Share

5. Bantuan Anita

Anita yang merasa kalau Rafi sudah mengetahui ulah Andi, segera menarik tangan pemuda itu agak sedikit menjauh dari kedua temannya.

“Rafi, jujur sama Tante kalau kamu ada di sini bukan karena kebetulan kan? Apa kamu melihat...papa kamu...di hotel ini?” tanya Anita hati-hati dan dengan suara perlahan. Dia menatap lekat wajah tampan Rafi yang kini tampak gelisah. Membuat Anita sudah tahu jawabannya meskipun pemuda itu belum membuka suara.

“Kamu ingin membuat kejutan untuk papa kamu?” imbuh Anita dengan tatapan iba pada Rafi.

Rafi akhirnya menganggukkan kepalanya seraya berkata lirih, “Iya, Tan. Tapi, aku nggak mau kalau Mama sampai tahu tentang hal ini. Aku ingin menjaga perasaan Mama, Tan. Kasihan Mama sudah dibohongi sama Papa. Perlu Tante tahu juga, kalau cewek yang dibawa Papa itu adalah teman kuliahku. Jadi maksud aku dan dua sahabatku ini mau memberikan pelajaran juga sama cewek itu, supaya nggak dekati Papa lagi. Istilahnya, kami sedikit mengancam cewek itu. Jadi mudah-mudahan dengan cewek itu menjauhi Papa, bisa membuat Papa sadar dan nggak mengulangi kesalahannya. Jadi masalah ini selesai sampai di sini tanpa Mama tahu. Jadi ini urusan antara aku dan Papa saja. Begitu maksud aku, Tante.”

Anita manggut-manggut mendengar penuturan Rafi. Dia pun sama seperti pemuda itu, yang tak ingin Hanum terluka hatinya.

“Tante mau bantu kamu, Rafi. Apa rencana kamu?” tawar Anita serius.

“Tante kemari pasti sama Om kan?” sahut Rafi balas bertanya.

“Iya, memangnya kenapa?”

“Kalau Tante ikut aku ke kamar yang disewa Papa, nanti Om menunggu Tante terlalu lama dong. Tadi kan Tante izinnya ke toilet. Nggak apa-apa kalau Om kelamaan nunggu?” sahut Rafi tak kalah serius.

Anita terdiam sejenak. Dia mempertimbangkan juga apa yang Rafi katakan tadi. Dia khawatir juga kalau suaminya mencari karena dirinya terlalu lama meninggalkan ballroom.

“Mungkin Tante nggak bisa lama-lama bantuin kamu. Makanya jelaskan dulu rencana kamu. Biar Tante bisa tahu bantuan apa yang bisa Tante berikan,” ucap Anita pada akhirnya setelah berpikir.

“Aku akan minta petugas hotel untuk memberitahu kamar yang Papa pesan. Setelah dapat, aku dan dua temanku ini akan ke kamar itu dan menggerebeknya. Bagus lagi kalau pihak hotel mau diajak kerja sama. Jadi kami ke atas bersama dengan sekuriti. Biar Papa dan cewek itu malu. Nah, nanti temanku ini akan merekam wajah cewek itu, dan bisa jadi senjata kami untuk mengancam dia agar menjauhi Papa. Kalau nggak mau, maka video itu akan kami viralkan. Tentunya wajah cewek itu saja yang viral. Wajah Papa sengaja disamarkan. Aku juga nggak mau Papa menjadi konsumsi publik, Tan,” papar Rafi, yang diangguki oleh Reza dan Rudy.

“Betul, Tan. Kalau Tante mau membantu, bagaimana kalau Tante mengaku sebagai istrinya Om Andi alias Mamanya Rafi,” celetuk Rudy, yang membuat Anita membulatkan kedua bola matanya.

“Hah?! Mengaku jadi Mamanya Rafi? Jangan dong. Tante kan punya suami, lho. Bagaimana kalau Tante mengaku sebagai adik iparnya saja, alias Tantenya Rafi? Sekalian nanti Tante mau kasih pelicin supaya petugas hotel mau membantu kita,” sahut Anita.

“Boleh...boleh. Ide yang bagus itu, Tan,” sahut Rudy dengan mata berbinar.

“Ya sudah, sekarang kita masuk dan minta informasi mengenai kamar yang papanya Rafi sewa,” ucap Anita, yang diangguki oleh Rafi dan kedua temannya.

Selanjutnya, mereka memasuki lobi hotel menuju ke meja resepsionis.

Anita yang berjalan di depan, segera membuka galeri foto ponselnya di mana dia menyimpan foto Andi dan Tania.

Rafi yang menyadari itu, segera mendekati Anita dan berbisik. “Tan, itu foto Papa?”

“Hu’um. Tante tadi sempat memotretnya. Buat bukti tentang perbuatan Papa kamu, Raf,” sahut Anita.

“Tapi, jangan dikasih tahu ke Mama ya, Tan.”

“Iya, tenang saja. Kalau kamu sudah punya rencana seperti yang kamu bilang tadi, Tante akan simpan foto ini. Tante juga janji, nggak akan ada orang yang tahu tentang foto ini kecuali kita,” sahut Anita.

“Terima kasih, Tan.”

Kini mereka berempat sudah berada di depan meja resepsionis.

“Selamat siang, ada yang bisa dibantu?” sapa resepsionis ramah.

“Selamat siang, Mbak. Benar, kami memang minta pertolongan Mbak dan petugas sekuriti hotel ini,” sahut Anita dengan suara yang tak kalah ramah dengan wanita itu.

“Iya, Bu. Apa yang bisa dibantu? Apa mau pesan kamar? Berapa kamar yang mau dipesan?” ucap wanita itu masih dengan tutur kata yang ramah.

Anita menghela napas panjang. Dia tersenyum tipis pada wanita itu. Dia tatap wanita muda yang berada di depannya ini dengan mencondongkan tubuhnya, karena dia tak ingin kata-katanya nanti akan terdengar oleh orang yang melintas di lobi hotel itu.

“Maaf ya, Mbak. Kami sebetulnya nggak berniat mau menginap di hotel ini. Kami hanya minta tolong pada Mbak agar memberitahu kamar yang sudah dipesan oleh seseorang yang bernama Andi...” Anita menghentikan kata-katanya, karena dia lupa nama lengkap suami Hanum.

“Andi Sanjaya, itu nama lengkapnya.” Rafi menimpali.

“Oh, maaf sekali kalau soal itu saya tidak bisa membantu, karena itu akan melanggar privasi tamu di sini. Mohon maaf ya, Ibu,” sahut wanita itu dengan mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada.

Anita sudah menduga kalau dia akan mendapat jawaban seperti itu. Namun, dia tak menyerah.

“Mbak, orang yang bernama Andi Sanjaya itu adalah kakak ipar saya, dan sekarang sepertinya sedang berzina di hotel ini. Apa Mbak mau saya melaporkan pada pihak berwajib, bahwa hotel ini membiarkan perzinahan terjadi di depan mata? Itu melanggar hukum, Mbak. Lagi pula nggak akan berkah rezeki yang didapat di tempat ini kalau Mbak membiarkan hal itu terjadi. Saya mohon kerja sama dengan kami. Tolong beritahu sekuriti juga untuk bersama kami ke kamar itu. Orang yang bernama Andi Sanjaya itu telah menyakiti hati Istri dan Anaknya,” papar Anita. Dia lalu menarik lengan Rafi agar mendekat. “Ini anaknya yang melihat langsung papanya masuk kemari. Hanya saja dia ragu untuk minta bantuan Mbak. Kebetulan ketemu saya, Tantenya, dan saya langsung berinisiatif membantunya.”

“Ibu mengancam saya? Saya ini hanya menjalankan aturan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan, Bu, bahwa tidak boleh membocorkan rahasia tamu yang menginap di sini,” ucap wanita itu dengan tatapan tak suka pada Anita.

“Saya nggak mengancam, dan saya juga tahu kalau kamu hanya menjalankan tugas di sini. Tapi, apa kamu nggak tergerak hatinya untuk menolong sesama yang sedang tersakiti hatinya? Kamu ini seorang wanita lho. Jadi adalah sedikit solidaritasnya, Mbak. Bantulah kami dengan menyebutkan kamar pria itu, yang saya yakin sekarang sudah melakukan zina di kamar tersebut,” sahut Anita kalem.

Wanita muda itu tampak gelisah dan serba salah saat ini. Dia menatap Anita dan Rafi secara bergantian. Tampak sekali kalau dirinya sedang dilema saat ini.

“Tapi, bagaimana kalau bapak itu tak terima dan menuntut hotel ini? Pastinya saya yang akan kena imbasnya, Bu. Kasihanilah saya, karena saya mencari nafkah di tempat ini. Sekarang ini sangat sulit mencari pekerjaan, Bu, Mas,” ucap wanita itu lirih dengan tatapan pada Anita dan Rafi.

Mendengar keluhan wanita itu, Rafi langsung bersuara.

“Mbak, tenang saja. Papa saya nggak akan menuntut hotel ini karena itu sama saja membuka aibnya sendiri. Lagi pula saya juga akan menangani Papa saya dengan cara saya sendiri, dan saya akan pastikan kalau Papa nggak akan menuntut apa-apa pada hotel ini. Jadi Mbak tenang saja, dan tolong sekarang bantu kami,” timpal Rafi dengan tatapan penuh harap pada resepsionis itu.

Wanita itu akhirnya menganggukkan kepalanya. “Baiklah, saya akan cek dulu di kamar mana Pak Andi Sanjaya berada saat ini. Tunggu sebentar.”

“Oh iya, Mbak. Sekalian panggilkan sekuriti, supaya bisa mendampingi ke atas dan bisa mencegah hal yang tak diinginkan nantinya,” ucap Anita, yang diangguki oleh wanita itu.

“Baik, Bu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status