Naima membuka kelopak mata dengan perlahan-lahan. Ia mengamati keadaan sekeliling, hutan belantara yang ditumbuhi banyak pohon besar. Matahari sudah merangkak naik ke atas, namun sedikit cahaya yang masuk ke dalam hutan tersebut. Ia menolehkan kepala ke depan, melihat kearah kaki yang tertutup jubah putih yang terlihat sangat kotor. Ia pun mendongakkan kepala, melihat kearah wajah lelaki tampan yang sedang tertidur pulas dengan kepala yang bersandar pada batang pohon.
Jadi semalam kami tidur berpelukan. Pantas saja aku tidak merasa kedinginan, ternyata Pangeran Sagara memelukku. Dan aku tidur dengan nyaman di dada bidangnya. Ini sangat memalukan.Batin Naima seraya menatap sekilas wajah damai Sagara dengan perasaan malu. Ia menggerakkan dengan pelan sebelah tangannya yang sejak semalam melingkar di tubuh atletis tersebut. Ia tak leluasa bergerak, karena tangan Sagara yang masih mendekapnya erat.Naima kembali memejamkan mata, ketika merasakan pergerakan di tubuh“Ada apa Pangeran?” Tanya bingung Naima seraya menolehkan kepalanya, ia menatap aneh kearah Sagara yang masih memegang lengannya erat. Mendapat tatapan itu, Sagara melepaskan tangannya perlahan-lahan. Ia tersenyum sedikit lebar dengan mengeluarkan sebuah benda yang sejak tadi berada di tangan kanannya. Tanpa berkata apa-apa, Sagara langsung memakaikan jepit rambut itu di rambut Naima.Naima membulatkan matanya ketika Sagara memasangkan jepit rambut itu di kepalanya. Wajahnya sedikit merona menerima perlakuan manis dari Sagara.“Cantik.” Puji Sagara dengan tersenyum lebar. Naima yang memperhatikan gerak-gerik Sagara, akhirnya menundukkan wajahnya. Ia tersenyum samar dengan wajah memerah seperti kepiting rebus.“Kamu cocok mengenakan ini Naima. Awas Jepit rambutnya jangan sampai hilang! Jika hilang, saya akan menghukummu.” Ancam lembut Sagara dengan mata yang tak beralih dari wajah Naima yang masih tertunduk.Naima meraba kepalanya lalu mengusap lembut jepitan itu
Naima berjalan perlahan-lahan mengintari pepohonan yang mengelilingi pengungsian warga. Ia ingin memastikan beberapa makhluk yang menghuni pohon tersebut. Ia pun ingin mengetahui, apakah makhluk astral itu bisa dilihat pada siang hari.Sudah beberapa pohon ia amati, namun dirinya tidak melihat apapun. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke rumah Abah Arya yang sudah lama tak ia lihat.Ia berjalan dengan terburu-buru seraya mengamati rumah warga yang tampak kosong. Suasana yang sepi, membuat kengerian. Bulu kunduknya meremang, namun diabaikannya. Ia harus memberanikan diri untuk pulang terlebih dahulu kerumah Abah Arya sebelum nanti kembali ke tempat pengungsian yang berada di rumah Maryam.“Jangan takut. Ini masih sore! Hantu tidak akan keluar pada sore hari.” Batin Naima seraya menepuk-nepuk dadanya yang mulai berdebar hebat. Karena merasa ada yang mengikuti, ia pun langsung berlari kencang ke rumah Abah Arya yang hanya terhalang beberapa rumah.Ketika Naim
Setelah melihat kondisi Maryam yang sudah terlelap, Naima keluar rumah dengan langkah pelan. Ia mengamati anak-anak yang sedang bermain di halaman, dan ibu-ibu yang berdiri berjejer menumbuk padi menggunakan lisung. Itu merupakan salah satu cara tradisional untuk menghasilkan beras agar lebih mudah di masak. Semoga teror Mak Rompang ini segera berakhir, agar masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa. Naima kembali mengamati keadaan sekitar, melihat kearah pepohonan rindang yang berada di sekitar pemukiman tersebut. Ia yakin para Wewe Gombel itu mengawasi mereka dari sana, walaupun jika siang hari tak terlihat. “Nana, banyaklah beristirahat! Kamu baru pulih Nak!” Teriak Nyai Ratna seraya melambaikan tangan kearah Naima yang sedang menatap dalam beberapa pepohonan. Naima menolehkan setengah tubuhnya kearah Nyai Ratna yang berdiri diantara kumpulan ibu-ibu yang sedang menumbuk tersebut. Naima tersenyum dengan membalas lambaian tangan
“Ibu ingat malam itu? Malam ketika Nana keluar melihat keadaan sekitar. Ibu Ingat suara Nenek-nenek tua yang sedang tertawa? Nana melihat Nenek-nenek tua itu sedang duduk di atap rumah yang berada di samping rumah Maryam. Nenek-nenek tua itu memandang kearah kita dengan penuh kebencian dan amarah yang berkobar.”“Nenek-nenek itu berusaha beberapa kali masuk ke rumah yang ditempati warga, namun terpental karena tidak bisa menembus ke 4 rumah ini. Dia marah-marah lalu pergi, dia mengancam akan datang lagi kesini. Nana mengikutinya, karena Nana merasa nenek-nenek tua itu dalang di balik terornya kampung ini. Entahlah kalian akan percaya atau tidak dengan cerita Nana. Tapi itulah yang terjadi, Nana tidak mengada-ada. Nana juga bingung, kenapa Nenek-nenek tua itu tidak menyadari keberadaan Nana.” Naima menceritakannya dengan terbata-bata. Tetesan demi tetesan air mata membasahi wajahnya yang putih pucat. Ia menangkupkan kedua tangannya ke wajah dengan sangat frustasi. Kam
AaaaaaaaaaaaaaaaaaaNaima langsung terbangun dengan nafas yang terengah-engah. Tubuhnya di banjiri keringat, dengan kain basah yang berada di dahinya. Ia menoleh kearah samping, tampak terlihat Abah Arya dan Nyai Ratna yang berdiri disampingnya dengan wajah cemas. Di ujung dipan terdapat beberapa ibu-ibu yang sedang berdiri melingkar mengelilinginya.“Alhamdulillah akhirnya kamu sadar Nak.” Nyai Ratna tersenyum haru lalu mengambil kain yang berada di dahi putri angkatnya.“Bu, aku haus.” Abah Arya langsung menyodorkan selumur air ke tangan Nyai Ratna. Ia membantu Naima duduk bersandar ke dipan. Lalu Nyai Ratna membantu Naima untuk meminum air tersebut.Naima dapat melihat raut kelegaan dari wajah-wajah orang di sekitarnya. Ia pun mulai bertanya-tanya, ada sesuatu apa yang terjadi pada dirinya. Hingga orang-orang banyak mengerumuninya.“Bu, kita dimana?” Tanya Naima menatap asing ke kamar yang ditempatinya sekarang. Kamar itu tidak terlalu luas, berbeda deng
HiiiyyyaaaaaaaTeriak Sagara memulai pertarungan. Ia dengan sigap menahan pukulan dari lawan dengan tangan kosongnya, gerakannya sangat lincah menghindari serangan dari beberapa Genderuwo sekaligus.Naima yang sedang menyaksikan pertarungan itu di buat melongo, melihat kelihaian Sagara menyerang lawan-lawannya dengan tangan kosong. Tubuhnya mengeluarkan sinar putih kebiru-biruan, yang mampu membuat lawannya terjungkal ke belakang.Kekuatan apa yang dimiliki Pangeran Sagara hingga dengan mudah menumbangkan lawannya? Tubuhnya mengeluarkan sinar putih kebiru-biruan yang sangat memukau. Dia memang bukan orang sembarangan. Srettt Dugggg“Sudah kubilang, jangan mengganggu perjalananku! Jika tidak ingin kubinasakan!” Sagara menginjak dada Genderuwo itu dengan kuat. Hingga Genderuwo itu mengaduh kesakitan. Sementara Genderuwo yang lain, ada yang terkapar tak berdaya di tanah, ada juga yang terkapar pingsan dengan berlumuran darah.“Siapa kau seb