Share

Part 05

...

Kiranya sudah beberapa kali Julian terus mendengus kesal. Pasalnya, hari ini merupakan hari dimana dirinya mengantar Eudora untuk berjalan-jalan keluar istana. Jika bukan karena perintah dan paksaan dari ayahnya, Julian tidak akan pernah mau mengantar wanita itu.

Dengan bersedekap dada, Julian menunggu Eudora yang sejak tadi tidak kelihatan batang hidungnya. Julian terus berdecak sebal karena dirinya harus menunggu lama wanita itu keluar. Hingga akhirnya sosok Eudora terlihat keluar dari dalam istana, Julian mendelik malas melihat wanita itu yang berjalan dengan begitu lama.

"Pangeran?—"

"Cepat naik!" Sela Julian memotong ucapan Eudora. Tanpa menunggu, Julian sudah lebih dulu masuk kedalam kereta kuda yang sudah disiapkan oleh prajurit.

Eudora berdecak samar, dia mendengus kasar melihat sikap dingin dan cuek dari Pangeran Julian. Dengan hentakan kesar, Eudora menyusul Julian dan duduk disamping pria itu. Walaupun Julian terlihat terus menggeser posisi agar tidak terlalu dekat dengan Eudora.

Pada akhirnya kerata kuda mereka pun melaju pergi. Mereka mengelilingi Thedas dan melihat berbagai aktivitas dari seluruh rakyat Thedas. Suasana menjadi hening, tidak ada dari mereka yang ingin memulai pembicaraan. Sementara Eudora, memutar otaknya untuk mencari topik agar mencairkan suasana hening diantara mereka.

"Pangeran, kenapa kita berhenti?" Tanya Eudora saat merasakan kereta kuda mereka berhenti begitu saja.

Julian tidak menjawab, dia hanya mengendik acuh sebelum kemudian keluar dari kereta kuda. Eudora yang tidak mendapat respon pun kembali berdecak sebal, dia lantas mengikuti Julian yang sudah keluar lebih dulu tanpa menunggunya.

Dengan susah payah Eudora mengikuti langkah lebar dari Julian, sesekali dia meringis jijik saat melihat sepatu nya menginjak tanah yang sedikit basah. Eudora mengangkat ujung gaun nya agar tidak terkena tanah yang kotor, dia sedikit kerepotan saat berjalan karena gaun nya yang terangkat.

Julian melirik singkat pada Eudora dan mendelik. Seolah tidak peduli, Julian terus melangkah tanpa mempedulikan Eudora yang kesusahan di belakang sana.

Melihat kedatangan Pangeran Julian, sebagian warga memberikan hormat dan membungkuk sopan pada Julian. Sementara Julian hanya membalasnya dengan tersenyum tipis. Bahkan sebagian dari wanita remaja bersorak girang ketika melihat Pangeran mahkota Thedas yang berkunjung ke desa mereka. Semua wanita remaja begitu mendamba dan terpekik senang karena bisa melihat lagi Pangeran Julian secara langsung.

Sebenarnya ini bukan pertama kali bagi Julian mengunjungi warga Thedas. Bahkan, setiap akhir pekan Julian pun sering berkunjung kesini untuk memantau semua warga Thedas, Julian bahkan sesekali tidak seungkan untuk membantu warga Thedas yang terlihat kesusahan. Walaupun Julian merupakan pria yang dingin dan acuh, tapi jauh dalam hatinya Julian memiliki sisi baik dan peduli terhadap orang sekitarnya. Kecuali, Eudora tentu saja—karena semenjak pertama kali mereka bertemu tidak ada rasa tertarik dari Julian untuk Putri Eudora.

"Hai, paman." Sapa Julian.

"Oh, Pangeran. Kau berkunjung lagi kesini?" Dengan cepat petani itu membungkuk hormat.

Julian tersenyum tipis. "Bagaimana dengan ladang mu?" Tanya Julian.

Si petani pun tersenyum lebar. "Sangat baik. Ini berkat pertolongan mu, Pangeran. Semua tumbuhan di ladang ku mendapatkan panen yang banyak." Ungkap nya dengan suka cita.

Julian terkekeh pelan. "Baguslah. Kau bisa meminta bantuan ku lagi jika kau membutuhkan." Tutur nya dengan ramah.

Si petani pun mengangguk pelan. "Kau begitu baik, Pangeran. Aku bahkan meragukan semua gosip tentang mu." Seru si petani.

Mendengar itu, Julian hanya terkekeh kecil. Menurut gosip yang beredar, Pangeran Thedas merupakan pria yang arogan dan kasar. Bahkan gosipnya, Pangeran Thedas adalah pria yang tidak pandang bulu dalam menyerang seseorang. Namun, pada dasarnya itu semua tidak benar. Julian mungkin memang dikenal sebagai pria yang dingin dan sedikit arogan, tapi sebenarnya dia tidak sejahat apa yang orang pikirkan. Tapi apapun yang orang lain katakan, Julian tidak peduli.

"Oh, siapa wanita itu? Apa dia kekasih mu?" Tanya si petani saat matanya tidak sengaja menangkap sosok Eudora yang berjalan menghampiri mereka.

Julian melirik singkat, kemudian mendelik. "Bukan, dia hanya seorang tamu yang berkunjung kesini." Jawab Julian sekenanya.

Eudora yang baru saja tiba dan mendengar hal itu sontak melirik Julian dengan sebal. Pangeran Julian benar-benar menyebalkan, apa pria itu tidak bisa menghargai posisinya disini?

"Ah, begitu. Salam Tuan Putri." Si petani pun membungkuk hormat.

Eudora hanya mengangguk tanpa minat. Dia menelisik penampilan petani itu dengan tidak nyaman, Eudora bahkan sedikit menjauh saat jaraknya terlalu dekat dengan si petani itu. Uh, kotor sekali, tentu saja Eudora tidak ingin sedikit bajunya terkena noda apapun dari petani itu.

Julian yang menyadari itu hanya mendecih dalam hati. Dia terus memperhatikan Eudora yang terus berjalan mundur tanpa melihat sekitar.

Brukh

"Akh.." pekik Eudora saat tidak sengaja kakinya tersandung batu kecil di atas pijakannya.

Eudora menelisik penampilannya yang kini sudah kotor dan bau, seluruh tubuh dan bajunya sudah terlumuri oleh lumpur yang basah. Eudora meringis jijik, dan memekik tidak senang.

Sementara Julian justru malah menyeringai disana, berbeda dengan si petani yang terkejut melihatnya.

"Tuan Putri, kau baik-baik saja?" Saat petani itu hendak mendekat, Eudora sontak berteriak.

"Pangeran, bantu aku!" Seru Eudora menatap pada Julian yang justru hanya berdiam diri.

Julian menoleh, lalu mengendik acuh. Kemudian melengos pergi begitu saja meninggalkan Eudora yang berteriak memanggilnya. Tapi seolah tuli, Julian tidak peduli sama sekali.

"Biar aku bantu," lagi-lagi niat baik si petani Eudora tepis dengan kasar.

"Jangan menyentuh ku!" Teriaknya kesal.

Dengan kasar, Eudora berdiri dan berjalan pergi dari tempat kumuh itu. Dia bahkan harus menahan malu saat semua mata menoleh padanya. Lagi dan lagi Pangeran Julian mengabaikan dirinya.

***

"Anne, apa yang kau lakukan disini?" Tanya seseorang membuat tubuh gadis itu terlonjak kaget.

Spontan Anne menoleh. "Ssst, Jessie jangan berisik!" Seru nya dengan jari telunjuk yang diletakkan didepan bibirnya.

Jessie mendelik malas. Dia menatap jengah pada adiknya itu. "Kau mencuri tanaman hias paman Sam lagi?"

"Ck, Jessie. Kubilang jangan berisik!" Seru Anne berdecak sebal.

"Ayolah Anne, berhenti bertingkah. Bagaimana jika paman Sam tau?" Tutur Jessie melipat kedua tangannya di dada.

Anne menghela nafas berat. "Dia tidak akan tau jika kau tidak berisik." Sindir Anne sebal.

"Apa yang kalian lakukan disini?" Suara lain menginterupsi mereka.

Sontak Jessie maupun Anne menoleh bersamaan dan terlonjak kaget saat melihat sosok paman mereka yang sudah berdiri dengan berkacak pinggang dengan tatapan serius pada mereka.

"Ah, P-paman? Hehe, tidak. Kami hanya sedang bermain." Elak Anne beralasan. Pelan-pelan tangannya menyembunyikan sesuatu kebalik punggungnya.

Paman Sam menyipit curiga. "Anne, apa yang kau sembunyikan?" Tanya nya.

Anne sontak berubah gugup. Dia menunduk takut karena paman nya menatap dengan serius.

"Perlihatkan padaku!" Titah paman Sam tegas.

Dengan ragu, Anne mengulurkan tangannya dengan berbagai tanaman hias di dalam genggaman tangannya.

"Astaga! Apa yang kau lakukan dengan tanaman ku?" Paman Sam geleng-geleng kepala melihat tingkah keponakannya itu.

Anne mendongak dan tersenyum lebar. "Maaf, tanaman mu indah jadi aku ambil dua." Ujar nya tanpa bersalah.

Sekali lagi, paman Sam hanya bisa menggeleng melihat tingkah dari gadis itu. Sementara Jessie menatap malas pada sang adik.

"Kau ini. Taruh itu kembali!"

Dengan cepat Anne menggeleng. "Tidak. Tanaman ini sudah berada di tanganku, itu artinya ini milikku." Tolak Anne.

Sam menarik nafas dalam. "Baiklah, terserah mu saja."

"Terimakasih, paman." Senyum Anne merekah.

Segera Anne membereskan kembali barangnya yang ia gunakan untuk mencangkul tanaman tadi. Tanpa permisi, gadis itu pun berlalu pergi begitu saja. Jessie yang melihat itu hanya bisa menepuk keningnya.

"Paman, kami pulang dulu. Sampai jumpa." Pamit Jessie, dia buru-buru pergi sebelum membuat paman nya kembali marah.

Jessie menyusul langkah Anne, dan melirik kesal pada adiknya itu.

"Kau lihat itu? Paman Sam marah karena kau terlalu sering mencuri dan mengganggu tanaman nya!" Seru Jessie.

Anne mendelik. "Dia tidak marah," elak Anne.

"Dia marah karena kau selalu mencuri tanaman miliknya." Sahut Jessie.

"Bukan mencuri, tapi meminta." Ralat Anne dengan cepat.

"Ya, ya. Terserah mu saja!" Ujar Jessie memilih mengalah daripada harus berdebat dengan Anne yang tidak mau kalah.

...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status