Share

3. Aksi Anak Muda

Reza manggut-manggut mendengar penjelasan dari Rudy. Pemuda itu lantas mencolek lengan Rafi yang masih terdiam.

“Bagaimana, Raf? Siap merekam aksi bokap lu sama Tania?” tanya Reza.

Rafi menganggukkan kepalanya. “Siap. Apalagi kalau harus tonjok papa gue, siap banget.”

“Wah, tenang dulu, Bro. Kita main cantik. Itu kata mama gue saat memberikan masukan pada Tante Ria. Gue kan sudah bilang dari tadi kalau elu jangan gegabah. Jangan sampai elu berurusan sama pihak berwajib, dan elu dijadikan tersangka karena pukul papa lu, Raf. Kalau itu terjadi, kasihan mama lu. Itu sama saja lu kasih beban pikiran double ke mama lu. Janji ya kalau elu mau main cantik. Masih kata mama gue saat ngomong ke temannya itu, amankan aset keluarga! Nah, itu pentingnya ngomong sama mama lu. Sebagai anak lelaki dan anak sulung, lu harus tegar dan cerdik dalam bersikap. Papa lu saja bisa main cantik. Elu jangan mau kalah dong. Kasih pelajaran melalui mentalnya!” tegas Rudy.

Rafi dan Reza terperangah mendengar ucapan Rudy, yang seperti ibu-ibu arisan sedang bergosip.

“Ternyata hasil menguping obrolan orang tua ada hikmahnya juga ya, Rud. Elu sampai pintar kasih tahu si Rafi. Nggak sangka gue,” timpal Reza dengan tawanya.

“Ck, itu gue juga nggak sengak menguping. Itu kebetulan saja,” sahut Rudy dengan tawa yang menampilkan deretan giginya yang rapi.

“Bisa saja lu alasannya.” Reza berkata sambil mencebikkan bibirnya ke arah Rudy.

Ulah kedua sahabatnya itu sedikit menghibur hati Rafi yang sedang terluka akibat ulah sang papa. Rafi pun ikut tertawa dan menepuk pelan pundak Rudy.

“Sengaja menguping atau nggak, tapi masukan Rudy tadi keren banget. Gue jadi bisa mengendalikan diri dan mencoba bermain cantik. Thanks ya, Bro.”

Rudy tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Di saat yang sama, Andi dan Tania tampak keluar dari dalam butik.

“Eh, itu Om Andi sama Tania sudah keluar. Siapkan ponsel lu, Raf. Atau pakai ponsel gue saja deh, langsung gue bidik nih mereka,” ucap Reza. Dia lantas sigap mengarahkan kamera ponselnya ke arah depan butik. Dalam sekejap, tercipta sebuah video berdurasi tiga puluh detik dan sudah tersimpan rapi di benda pipih itu.

“Coba lu putar ulang, Za. Gue mau lihat hasilnya,” cetus Rafi, yang diangguki oleh Reza.

Reza memutar kembali rekaman tersebut. Namun, belum selesai Reza dan Rafi menyaksikan hasil rekaman itu, tiba-tiba saja Rudy beranjak dari kursi dan melangkah keluar dari kedai kopi dengan langkah tergesa.

“Rud, mau ke mana?” panggil Rafi dan Reza.

“Ikutin mereka lah. Memangnya elu nggak mau tahu sejauh mana hubungan papa lu sama Tania?” sahut Rudy pada Rafi. Dia berucap tanpa menghentikan langkahnya.

“Ayo, cepat dari pada nanti kita kehilangan jejak mereka!” imbuh Rudy.

Rafi dan Reza pun mengikuti langkah Rudy, hingga kini langkah ketiga pemuda itu berada di jarak beberapa meter di belakang Andi dan Tania. Mereka mengikuti sampai di area parkiran basement pusat perbelanjaan tersebut.

“Ayo, cepat ke mobil! Jadi saat mobil papa lu jalan, kita siap ikuti mereka dari belakang. Untung kita nggak pakai mobil elu, Raf. Jadi papa lu nggak bakalan curiga kalau kita ikuti,” ucap Rudy. Dia lantas membuka pintu mobil dan langsung duduk di belakang kemudi.

Rafi pun langsung masuk ke dalam mobil sahabatnya, dan duduk di kursi penumpang depan di sebelah Rudy. Sedangkan Reza duduk di kursi penumpang belakang.

Rudy kini fokus menatap ke arah depan. Dia menunggu mobil Andi melewati mobilnya. Beberapa menit kemudian, mobil mewah keluaran salah satu negara Eropa milik Andi melintas di depan mobil Rudy.

“Ayo, Rud! Langsung tancap gas sekarang. Gue nggak sabar mau tahu mereka akan ke mana setelah dari sini,” ujar Rafi dengan rahang yang mengeras. Dia sangat marah ketika kursi penumpang depan di mobil papanya, kini ditempati oleh Tania. Padahal itu adalah tempat mamanya. Kedua tangan Rafi terkepal di kedua sisi.

Rudy mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang dan menjaga jarak di belakang mobil Andi.

Mobil Rudy akhirnya berhenti di area parkir sebuah hotel bintang empat. Jaraknya berada beberapa meter dari tempat mobil Andi terparkir.

Tak lama, Andi keluar dari dalam mobil dengan diikuti oleh Tania. Kedua insan beda generasi itu melangkah ke dalam lobi hotel sambil bergandengan tangan.

“Kita ikuti mereka nggak, Raf?” tanya Rudy. Dia menatap Rafi yang kini wajahnya tampak tegang.

“Ayo, gue mau hajar itu orang tua! Berani-beraninya dia khianati mama yang mendampingi dia selama ini. Kesetiaan mama dibalas dengan cara seperti ini. Dasar lelaki nggak tahu diri.” Rafi berkata dengan gigi yang bergemeletuk, serta kedua tangannya yang mengepal dengan kuat hingga buku-buku tangannya memutih.

“Ya sudah, kita ikuti mereka. Kita kerja sama dengan petugas hotel, dan mengatakan kalau ada pasangan mesum di hotel itu,” sahut Rudy, yang diangguki oleh Rafi.

“Eh, tunggu...tunggu. Kalian yakin mau ke sana? Itu kan artinya kita menggerebek papanya Rafi sama Tania. Katanya, mau main cantik,” celetuk Reza.

Ucapan Reza sontak membuat Rafi dan Rudy saling tatap satu sama lain. Tangan mereka yang sudah bersiap akan membuka pintu mobil, seketika terhenti.

***

Sementara itu di rumah, Hanum yang sedang membereskan baju setelah selesai disetrika oleh asisten rumah tangganya tampak tertegun. Hal itu karena kotak mungil yang tadi pagi dia lihat, kini sudah tak ada di tempatnya. Dia sampai menurunkan pakaian Andi dari lemari untuk mencari kotak itu. Namun, kotak itu memang sudah tak ada lagi di tempatnya semula.

“Tadi pagi masih ada di sini kok. Kenapa sekarang sudah nggak ada? Apa Mas Andi yang memindahkan atau...kalung itu mau diberikan untuk orang lain. Kalau memang bukan untuk aku, untuk siapa dia siapkan kalung yang indah itu?” gumam Hanum seorang diri. Tubuhnya tiba-tiba saja lemas dan jantungnya berdegup kencang, cemas kalau suaminya ada main dengan wanita lain.

Di saat yang sama, Hanum berusaha berpikir positif mengenai kotak perhiasan itu. Dia menggelengkan kepalanya seraya berucap pelan. “Mas Andi nggak mungkin macam-macam karena ada perjanjian pra nikah yang sudah kami setujui bersama. Mungkin Mas Andi menyimpan kotak perhiasan itu di tempat lain, agar aku tak mengetahuinya. Karena perhiasan itu dia persiapkan sebagai kado ulang tahun pernikahan kami.”

Hanum lantas merapikan kembali pakaian suaminya ke lemari. Selesai pakaian Andi tertata rapi di lemari, ponselnya berdering. Dia bergegas meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Terpampang nama Anita-sahabatnya, di layar ponsel. Bergegas dia mengangkat panggilan telepon tersebut.

“Halo, Nit. Apa kabar?” sapa Hanum ceria.

“Halo, Num. Alhamdulillah, kabarku baik. Oh ya, aku mau tanya. Si Andi ada di rumah?” sahut Anita di seberang sana.

“Dia sedang ketemu rekan bisnisnya, Nit. Ada apa?” sahut Hanum balas bertanya. Tiba-tiba hatinya berdebar, menunggu jawaban dari Anita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status