Share

Part 06

...

Pagi ini Julian mendapatkan kemarahan dari sang ayah. Kejadian yang menimpa Putri Eudora kemarin, membuat Raja Charles mengomel dan menyalahkan Julian yang tidak bisa menjaga Eudora dengan baik.

Kini paviliun istana hanya diisikan dengan omelan dari Raja Charles untuk Julian. Sementara Julian hanya mendengarkan dengan malas celotehan panjang dari ayahnya itu.

"Kau benar-benar keterlaluan! Bagaimana bisa kau membiarkan Eudora pulang dalam keadaan seperti itu?!" Seru Raja Charles dengan tatapan tajam pada sang putra.

Julian mendelik pada ayahnya. "Kenapa ayah marah padaku? Salahkan dia yang ceroboh." Dengus Julian membela diri.

Raja Charles mendengus kasar. "Tetap saja. Kau sebagai pria, seharusnya menjaga Eudora dengan baik." Tutur Raja' Charles dengan tajam.

"Aku bukan pengawalnya, kenapa aku harus menjaganya!" Bantah Julian.

Melihat sikap keras kepala Julian membuat raja Charles memijit kepalanya pening. Lalu menatap kembali Julian dengan tatapan yang serius.

"Dia calon istri mu, bersikap baiklah pada Eudora." Seru Raja Charles.

Mendengar itu, justru semakin membuat Julian bertambah kesal. Kedua tangannya mengepal kuat dan matanya melirik sinis pada sang ayah.

"Sudah berapa kali aku bilang, aku menolaknya!" Sahut Julian penuh dengan penekanan.

Setelah diberitahukan kedatangan Raja Eggar tempo hari, membuat Julian tidak bisa menahan rasa kesalnya pada sang ayah. Dengan seenak hati, ayahnya menjodohkan dirinya dengan Putri Eudora. Tentu saja Julian menolak dengan tegas, namun seberapa keras pun Julian menolak keputusan akhirnya tetap ada pada ayahnya.

Raja Charles mendengus kasar. "Julian, usia mu sudah 26 tahun. Dan sebentar lagi kau akan menjadi seorang raja, itu artinya cepat atau lambat kau harus menikah!" Tutur Raja' Charles.

"Aku tidak peduli dengan tahta kerajaan. Aku hanya tidak ingin menikah dengan wanita itu!" Sahut Julian menggertak tertahan.

"Kenapa? Eudora gadis yang baik, dia juga ramah dan sopan. Kenapa kau menolak?"

Julian mendengus kasar. Dia bahkan tidak berpikir jika Putri dari kerajaan Eden itu adalah seorang gadis yang disebutkan oleh sang ayah. Yang jelas, Julian sangat menolak dan membantah keputusan sepihak dari ayahnya.

"Aku tetap menolak!" Setelah kalimat itu terlontar dari mulutnya, Julian melenggang pergi dari hadapan sang ayah.

Dengan langkah lebar disertai rasa kesal dihatinya, Julian melangkah pergi menuju halaman istana. Dia mengambil busur panah miliknya dan melesatkan beberapa anak panah kesegala arah. Julian melampiaskan kekesalannya melewati anak panah yang ia lesatkan, dia bahkan tidak peduli jika anak panah miliknya melukai orang lain.

Merasa belum puas, pada akhirnya Julian pun beranjak pergi meninggalkan istana. Dia menunggangi kudanya dengan sedikit cepat. Wajahnya kentara begitu kesal dan marah, Julian semakin memacu kudanya dengan cepat hingga pada akhirnya dia menghilang dibalik hutan yang lebat.

Selama perjalanannya, Julian terus memanah apa saja yang ada disekitarnya. Semua yang ia tangkap lewat matanya menjadi sasaran dari anak panah nya itu. Hingga..

"Aaaa!"

Teriakan itu membuat Julian berhenti, dia menurunkan busur panahnya dan menoleh pada sumber suara itu dengan bingung. Perlahan, langkah Julian mengikuti pada sumber suara yang baru saja ia dengar. Hingga, Julian menarik tali kekang kudanya untuk berhenti saat iris matanya melihat sosok gadis dengan gaun peach yang indah tengah terduduk ditanah seraya menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Julian mengernyitkan dahinya, dia lantas turun dari kudanya dan melangkah mendekati wanita itu. Julian berjongkok untuk mensejajarkan posisi tubuhnya, lalu memperhatikan sejenak wanita didepannya.

"Nona? Kau baik-baik saja?" Tanya Julian dengan ragu.

Mendengar suara lain, gadis itu mengintip melewati sela jarinya dan terkejut saat melihat sosok pria tampan yang berada di depan matanya. Gadis itu sontak segera menurunkan kedua tangannya, lalu tersenyum kaku.

"A-ah, ya. Aku baik-baik saja. Hanya terkejut saja saat melihat anak panah yang melesat padaku." Seru nya tertawa canggung.

Julian tidak menyahut. Dia hanya terdiam dengan terus memperhatikan gadis di depannya itu. Bola mata abu-abu yang sedikit terang dan bibir pink yang terlihat alami serta kedua pipi berisinya yang bersemu kemerahan, bahkan suaranya mengalun dengan indah masuk kedalam pendengaran nya. Julian seperti terhipnotis akan hal itu, kedua matanya seolah enggan untuk berpaling diri dari pemandangan yang indah ini.

Melihat Julian yang hanya diam, gadis itu lantas melambaikan tangannya didepan wajah Julian. Menatap Julian dengan mata yang membulat lucu yang mana membuat Julian tanpa sadar tersenyum tipis.

Lantas, Julian pun berdehem singkat lalu mendengus geli saat melihat jika gadis itu masih menatap padanya. Tanpa sadar jika jantungnya justru berdegup kencang karena itu.

"Maaf, itu milikku." Seru Julian.

Gadis itu menukik heran, lalu mengangguk paham. "Ah, tidak apa-apa. Lagipula aku tidak terluka." Sahutnya.

Julian mengangguk singkat, dia lalu membantu gadis itu untuk berdiri.

"Terimakasih," gadis itu tersenyum manis. Membuat Julian tidak bisa menolak, Julian membalas senyuman itu dengan tersenyum kecil.

"Tuan Putri!" Teriakan lantang dari arah lain membuat mereka menoleh bersama.

Langkah kaki seseorang semakin mendekat pada tempat mereka berada. Hingga, terlihatlah sosok wanita paruh baya yang berlari mendekat dengan wajah yang panik.

"Astaga! Tuan Putri, kau baik-baik saja? Aku mencarimu sejak tadi." Seru wanita itu dengan cemas.

"Aku tidak apa-apa, bi." Gadis itu tersenyum lebar.

"Syukurlah." Terdengar helaan nafas lega dari bibir wanita itu.

Sementara Julian, hanya menatap bingung pada dua wanita berbeda usia itu di hadapannya. Terlebih lontaran kata yang ia dengar. Tuan Putri? Julian menoleh kembali pada gadis berambut pirang itu, dan menatapnya dengan lamat.

"Kita harus pulang, sebelum Yang Mulia marah." Ujar wanita itu segera menarik tangan gadis itu.

Julian tersadar, lalu menoleh pada gadis itu yang kini melambai singkat padanya sebelum menghilang dari pandangan matanya. Julian mengatupkan kembali bibirnya, tidak jadi bersuara. Matanya terus memandang lurus kearah dimana gadis itu menghilang, Julian mendengus geli dengan sudut bibirnya yang tertarik membentuk senyum tipis. Setelah itu dia beranjak pergi dari sana karena berhubung waktu pun sudah menjelang sore.

Julian melajukan kudanya dengan sekali hentakan, bahkan disaat perjalanan pulang pun senyumnya tidak pernah luntur, pikirannya kembali terpusat pada kejadian tadi.

***

Sementara itu, Raja Pedro tampak mondar-mandir tidak tenang. Disampingnya ada Putri Jessie dan Ratu Calista yang juga terlihat cemas. Pasalnya, ini sudah hampir sore dan Putri bungsu mereka—Anne tidak kunjung pulang. Padahal tadi gadis itu meminta ijin untuk pergi jalan-jalan sebentar, tapi hingga waktu menjelang sore pun Anne tidak kunjung terlihat. Tentu itu membuat Raja dan Ratu sangat mencemaskan nya, takut jika Putri bungsunya kenapa-kenapa.

Melihat pintu gerbang yang terbuka, sontak membuat mereka kompak menoleh. Mereka mengulas senyum lega saat melihat Anne kembali dengan bibi Mery disana.

"Putriku, darimana saja? Kau tau kami mencemaskan mu?!" Tegur Ratu Calista memeluk erat tubuh putrinya.

Anne membalas pelukan itu dengan senyuman yang lebar. "Aku hanya berjalan-jalan ibu, tidak perlu cemas." Sahut Anne tenang.

"Bagaimana kami tidak cemas?! Kau pergi tanpa pengawasan ku." Seru Raja Pedro.

Anne menoleh dan meringis lebar. "Maaf ayah, aku tidak akan mengulanginya lagi." Ujarnya memeluk sang ayah.

Raja Pedro mendengus pelan, dia tidak bisa memarahi Putrinya. Raja Pedro pun hanya mengangguk pelan.

"Baiklah, pergi mandi dan bersihkan dirimu." Titah Raja Pedro mengurai pelukan.

Anne mengangguk patuh, dia lantas berlalu pergi diikuti dengan Jessie dan Bibi Mery.

...

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status