Reza dan Rudy yang awalnya sedang sibuk membicarakan Tania, lantas mengalihkan tatapannya ke arah Rafi. Kedua pemuda itu segera mengikuti arah pandang Rafi.
“Ish, Om Andi,” desis Reza dengan tatapan tak percaya.
Rudy menyenggol lengan Reza, dan memberi kode melalui kedipan matanya agar sahabatnya itu tak memberi komentar apa pun. Reza yang paham, akhirnya menganggukkan kepalanya.
Sementara itu, Rafi yang sudah emosi lantas beranjak dari kursi dengan wajah merah padam.
“Raf, mau ke mana?” tanya Rudy dan Reza bersamaan.
“Ya mau ke butik itu,” sahut Rafi dengan dagu yang diarahkan ke tempat di mana Tania dan papanya saat ini berada.
“Eits, tunggu dulu, Bro! Jangan gegabah dulu. Jangan bikin onar di tempat umum, karena nanti ujung-ujungnya elu yang jadi tertuduh. Elu nggak mau kan kalau hal ini terjadi?” ucap Rudy. Dia lalu menarik lengan Rafi agar sahabatnya itu kembali duduk.
Rafi akhirnya kembali duduk di kursinya semula dengan napas memburu karena menahan emosi.
Sementara Reza menyerahkan air mineral dalam kemasan botol pada sahabatnya itu. “Minum dulu, Raf. Biar emosi elu reda. Terus pikirkan langkah selanjutnya dengan baik. Jangan gegabah. Kita berdua bisa kok elu jadikan teman diskusi. Kita sudah berteman dari SMP, lho. Jadi jangan sungkan curhat sama kita,” ucap Reza tulus.
“Betul yang Reza katakan, Raf. Kita berunding dulu untuk langkah selanjutnya. Gue juga gemas lihat Tania jadi sugar baby Om Andi.” Rudy berkata sambil mengepalkan kedua tangannya.
Rafi yang sudah meneguk air mineral, lantas menatap kedua sahabatnya dengan senyuman yang tersungging di bibirnya.
“Terima kasih kalian berdua sudah bersedia menjadi sahabat terbaik gue. Tapi, ini adalah masalah keluarga yang harus diselesaikan oleh anggota keluarga juga. Papa harus tahu diri kalau sudah berbuat kesalahan besar dalam hidupnya,” ucap Rafi dengan tatapan pada kedua sahabatnya itu, dan sesekali mengalihkan tatapan ke arah butik yang ada di seberang kedai kopi itu.
“Terus elu mau kasih tahu Tante Hanum?” tanya Reza.
Rafi terdiam dan mencerna pertanyaan Reza. Dia seolah tengah mempertimbangkan untuk memberitahu sang ibu, atau dia simpan sendiri perbuatan tercela papanya.
“Gue nggak tega kalau kasih tahu ke mama, Za,” ucap Rafi akhirnya dengan suara lirih.
“Nah, itu yang perlu elu pertimbangkan langkah selanjutnya, Raf. Kalau elu mau, gue bisa bantu kok,” sahut Reza serius.
“Gue juga mau bantu. Kita kerjain itu si Tania, supaya mau tinggalin Om Andi. Kalau sudah begitu, mudah-mudahan Om Andi bisa kapok punya sugar baby. Terus kembali jadi suami dan papa yang baik,” timpal Rudy.
Rafi yang mendengar penuturan kedua sahabatnya menjadi tertarik.
“Apa kalian sudah punya rencana?” tanya Rafi antusias.
“Kalau gue sih sudah,” sahut Reza.
“Apa?” tanya Rafi dan Rudy bersamaan. Keduanya mencondongkan tubuhnya ke arah Reza.
Reza tertawa melihat reaksi kedua sahabatnya itu. “Penasaran ya kalian.”
Rafi dan Rudy sontak menghela napas panjang dan menatap Reza dengan tatapan kesal.
“Kalau ada ide, cepat bilang!” tegas Rafi tak sabar.
Reza masih dengan tawanya, hingga setelah beberapa saat tawanya pun reda.
“Kita rekam mereka dan kita bikin viral rekaman itu di grup pesan kampus, bagaimana?”
Rafi dan Rudy saling pandang. Akhirnya Rafi pun mengangguk dengan senyum semringah.
“Gue setuju itu, Za. Nggak sangka kalau ide elu cemerlang juga.” Rafi menyahut sambil tersenyum lebar.
“Reza gitu lho.” Reza menyahut dengan ekspresi penuh kebanggaan.
Luapan kegembiraan yang Rafi serta Reza tunjukkan berbanding terbalik dengan Rudy, yang saat ini terdiam sambil mengerutkan kedua keningnya. Tampak pemuda itu tengah berpikir keras akan ide yang Reza cetuskan tadi.
“Eh, sebentar deh. Kalian hati-hati dalam bertindak. Kalau video itu tersebar di kampus, otomatis orang akan tahu kalau papanya Rafi yang jadi ‘Daddy’ si Tania. Itu akan berimbas pada Rafi juga. Dia pasti akan jadi bahan gibah juga di kampus selain Tania, apa itu yang kalian mau?” ucap Rudy dengan tatapan pada kedua sahabatnya itu secara bergantian.
Rafi dan Reza saling pandang, lalu kembali lagi menatap Rudy dengan tatapan penuh tanya.
“Apa lu sudah punya rencana lain selain merekam mereka, Rud?” tanya Rafi.
“Iya, memang ada rencana lain, meskipun kita tetap merekam interaksi mereka untuk dijadikan bukti. Tapi, jangan langsung disebarkan di grup kampus. Kita edit dulu wajahnya Om Andi. Biar nggak ada yang tahu identitas ‘Daddy’ si Tania itu. Jadi kita bidik Tania saja. Kita serang mentalnya Tania. Kalau urusan Om Andi, biar Tante Hanum yang urus. Itu sih rencana gue. Jadi Rafi aman di kampus, nggak jadi bahan gosip,” papar Rudy, yang diangguki oleh Reza. Namun, tidak dengan Rafi.
Rafi tampak terdiam sesaat. Dalam hatinya, dia ingin mengurus masalah ini sendiri tanpa diketahui sang mama. Dia tak mau hati mamanya akan terluka karena pengkhianatan yang dilakukan oleh papanya.
“Raf, kok diam? Elu setuju nggak?” tanya Rudy memastikan.
Rafi menggelengkan kepalanya. “Gue kurang setuju dengan rencana elu, Rud. Gue nggak mau mama tahu aksi papa yang memalukan itu. Hati mama pasti sangat terluka, Rud.”
Rudy menghela napas panjang dan menatap wajah tampan sahabatnya itu dengan prihatin.
“Cepat atau lambat, mama elu akan tahu juga. Selingkuh itu suatu penyakit, Raf. Sekali berbuat, pasti akan kecanduan. Itu yang pernah gue dengar saat mama gue ngobrol sama temannya, yang kebetulan suaminya juga selingkuh. Katanya, sekali selingkuh pasti akan ada yang kedua kali. Masih kata mama gue, lelaki yang selingkuh itu nggak pantas diberi maaf karena pasti akan mengulanginya lagi. Terus baru-baru ini gue dengar, kalau teman mama itu sekarang hidupnya bahagia,” sahut Rudy kalem.
Rafi yang mendengar kata bahagia dari bibir sahabatnya itu, segera beringsut ke dekat Rudy. Dia ingin tahu lebih jauh yang ada di pikiran sahabatnya itu. Rafi ingin agar mamanya hidup bahagia seperti dulu, sebelum ada perubahan dalam diri sang papa.
“Apa yang membuat teman mama elu jadi bahagia setelah tahu kalau suaminya selingkuh?” tanya Rafi penasaran.
“Teman mama akhirnya bercerai dengan suaminya, karena dia nggak bisa memaafkan si suami. Baginya pengkhianat tetaplah pengkhianat sampai kapan pun juga. Sekarang Tante Ria hidup bahagia bersama dengan anaknya, setelah dia bercerai,” sahut Rudy, yang membuat Rafi tersentak.
Bukan hanya Rafi saja yang tersentak, Reza pun sama terkejutnya ketika mendengar penuturan Rudy.
“Apa nggak ada cara lain selain perceraian?” timpal Reza.
“Itu yang gue dengar dari obrolan mama gue sama Tante Ria, Za. Gue nggak menyarankan supaya orang tua Rafi bercerai. Tapi, saran gue hanya satu. Sebaiknya Rafi ngomong sama mamanya pelan-pelan. Mungkin dengan cara kasih lihat video yang sebentar lagi kita rekam. Dari pada mamanya Rafi tahu belakangan dan lebih sakit hati karena dibohongi, lebih baik tahu dari sekarang,” sahut Rudy.
Hati Rafi dilema saat ini. Di satu sisi, dia ingin agar papanya segera menyudahi perbuatan tercelanya itu. Tapi di sisi lain, dia tak tega kalau sampai harus memberitahu mamanya mengenai ulah sang papa. Dia tak tega melihat wajah sendu dan air mata sang mama.
Reza manggut-manggut mendengar penjelasan dari Rudy. Pemuda itu lantas mencolek lengan Rafi yang masih terdiam.“Bagaimana, Raf? Siap merekam aksi bokap lu sama Tania?” tanya Reza.Rafi menganggukkan kepalanya. “Siap. Apalagi kalau harus tonjok papa gue, siap banget.”“Wah, tenang dulu, Bro. Kita main cantik. Itu kata mama gue saat memberikan masukan pada Tante Ria. Gue kan sudah bilang dari tadi kalau elu jangan gegabah. Jangan sampai elu berurusan sama pihak berwajib, dan elu dijadikan tersangka karena pukul papa lu, Raf. Kalau itu terjadi, kasihan mama lu. Itu sama saja lu kasih beban pikiran double ke mama lu. Janji ya kalau elu mau main cantik. Masih kata mama gue saat ngomong ke temannya itu, amankan aset keluarga! Nah, itu pentingnya ngomong sama mama lu. Sebagai anak lelaki dan anak sulung, lu harus tegar dan cerdik dalam bersikap. Papa lu saja bisa main cantik. Elu jangan mau kalah dong. Kasih pelajaran melalui mentalnya!” tegas Rudy.Rafi dan Reza terperangah mendengar ucapa
Hening.Untuk sesaat Anita tak bersuara di seberang sana. Membuat hati Hanum ketar-ketir dibuatnya, hingga tangan dan kakinya terasa dingin menunggu jawaban Anita.“Nit...Anita, kok diam sih? Ngomong dong,” ucap Hanum dengan suara bergetar karena rasa cemas yang luar biasa.“Eh, iya maaf. Aku sedang berpikir ini, Num. Makanya belum bisa menjawab tadi. Jadi si Andi sekarang sedang ketemu sama rekan bisnisnya, ya. Oh ya sudah kalau begitu. Berarti yang aku lihat tadi mungkin Andi sedang melobi rekan bisnisnya itu,” sahut Anita terdengar memelankan suaranya. Tak seperti pertama kali dia bicara tadi.“Memangnya kamu ini sedang di mana, Nit? Kok sampai ketemu sama Mas Andi. Kamu sedang main golf juga?” tanya Hanum lugu.“Hah? Main golf?” ucap Anita balas bertanya.“Iya, tadi itu Mas Andi pamit mau ketemu sama rekan bisnisnya di lapangan golf. Memang dia nggak main golf sih. Cuma katanya tadi, temannya yang main golf. Mungkin saja setelah temannya itu main golf, mereka meeting di restoran y
Anita yang merasa kalau Rafi sudah mengetahui ulah Andi, segera menarik tangan pemuda itu agak sedikit menjauh dari kedua temannya.“Rafi, jujur sama Tante kalau kamu ada di sini bukan karena kebetulan kan? Apa kamu melihat...papa kamu...di hotel ini?” tanya Anita hati-hati dan dengan suara perlahan. Dia menatap lekat wajah tampan Rafi yang kini tampak gelisah. Membuat Anita sudah tahu jawabannya meskipun pemuda itu belum membuka suara.“Kamu ingin membuat kejutan untuk papa kamu?” imbuh Anita dengan tatapan iba pada Rafi.Rafi akhirnya menganggukkan kepalanya seraya berkata lirih, “Iya, Tan. Tapi, aku nggak mau kalau Mama sampai tahu tentang hal ini. Aku ingin menjaga perasaan Mama, Tan. Kasihan Mama sudah dibohongi sama Papa. Perlu Tante tahu juga, kalau cewek yang dibawa Papa itu adalah teman kuliahku. Jadi maksud aku dan dua sahabatku ini mau memberikan pelajaran juga sama cewek itu, supaya nggak dekati Papa lagi. Istilahnya, kami sedikit mengancam cewek itu. Jadi mudah-mudahan de
Tak lama, sekuriti hotel sudah tiba di meja resepsionis. Anita pun sudah mendapatkan nomor kamar di mana Andi dan Tania berada saat ini.“Pak, tolong dampingi Ibu dan Mas ini ke atas. Mereka mau menyelesaikan masalah keluarga. Tolong supaya nanti nggak mengganggu tamu yang lain,” ucap resepsionis, yang diangguki oleh sekuriti.“Baik, Mbak,” sahut pria berbadan tinggi tegap itu. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Anita. “Suami Ibu berselingkuh, ya?”“Bukan, Pak. Itu papanya keponakan saya ini,” sahut Anita dengan menepuk pelan bahu Rafi.Pria itu menganggukkan kepalanya dan menatap Rafi seraya berkata, “Mas, meskipun emosi, tapi nanti tolong dijaga supaya nggak baku hantam dengan papanya. Cekcok mulut boleh lah karena kan kesal terhadap ulah papanya. Cuma kalau saling pukul sebaiknya dihindari, supaya nggak mengundang perhatian orang. Saya akan mendampingi Mas supaya keadaan bisa kondusif nanti, yang penting kan bisa mendapatkan bukti kalau papanya selingkuh.”Rafi tersenyum dan meng
Andi yang melihat Tania ketakutan lantas menatap Rafi dengan tatapan memohon.“Rafi, lepaskan dia! Biarkan dia pergi dari sini dan jangan ganggu kehidupannya dengan membuat viral video yang sedang dibuat oleh teman kamu itu,” ucap Andi.“Kenapa Papa khawatir sekali dengan Tania? Sedangkan Papa nggak khawatir dengan hati mama, yang pastinya akan terluka dengan pengkhianatan Papa ini,” sahut Rafi ketus.“Makanya jangan viralkan video itu, supaya mama kamu nggak tahu. Marahlah sama Papa, Raf. Tapi, jangan dengan Tania. Kasihan dia, Raf,” tutur Andi dengan tatapan memohon, yang justru membuat Rafi semakin geram dan jijik dengan papanya. Dia menekan tubuh Andi ke dinding, membuat pria itu meringis menahan sakit.Rafi menatap tajam wajah papanya seraya berteriak, “Tania! Bagaimana rasa daging papa gue, enak? Atau lu masih mau sekali lagi? Nanti gue sewa preman pasar untuk kerjai lu.”Andi tersentak mendengar kata-kata Rafi. Dia tak menyangka kalau Rafi akan berbuat tega seperti itu pada Tan
“Rafi, kamu kenapa jadi bengong begitu sih?” tegur Hanum lembut, yang membuyarkan lamunan Rafi.“Eh, nggak kok, Ma. Aku cuma capek saja kayaknya. Aku mandi dulu ya, Ma. Sudah lengket ini karena keringat,” elak Rafi.“Iya sudah sana kamu mandi. Sudah bau keringat soalnya.” Hanum berkata sambil menutup hidungnya, menggoda anak sulungnya.Rafi yang merasa digoda oleh sang mama, lantas mendusel ke bahu Hanum. Membuat wanita itu tertawa lepas.“Kak Rafi jorok ih!” ucap Amelia yang ikutan menutup hidungnya.“Biarin dong, Mel. Sama Mama ini, weee,” celetuk Rafi. Dia lantas berpindah pada Amelia dan memberikan aroma keringat pada adik bungsunya itu.Suasana di ruang keluarga itu seketika jadi ramai oleh mereka bertiga. Bahkan Rafi sedikit melupakan pertikaian dengan papanya di hotel siang tadi. Dia larut oleh suasana kebersamaan keluarga, meski kurang dengan kehadiran Gilang dan tentu saja Andi.“Kak...stop! Sudah dong, Kak. Jangan dikasih keringat terus aku-nya. Bau ini tahu, Kak,” omel Amel
Esok harinya.Andi dan Hanum sarapan seperti biasanya. Mereka bercengkerama dengan kedua anak mereka, Gilang dan Amelia. Sedangkan Rafi hanya membisu. Hal itu membuat tanda tanya besar di diri Hanum.“Kamu sedang nggak enak badan, Sayang?” tanya Hanum. Dia lalu beranjak dari kursi dan melangkah ke arah Rafi, lalu memegang keningnya. “Normal kok.”“Ih, Mama, sampai segitunya periksa aku. Tenang saja, Ma. Aku ini sehat kok,” celetuk Rafi.“Serius? Tapi, kamu kayak nggak semangat begitu,” tutur Hanum dengan kening yang berkerut.“Serius lah, buat apa aku bohong. Aku ini orang yang jujur. Jadi yang ada di hati, itu juga yang terucap di bibir.” Rafi berkata sambil melirik ke arah Andi. Dia melihat sang papa yang pura-pura tak mendengar dan sibuk dengan sarapannya, sesekali berbicara pada Amelia.Hanum terkekeh mendengar penuturan putra sulungnya. Dia sama sekali tak menyadari kalau ucapan Rafi tadi adalah sebuah sindiran untuk Andi.“Ya sudah deh kalau kamu nggak apa-apa. Mama kan tenang j
Sepanjang acara makan malam, Hanum sama sekali tak menikmati acara tersebut. Dia lebih banyak diam sambil memikirkan perihal kalung indah berliontin permata biru safir. Dia hanya memaksakan tersenyum agar suami dan anak-anaknya tak mengetahui kegundahan hatinya.Sikap Hanum yang lebih banyak diam, rupanya mencuri perhatian Rafi. Pemuda itu selalu melirik ke arah sang mama, di saat dia sedang menikmati hidangan makan malam.‘Ada apa dengan Mama, ya? Kok agak beda sikapnya, meski nggak terlalu kelihatan,’ ucap Rafi dalam hati.Acara makan malam pun bergulir dengan penuh canda dan tawa, bagi Andi dan kedua anaknya. Hal itu tak berlaku bagi Hanum dan Rafi. Kedua orang itu hanya sesekali menimpali. Selebihnya hanya banyak diam pura-pura menikmati hidangan makan malam.Mereka akhirnya kembali ke rumah ketika waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Tak banyak obrolan di mobil, karena Amelia yang biasanya banyak berceloteh kini tertidur. Sedangkan Rafi dan Gilang sibuk dengan ponsel masing-ma