Rachel menidurkan kepalanya di atas meja setelah menemani Ji Ho belajar. Lalu, ucapan Marcus tentang Tian yang mengkhianatinya kini kembali terngiang di benaknya. Sungguh, ia tidak ingin mempercayai hal itu, tapi Marcus tidak terlihat seperti orang yang sedang berbohong.
Marcus mengatakan tahu di mana Tian berada dan ingin mengajak Rachel ke sana untuk memastikan semuanya. Itu membuktikan kalau Marcus mungkin memang benar tentang semuanya. Tapi, ia tidak memberikan jawaban dan memilih menghindari Marcus. Ia sangat ingin bertemu dengan Tian, tapi takut jika fakta yang ia terima sesuai dengan ucapan Marcus. Itu akan sangat menyakitkan untuknya.
“Kakak baik-baik saja?” Ji Ho bertanya pada Rachel setelah membereskan bukunya.
Rachel mengangkat kepalanya dan berusaha tersenyum pada Ji Ho. “Aku baik-baik saja. Ini sudah malam. Tidurlah,” ucap Rachel dan Ji Ho tampak mengangguk.
“Baiklah. Selamat m
Bersambung ....
Setelah menyelesaikan rapat, Marcus langsung kembali ke ruangannya. Ia membuka laptop dan mencari tempat untuk senam hamil yang paling bagus. Ya, ia berniat membawa Rachel ke sana. Sebagai seorang ayah yang pernah jahat pada calon anaknya, mulai sekarang, ia akan memberikan semua yang terbaik untuk anak-anaknya. Ada banyak rekomendasi tempat yang bagus dan itu membuat Marcus bingung untuk memilih tempat yang pas. Karena terlalu sulit untuk memilih, membuat pria ini akhirnya memanggil William agar masuk ke ruangannya. Ia tidak tahu sekretarisnya paham atau tidak dengan hal seperti ini, tapi ia berharap William bisa membantunya. “Kenapa Anda memanggil saya? Ada yang perlu dibantu?” tanya William begitu tiba di ruangan Marcus. “Ya, kau harus membantuku memilih tempat senam hamil yang paling bagus. Ini terlalu sulit untukku.” Dan jawaban dari Marcus membuat William terlihat mengerutkan dahi. “Ken
“Makanlah denganku dan Ji Ho karena aku juga masak untukmu. Ayo duduk.” Rachel menarik tangan Marcus dan mengajak pria itu duduk di sebuah kursi, kemudian ia pergi untuk kembali melanjutkan kegiatannya membuat makanan lezat. Melihat Rachel masak dengan perut yang mulai buncit adalah sesuatu yang tidak pernah Marcus bayangkan sebelumnya, bahkan tinggal dengan wanita pun tidak pernah ia pikirkan di masa lalu. Ia sangat benci pada wanita, tapi malah dengan mudahnya jatuh cinta pada Rachel. Memiliki gangguan tidur, tapi ketika bersama Rachel semua gangguan itu seketika hilang. Semua terjadi begitu saja dan Rachel perlahan mewarnai hidupnya yang gelap dan suram. “Besok, kau akan ikut kelas senam hamil.” Marcus tiba-tiba bersuara dan membuat Rachel terkejut. “Wanita yang datang ke sana biasanya bersama suami mereka. Aku merasa tidak nyaman jika datang sendiri,” ucap Rachel. “Benarkah?” dan Marcus yang tida
Seperti yang sudah Marcus katakan dengan sangat tegas kalau ia akan menemani Rachel mengikuti kelas senam hamil, maka ia melakukannya dan benar saja kalau semua anggota senam membawa suami mereka, hampir saja Rachel terlihat aneh karena datang sendiri. Walau Marcus bukanlah suaminya dan ia bukanlah nyonya Cho, tapi bagi Rachel ini terlihat jauh lebih baik daripada datang sendiri. Meski begitu, ia bisa melihat kalau Marcus merasa tidak nyaman berada di sini apalagi para wanita berkerumun mendekatinya karena dia adalah pria yang paling tampan di sini. Mereka beralasan ingin berkenalan, tapi kenyataannya tidak terlihat seperti itu. Dan Rachel tahu kalau ini membuat Marcus merasa semakin tidak nyaman. “Hentikan!” lalu, Rachel bicara dengan agak meninggikan suaranya dan sampai berdiri di hadapan Marcus agar para wanita itu tidak berkerumun di hadapan pria itu, karena bukan seperti ini caranya menyembuhkan Marcus. &nb
Tangisan tidak akan merubah apapun, Rachel tahu betul tentang hal itu bahkan dirinya sendiri yang mengatakannya. Tapi ini terlalu sakit sampai tangisannya tidak terbendung lagi. Ia bahkan sampai tidak sadar kalau sudah sampai di rumah Marcus karena sejak tadi terus menangis. Sedangkan Marcus hanya menatap Rachel yang mengalihkan pandangan ke arah jendela mobil. Ia benci melihat Rachel seperti ini, tapi tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat wanita itu berhenti menangis. Ada begitu banyak pria gila di sisi Rachel dan itu mungkin termasuk dirinya. Namun, ia tidak akan bertindak seperti Alex atau Louis. Membicarakan tentang Louis, Marcus langsung membuka ponselnya dan mencari berita tentang pria yang ditemukan meninggal di perbukitan pagi ini. Dari berita itu, ia akhirnya tahu kalau Louis di duga menjadi korban pembunuhan. Ada bekas sulutan rokok di pipi pria itu, sama seperti pria muda yang belum lama ini juga ditemukan tewas dengan keadaan serupa di sebuah kolam
Begitu sampai di rumah, Marcus terdiam dan sibuk menatap Rachel yang sedang mencuci buah apel. Setelah bertemu dengan Tian, lalu menangis begitu lama, kini dia terlihat baik-baik saja seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Ini membuatnya takut karena mungkin Rachel sedang memendam semuanya sendiri. Memendam rasa sakit seorang diri, ia tahu betul betapa buruknya hal itu. “Kenapa diam saja? Persidangan berjalan baik, kan?” Rachel yang akhirnya menyadari keberadaan Marcus baru saja bertanya pada pria itu. “Ya, semua berjalan baik,” jawab Marcus singkat. Rachel meletakkan buah apel yang tadi ia cuci, mengeringkan tangan, lalu mendekati Marcus. Ia berdiri di hadapan pria itu dan menatapnya. “Kau baik-baik saja? Maksudku, Alex adalah ....” “Aku baik-baik saja.” Marcus dengan cepat menyela kalimat Rachel dan entah kenapa suasana terasa canggung sekarang. Atau ini hanya perasaannya saja? “Baiklah, aku tidak akan banyak bicara karena kau tidak menyuk
Karena ucapan Alex pagi tadi, Marcus menjadi tidak fokus ketika mendengarkan presentasi. Karyawannya sudah sampai pada tengah jalan bahkan sedikit lagi akan selesai melakukan presentasi, tapi secara tiba-tiba pria ini mengatakan rapat ditunda dan keluar begitu saja. Semua orang dibuat terheran-heran karena rapat sudah di mulai dan sang pemimpin malah mengatakan ditunda. Walau begitu, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Marcus adalah pemegang kekuasaan tertinggi di perusahaan ini, jadi apapun yang dia katakan wajib diikuti oleh para karyawan. Melihat kedatangan Marcus membuat William seketika berdiri dan membungkuk. Sementara Marcus tetap berjalan menuju ke ruangannya dengan ekspresi datar. Marcus memang biasa terlihat seperti ini, hanya saja William merasa sekarang ada hal serius mengganggu pikiran pria itu. Sebagai sekretaris yang baik, William kini mengetuk pintu ruangan Marcus, lalu masuk. “Anda baik-baik saja? Apa rapat berjalan dengan baik?” tanyanya den
Matahari kembali menunjukkan dirinya, sinarnya masuk ke kamar Rachel lewat celah jendela dan membuat Marcus terbangun. Begitu membuka mata, Marcus merasakan kepalanya terasa agak sakit, selalu seperti ini jika semalam minum. Bahkan setelah tahu kalau minum tidak memiliki kontribusi untuk menyelesaikan masalahnya, pada akhirnya itu tetap saja ia lakukan. Benar-benar tidak patut di tiru, pikirnya. “Dia sudah bangun?” Marcus bergumam dengan suara serak karena saat bangun tidur ia tidak menemukan keberadaan Rachel di sebelahnya. “Tunggu, aku semalam mabuk, kan? Aku tidak mencium Rachel atau mengatakan sesuatu, kan? Pasti tidak! Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu? Bagaimana jika ya? Aku pasti sudah gila!” Marcus bicara seorang diri. Ia sedang mencoba memikirkan tentang apa yang terjadi semalam, tapi tetap tidak bisa mengingat apa-apa. Saat ini, Marcus keluar dari kamar Rachel dan menatap sekelilingnya untuk m
“Jangan bergerak terus.” Rachel bicara dengan nada memohonnya ketika Marcus terus saja bergerak di ranjang, bukannya tidur. Marcus benci mendengar ucapan Rachel, karena ia juga ingin tidur, tapi tidak bisa karena ada sesuatu yang benar-benar menganggu pikirannya, hanya saja terlalu sulit di katakan. Ia ingin tahu apakah Rachel berniat kembali pada mantannya? “Benar, aku lupa mengatakan tentang kelas ibu hamil ....” “Aku sudah ada mencari tempat baru. Kau tidak harus bertemu dengan si berengsek itu.” Marcus menyela kalimat Rachel tanpa menatap ke arahnya karena ia berbaring membelakangi wanita itu. “Kau pasti menghabiskan banyak uang untuk itu.” “Itu untuk anakku, bukan untukmu, jadi jangan dipikirkan.” Dengan cepat Marcus menyahuti ucapan Rachel, hingga membuat wanita itu tidak berkata apa-apa lagi. Yang Rachel masih pelajari adalah terus mencoba mengabaikan apapun yang Marcus lakukan, sebab bertanya pun tidak akan mendapat jawaban. Ad