Home / Romansa / Puber Kedua Pak Suami / 3. Aksi Anak Muda

Share

3. Aksi Anak Muda

Author: Yetti S
last update Last Updated: 2023-12-21 17:09:36

Reza manggut-manggut mendengar penjelasan dari Rudy. Pemuda itu lantas mencolek lengan Rafi yang masih terdiam.

“Bagaimana, Raf? Siap merekam aksi bokap lu sama Tania?” tanya Reza.

Rafi menganggukkan kepalanya. “Siap. Apalagi kalau harus tonjok papa gue, siap banget.”

“Wah, tenang dulu, Bro. Kita main cantik. Itu kata mama gue saat memberikan masukan pada Tante Ria. Gue kan sudah bilang dari tadi kalau elu jangan gegabah. Jangan sampai elu berurusan sama pihak berwajib, dan elu dijadikan tersangka karena pukul papa lu, Raf. Kalau itu terjadi, kasihan mama lu. Itu sama saja lu kasih beban pikiran double ke mama lu. Janji ya kalau elu mau main cantik. Masih kata mama gue saat ngomong ke temannya itu, amankan aset keluarga! Nah, itu pentingnya ngomong sama mama lu. Sebagai anak lelaki dan anak sulung, lu harus tegar dan cerdik dalam bersikap. Papa lu saja bisa main cantik. Elu jangan mau kalah dong. Kasih pelajaran melalui mentalnya!” tegas Rudy.

Rafi dan Reza terperangah mendengar ucapan Rudy, yang seperti ibu-ibu arisan sedang bergosip.

“Ternyata hasil menguping obrolan orang tua ada hikmahnya juga ya, Rud. Elu sampai pintar kasih tahu si Rafi. Nggak sangka gue,” timpal Reza dengan tawanya.

“Ck, itu gue juga nggak sengak menguping. Itu kebetulan saja,” sahut Rudy dengan tawa yang menampilkan deretan giginya yang rapi.

“Bisa saja lu alasannya.” Reza berkata sambil mencebikkan bibirnya ke arah Rudy.

Ulah kedua sahabatnya itu sedikit menghibur hati Rafi yang sedang terluka akibat ulah sang papa. Rafi pun ikut tertawa dan menepuk pelan pundak Rudy.

“Sengaja menguping atau nggak, tapi masukan Rudy tadi keren banget. Gue jadi bisa mengendalikan diri dan mencoba bermain cantik. Thanks ya, Bro.”

Rudy tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Di saat yang sama, Andi dan Tania tampak keluar dari dalam butik.

“Eh, itu Om Andi sama Tania sudah keluar. Siapkan ponsel lu, Raf. Atau pakai ponsel gue saja deh, langsung gue bidik nih mereka,” ucap Reza. Dia lantas sigap mengarahkan kamera ponselnya ke arah depan butik. Dalam sekejap, tercipta sebuah video berdurasi tiga puluh detik dan sudah tersimpan rapi di benda pipih itu.

“Coba lu putar ulang, Za. Gue mau lihat hasilnya,” cetus Rafi, yang diangguki oleh Reza.

Reza memutar kembali rekaman tersebut. Namun, belum selesai Reza dan Rafi menyaksikan hasil rekaman itu, tiba-tiba saja Rudy beranjak dari kursi dan melangkah keluar dari kedai kopi dengan langkah tergesa.

“Rud, mau ke mana?” panggil Rafi dan Reza.

“Ikutin mereka lah. Memangnya elu nggak mau tahu sejauh mana hubungan papa lu sama Tania?” sahut Rudy pada Rafi. Dia berucap tanpa menghentikan langkahnya.

“Ayo, cepat dari pada nanti kita kehilangan jejak mereka!” imbuh Rudy.

Rafi dan Reza pun mengikuti langkah Rudy, hingga kini langkah ketiga pemuda itu berada di jarak beberapa meter di belakang Andi dan Tania. Mereka mengikuti sampai di area parkiran basement pusat perbelanjaan tersebut.

“Ayo, cepat ke mobil! Jadi saat mobil papa lu jalan, kita siap ikuti mereka dari belakang. Untung kita nggak pakai mobil elu, Raf. Jadi papa lu nggak bakalan curiga kalau kita ikuti,” ucap Rudy. Dia lantas membuka pintu mobil dan langsung duduk di belakang kemudi.

Rafi pun langsung masuk ke dalam mobil sahabatnya, dan duduk di kursi penumpang depan di sebelah Rudy. Sedangkan Reza duduk di kursi penumpang belakang.

Rudy kini fokus menatap ke arah depan. Dia menunggu mobil Andi melewati mobilnya. Beberapa menit kemudian, mobil mewah keluaran salah satu negara Eropa milik Andi melintas di depan mobil Rudy.

“Ayo, Rud! Langsung tancap gas sekarang. Gue nggak sabar mau tahu mereka akan ke mana setelah dari sini,” ujar Rafi dengan rahang yang mengeras. Dia sangat marah ketika kursi penumpang depan di mobil papanya, kini ditempati oleh Tania. Padahal itu adalah tempat mamanya. Kedua tangan Rafi terkepal di kedua sisi.

Rudy mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang dan menjaga jarak di belakang mobil Andi.

Mobil Rudy akhirnya berhenti di area parkir sebuah hotel bintang empat. Jaraknya berada beberapa meter dari tempat mobil Andi terparkir.

Tak lama, Andi keluar dari dalam mobil dengan diikuti oleh Tania. Kedua insan beda generasi itu melangkah ke dalam lobi hotel sambil bergandengan tangan.

“Kita ikuti mereka nggak, Raf?” tanya Rudy. Dia menatap Rafi yang kini wajahnya tampak tegang.

“Ayo, gue mau hajar itu orang tua! Berani-beraninya dia khianati mama yang mendampingi dia selama ini. Kesetiaan mama dibalas dengan cara seperti ini. Dasar lelaki nggak tahu diri.” Rafi berkata dengan gigi yang bergemeletuk, serta kedua tangannya yang mengepal dengan kuat hingga buku-buku tangannya memutih.

“Ya sudah, kita ikuti mereka. Kita kerja sama dengan petugas hotel, dan mengatakan kalau ada pasangan mesum di hotel itu,” sahut Rudy, yang diangguki oleh Rafi.

“Eh, tunggu...tunggu. Kalian yakin mau ke sana? Itu kan artinya kita menggerebek papanya Rafi sama Tania. Katanya, mau main cantik,” celetuk Reza.

Ucapan Reza sontak membuat Rafi dan Rudy saling tatap satu sama lain. Tangan mereka yang sudah bersiap akan membuka pintu mobil, seketika terhenti.

***

Sementara itu di rumah, Hanum yang sedang membereskan baju setelah selesai disetrika oleh asisten rumah tangganya tampak tertegun. Hal itu karena kotak mungil yang tadi pagi dia lihat, kini sudah tak ada di tempatnya. Dia sampai menurunkan pakaian Andi dari lemari untuk mencari kotak itu. Namun, kotak itu memang sudah tak ada lagi di tempatnya semula.

“Tadi pagi masih ada di sini kok. Kenapa sekarang sudah nggak ada? Apa Mas Andi yang memindahkan atau...kalung itu mau diberikan untuk orang lain. Kalau memang bukan untuk aku, untuk siapa dia siapkan kalung yang indah itu?” gumam Hanum seorang diri. Tubuhnya tiba-tiba saja lemas dan jantungnya berdegup kencang, cemas kalau suaminya ada main dengan wanita lain.

Di saat yang sama, Hanum berusaha berpikir positif mengenai kotak perhiasan itu. Dia menggelengkan kepalanya seraya berucap pelan. “Mas Andi nggak mungkin macam-macam karena ada perjanjian pra nikah yang sudah kami setujui bersama. Mungkin Mas Andi menyimpan kotak perhiasan itu di tempat lain, agar aku tak mengetahuinya. Karena perhiasan itu dia persiapkan sebagai kado ulang tahun pernikahan kami.”

Hanum lantas merapikan kembali pakaian suaminya ke lemari. Selesai pakaian Andi tertata rapi di lemari, ponselnya berdering. Dia bergegas meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Terpampang nama Anita-sahabatnya, di layar ponsel. Bergegas dia mengangkat panggilan telepon tersebut.

“Halo, Nit. Apa kabar?” sapa Hanum ceria.

“Halo, Num. Alhamdulillah, kabarku baik. Oh ya, aku mau tanya. Si Andi ada di rumah?” sahut Anita di seberang sana.

“Dia sedang ketemu rekan bisnisnya, Nit. Ada apa?” sahut Hanum balas bertanya. Tiba-tiba hatinya berdebar, menunggu jawaban dari Anita.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Puber Kedua Pak Suami   106. Kejutan Untuk Hanum

    Amelia sontak tersipu mendengar penuturan sang kakak. Wajahnya pun merona. “Cie, merah lho wajahnya si Amel. Nggak sangka kalau dia naksir sama si dosen itu. Nggak apa itu, Mel. Paling selisih usianya maksimal sepuluh tahun. Masih wajar itu menurut aku. Masih banyak yang selisihnya di atas sepuluh tahun. Ayo, Mel, aku dukung deh! Kayaknya orangnya baik,” ucap Gilang antusias. “Dia itu yang tolongin Amel saat mau dikerjai sama keponakannya Larasati, Lang,” celetuk Rafi. “Nah, keren itu. Sudah kelihatan tipe melindunginya. Nanti nggak apa deh kalau kamu duluan, Mel. Kakak sih belakangan nggak apa-apa. Lagi pula aku belum punya calonnya,” ucap Gilang dengan senyum menggoda pada sang adik. Wajah Amelia semakin memerah dan dia jadi salah tingkah. “Kita pulang saja sekarang, yuk! Ngobrol soal begini di tempat umum. Nanti kalau kedengaran orang, bagaimana? Malu tahu, Kak,” sahut Amelia. Dia lantas berjalan mendahului kedua kakaknya, karena merasa malu ketahuan isi hatinya oleh dua kakakn

  • Puber Kedua Pak Suami   105. Bulan Madu Kedua

    Hanum mengulum senyuman. Dia lalu menarik leher Andi dan mendekatkan telinga pria itu ke bibirnya. Dia lalu berbisik di sana.Kedua kelopak mata Andi membuka sempurna karena terkejut dengan apa yang Hanum bisikkan.“Kamu serius, Num? Nggak sedang bercanda?” tanya Andi dengan wajah memelas.“Iya, aku serius. Masak aku bohong sih, Mas. Aku ini kan belum menopause. Jadi masih kedatangan tamu bulanan lah. Aku tadi di kamar mandi baru tahu, kalau malam ini mendadak kedatangan tamu bulanan. Untung tadi sudah salat isya.” Hanum berkata sambil mengulum senyuman karena melihat wajah frustrasi Andi.“Sabar ya, Mas. Minggu depan deh baru bisa. Sekarang puasa dulu, ya. Sekalian menguji hati kamu, apa masih kuat menunggu satu minggu lagi?” imbuh Hanum yang masih mengulum senyumannya.Andi menghela napas. Dia berguling ke samping tubuh Hanum, dan memosisikan tubuhnya miring. Menghadap sang istri yang juga dalam posisi yang sama seperti dirinya. Tatapan mata mereka bertemu, dan saling mentransfer ra

  • Puber Kedua Pak Suami   104. Kembali Bersama

    Maya terdiam sambil mengaduk-aduk makanannya. Dia tiba-tiba saja menjadi tak berselera makan.Nadya yang melihat ekspresi sang mama, merasa bersalah karena terkesan dirinya memaksakan kehendak. Dia lalu memegang jemari tangan Maya dan mengusap lembut punggung tangan sang mama.“Aku minta maaf kalau perkataan tadi membuat Mama merasa nggak nyaman. Abaikan saja omongan aku tadi, Ma. Aku nggak memaksa Mama agar bisa memaafkan papa,” ucap Nadya lirih dan dengan nada yang tercekat, menahan tangis.Maya menoleh pada anak gadisnya. Dia melihat wajah cantik Nadya yang kini muram.‘Apa aku yang selama ini egois, mementingkan perasaanku sendiri tanpa memikirkan perasaan Nadya? Apa aku terlalu keras hati, sehingga sulit untuk memaafkan Mas Bima? Apakah sebenarnya Nadya merindukan papanya?’ ucap Maya dalam hati.“Nad, jawab pertanyaan Mama dengan jujur ya, Sayang,” ucap Maya dengan nada suara pelan.“Iya, Ma. Mama mau tanya apa?”“Apa kamu...merindukan papa kamu?”Nadya tak langsung menjawab. Dia

  • Puber Kedua Pak Suami   103. Restu Ibu

    ‘Jadi Hanum berencana akan rujuk dengan Andi. Sepertinya aku sia-sia saja selama ini mendekatinya. Lebih baik aku pulang saja sekarang. Mumpung belum ada yang tahu kehadiranku di sini. Mungkin Hanum memang bukan jodohku,’ ucap Sadewa dalam hati.Sadewa lalu dengan perlahan mundur teratur dari teras rumah Sawitri. Dia memutuskan pergi dari rumah itu karena tak ingin mendengar percakapan mereka. Dia memilih untuk lapang dada membuang jauh angannya terhadap Hanum, wanita yang dia suka sejak lama.“Mas Dewa, mau ke mana?” tanya seorang wanita, yang membuat Sadewa menghentikan langkah.Sadewa lalu menoleh dan melihat Lestari yang kini berdiri di jarak beberapa langkah di belakangnya.“Eh, Tari. Aku mau pulang. Nggak enak kalau mengganggu acara keluarga. Di ruang tamu sedang serius kayaknya,” sahut Sadewa terus terang, setelah dia membalikkan tubuhnya hingga posisinya kini berhadapan dengan Lestari.“Nggak mau mampir sekedar menyapa ibuku, Mas?” tanya Lestari lagi. Dia memandang Sadewa deng

  • Puber Kedua Pak Suami   102. Kunjungan Sore Hari

    Andi menangkap tubuh Hanum yang terhuyung ke depan, agar tak tersungkur di lantai.“Hati-hati dong, kalau sampai jatuh di lantai kan sakit nanti,” ucap Andi lembut ketika tubuh Hanum sudah berada dalam dekapannya.“Ish, kamu ini cari alasan saja, Mas. Sudah lepasin tangan kamu!” ujar Hanum dengan mata yang melotot pada Andi.“Kenapa memangnya?” tanya Andi dengan tatapan lugu.“Berlagak nggak paham, pura-pura tanya pula,” sungut Hanum kesal. Dia lalu berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan Andi. Namun, Andi sepertinya menahan lengannya agar bisa lebih lama memeluk sang mantan.Di saat yang sama, Amelia muncul di tempat itu. Gadis itu terkesiap hingga mulutnya terbuka sempurna, kala melihat kedua orang tuanya tengah berpelukan. Itu menurut penilaiannya, karena dia tak tahu awal mula kejadian sang mama berada dalam dekapan papanya.“Cieee...rujuk ini ceritanya. Kapan peresmiannya? Terus kalau rujuk, aku bakalan dapat adik nggak?” goda Amelia dengan tawanya.“Adik? Memangnya kamu masi

  • Puber Kedua Pak Suami   101. Bertemu Lagi

    “Iya, Bu Hanum. Tante Nita yang merekomendasikan katering Ibu. Katanya, katering Ibu sudah terjamin kualitasnya. Saya mencari jasa katering, untuk acara ulang tahun pernikahan orang tua saya. Ini saya lakukan sebagai hadiah di pernikahan mereka yang ketiga puluh. Oh iya, nama saya Fariz,” sahut Fariz dengan senyuman.“Fariz ini yang tempo hari menolong Amel lho, Num. Dia seorang dosen yang pintar ilmu bela diri, sehingga bisa mengalahkan si Roy,” timpal Andi, yang membuat Hanum terkesiap.“Oh ya? Wah, saya ucapkan banyak terima kasih deh sama kamu ya, Fariz. Lalu mengenai kateringnya, kapan acara ulang tahun pernikahan orang tua kamu? Apa kamu mau test food dulu, supaya yakin dengan makanannya?” sahut Hanum kalem.“Saya percaya kok dengan kualitas kateringnya Bu Hanum. Kalau Tante Nita sudah merekomendasikan sesuatu, itu artinya sudah ok. Jadi nggak perlu test food lagi, Bu. Lalu mengenai jadwal acaranya, itu dua minggu lagi. Sengaja saya jauh-jauh hari sudah cari kateringnya, supaya

  • Puber Kedua Pak Suami   100. Come back

    Hanum mundur satu langkah. Andi pun bergerak maju mendekat. Begitu terus, hingga akhirnya punggung Hanum menempel pada dinding. Tak ada ruang untuk dirinya mundur lagi.“Mas! Sudah lah kamu pulang saja sana. Kamu pastinya capek kan, dan perlu istirahat juga. Jangan sampai penyakit jantung kamu kumat gara-gara kecapekan,” ucap Hanum dengan jantung yang bertalu-talu saat ini.“Aku sehat kok, Num. Aku juga nggak terlalu capek kok. Di rumah Nadya kan tadi hanya ngobrol saja. Lalu yang bawa mobil, si Rafi. Aku hanya duduk manis di sebelahnya. Kalau mengantuk sih, iya. Aku boleh kan istirahat di sini dulu, di kamar tamu,” sahut Andi dengan tatapan penuh harap.“Ya sudah, kalau mau istirahat di kamar tamu. Langsung saja ke sana. Kamu kan sudah tahu letaknya,” sahut Hanum. Dia lalu mendorong dada Andi agar menjauhinya. Dia merasa canggung juga berada di jarak yang begitu dekat dengan mantan suaminya.Namun di luar dugaan Hanum, tangan Andi menangkap tangan Hanum yang mendorong dadanya. Dia ba

  • Puber Kedua Pak Suami   99. Para Mantan

    Hanum yang terkesiap hanya bisa menghela napas panjang. Dia lalu memandang ke arah Bima yang masih menatap Maya, yang sedang memberi kode agar sikap Bima lebih ramah pada tamu mereka.Setelah beberapa detik, Maya kembali menatap Hanum dan Andi. Wanita yang diperkirakan usianya sebaya dengan Andi, lantas tersenyum pada kedua calon besannya itu.“Maaf ya, Pak, Bu. Papanya Nadya sedang kurang enak badan. Jadi reaksinya seperti tadi. Mari, silakan masuk!” ucap Maya ramah, dan dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dia sengaja memberikan alasan itu agar bisa dimaklumi oleh tamunya. Maya tak tahu saja, kalau Andi dan Hanum telah mengetahui penyebab sikap Bima tadi.“Oh, lagi kurang enak badan. Iya, nggak apa-apa. Kami maklum kok, Bu. Saya juga kalau kurang enak badan, suka begitu sikapnya. Iya kan, Ma,” sahut Andi dengan senyuman. Dia menoleh pada Hanum yang mengulum senyumannya mendengar penuturan mantan suaminya, yang masih menyebut kata ‘Ma’ pada dirinya.‘Aih, Mas Andi ini serba me

  • Puber Kedua Pak Suami   98. Pertemuan

    “Baik, Om, sepulang dari sini nanti, saya akan beritahu orang tua saya. Insya Allah, mereka bersedia datang kemari dan kenalan dengan Om Bima,” ucap Rafi, yang membuat lamunan Nadya buyar.Bima tersenyum seraya berkata, “Pastinya mau dong kenalan sama Om. Kalau nggak mau, Om nggak akan restui hubungan kalian.”Bima memang bercanda mengucapkan kalimat itu. Dia juga mengucapkannya sambil tersenyum. Namun, tetap saja membuat hati Rafi ketar-ketir.“I-iya, Om. Tolong restui dong. Saya dan Nadya serius lho, Om,” sahut Rafi yang sontak membuat Bima tertawa.“Iya...makanya nanti kenalan dulu. Biar enak ngomong soal kelanjutan hubungan kalian, iya kan,” ucap Bima setelah tawanya reda.Sementara itu, Maya yang rupanya menguping pembicaraan Rafi dan Bima lantas menampakkan dirinya di ruang tamu.Rafi yang melihat kedatangan Maya, lalu berdiri dan menghampiri wanita itu. Dia lalu mencium punggung tangan Maya dengan takzim.“Ada apa ini, Rafi?” tanya Maya pura-pura tak tahu. Dia lalu duduk di sof

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status