lalu, raja tidak mungkin diam saja.""Ya, kau benar. Raja pasti akan membalasny
..."Susst, jangan bilang siapa-siapa. Ini adalah tempat rahasia ku, dan kau orang pertama yang tau tempat ini." Ujar Anne sedikit berbisik.Julian menautkan alisnya kebingungan. Namun, dirinya cukup terhibur dengan tingkah gadis ini yang sedikit konyol. Tanpa bicara Julian hanya menganggukkan kepalanya. Mereka sekarang berada di sebuah tempat yang sedikit jauh dari pemukiman warga. Terdapat sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu. Terdapat juga danau kecil. Tempat ini begitu asri dan nyaman dengan suasana yang menyejukkan. "Luka mu perlu di obati." Ujar Anne mengambil sesuatu disana.Gadis itu membuka sebuah kotak kayu yang terdapat beberapa obat-obatan. Julian hanya memperhatikan dalam diam."Kemari," titah Anne.Tanpa menyahut, Julian menurut dan mendekatkan dirinya pada Anne. Dengan perlahan Anne mulai mengoleskan obat merah pada kening Julian yang tergores hingga sedikit mengeluarkan darah. Julian hanya diam dengan menatap wajah fokus Anne lekat. Jarak mereka begitu dekat.
...Julian kembali ke tenda dengan suasana hati yang baik. Sejak perjalanan tadi bibirnya tidak berhenti tersenyum. Bahkan hingga dirinya sampai di tenda pun Julian tetap tersenyum.Hal itu membuat Duck yang menatapnya hanya bisa mengerut bingung. Pangeran Thedas tidak biasanya tersenyum seperti ini. Lalu Duck mendekati Julian yang baru saja turun dari kudanya."Pangeran." Panggil Duck.Julian menoleh. Mengubah cepat raut wajahnya menjadi datar. "Kau terlambat pulang, tidak biasanya." Seru Duck. Julian melirik Duck diam. "Hanya ingin." Balas Julian acuh.Duck mengangguk kecil. Kemudian menatap seluruh wajah Julian saat tidak sengaja Duck melihat sesuatu yang menempel di kening Pangeran Thedas."Kening mu kenapa, Pangeran?" Tanya Duck menunjuk lurus. Menyorot sedikit panik pada Julian.Spontan Julian menyentuh keningnya. Mengingat kejadian yang lalu membuat Julian seketika mengingat Anne kembali. Hatinya menghangat. Julian ingin tersenyum, tapi ia tahan karena ada Duck disini."Hanya
...Sesuai yang sudah di rencakan. Anne dan Jessie pergi ke sebuah festival malam yang berada di pusat kota. Anne begitu sangat bersemangat dan antusias. Dia sudah menanti acara seperti itu jauh-jauh hari. Setelah berpamitan pada raja dan ratu, mereka pun bergegas pergi. Dua prajurit istana di perintahkan untuk mengawal dan menjaga kedua tuan putri. Sepanjang jalan, Anne tidak henti-hentinya berceloteh. Hingga membuat Jessie mendengus kesal mendengar nya. "Woah ..." Anne terperangah melihat bagaimana suasan malam ini.Jessie dan Anne pun semakin masuk kedalam. Begitu banyak orang yang berkunjung kesini. Festival ini sangat ramai dari ekspetasi nya. "Ingat Anne, jangan berulah. Tetap bersamaku dan jangan pergi ke manapun." Peringat Jessie. Anne hanya mengangguk saja. Dia tidak menyahut karena masih terlalu larut dalam kekagumannya. "Anne, dengar tidak?" "Iya Jessie, aku dengar." Balas Anne mendengus sebal.Kedua gadis itu berjalan beriringan. Memperhatikan setiap apa yang mereka