Share

6. Kejutan

Penulis: Yetti S
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-10 09:44:41

Tak lama, sekuriti hotel sudah tiba di meja resepsionis. Anita pun sudah mendapatkan nomor kamar di mana Andi dan Tania berada saat ini.

“Pak, tolong dampingi Ibu dan Mas ini ke atas. Mereka mau menyelesaikan masalah keluarga. Tolong supaya nanti nggak mengganggu tamu yang lain,” ucap resepsionis, yang diangguki oleh sekuriti.

“Baik, Mbak,” sahut pria berbadan tinggi tegap itu. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Anita. “Suami Ibu berselingkuh, ya?”

“Bukan, Pak. Itu papanya keponakan saya ini,” sahut Anita dengan menepuk pelan bahu Rafi.

Pria itu menganggukkan kepalanya dan menatap Rafi seraya berkata, “Mas, meskipun emosi, tapi nanti tolong dijaga supaya nggak baku hantam dengan papanya. Cekcok mulut boleh lah karena kan kesal terhadap ulah papanya. Cuma kalau saling pukul sebaiknya dihindari, supaya nggak mengundang perhatian orang. Saya akan mendampingi Mas supaya keadaan bisa kondusif nanti, yang penting kan bisa mendapatkan bukti kalau papanya selingkuh.”

Rafi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Iya, terima kasih atas sarannya, Pak. Saya juga sebisa mungkin akan mengendalikan emosi saya nanti. Saya juga nggak mau ribut-ribut di sini. Saya nggak mau kalau Mama saya tahu tentang perbuatan papa saya. Jadi sebisa mungkin, saya akan menyelesaikan masalah ini dengan papa nanti.”

“Baiklah, sekarang kita naik, yuk!” ajak sekuriti itu.

“Iya, mari,” sahut Rafi. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Anita. “Tante sebaiknya nggak usah ikut. Tante ke ballroom saja. Om pasti cari Tante karena terlalu lama meninggalkan ballroom.”

“Ya sudah deh kalau begitu. Tapi, nanti kamu kabari Tante ya, Rafi. Maksud Tante, berhasil atau nggak kamu selesaikan masalah dengan papa kamu. Semoga saja berhasil,” sahut Anita.

“Iya, Tan, semoga saja,” sahut Rafi lirih, karena dia pun tak tahu apakah bisa menyelesaikan masalah ini, atau malah memperburuk hubungan dengan sang papa.

Sebelum meninggalkan lobi, Anita dan Rafi bertukar nomor telepon. Selanjutnya, mereka pun bergerak meninggalkan lobi menuju ke arah yang berbeda. Rafi dan yang lainnya menuju ke lift yang akan membawa mereka ke lantai di mana Andi memesan kamar, sedangkan Anita menuju ke ballroom.

Tak lama, Rafi dan dua orang sahabatnya serta sekuriti hotel telah tiba di depan kamar yang dipesan Andi. Sekuriti hotel mengetuk pintu itu. Namun, pintu itu tak kunjung dibuka hingga kira-kira lima menit lamanya.

“Eh, busyet. Mereka kayaknya asyik banget sampai nggak mau buka pintu. Apa lagi tanggung, ya?” celetuk Reza, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Rudy. Sedangkan Rafi hanya menundukkan kepalanya sambil mengepalkan kedua tangan.

Sekuriti hotel kembali mengetuk pintu, dan kali ini lebih kencang dari ketukan yang sebelumnya. Tak lama, pintu itu pun terbuka. Menampilkan sosok Andi dengan wajah yang tampak lelah, dan rambut yang acak-acakan.

Kedua bola mata Andi membuka sempurna kala dilihatnya Rafi berdiri tegak di depan pintu. Dia segera menutup pintu kembali, tapi dengan sigap Rafi menahan pintu itu agar tetap terbuka. Dalam sekejap, terjadilah aksi saling dorong pintu kamar hotel. Andi mendorong pintu agar pintu kamar hotel kembali tertutup. Sedangkan Rafi, mendorong pintu kamar hotel itu agar pintu tetap terbuka. Akhirnya, Andi menyerah karena dia kalah tenaga oleh anak sulungnya yang masih muda. Hingga pintu itu terbuka lebar dan Andi yang terdorong dua langkah ke belakang.

Rafi dan yang lainnya masuk ke dalam kamar hotel. Pintu kamar hotel langsung ditutup oleh sekuriti.

Rafi menatap papanya dengan tatapan tajam. Dia tersenyum sinis pada pria yang berstatus ayah kandungnya itu.

“Kenapa mau menutup pintunya kembali, Pa? Nggak mau ketemu sama aku, iya? Nggak mau mendapat kejutan dari aku, begitu? Malu ya ketahuan berselingkuh sama perempuan yang sebaya dengan anak Papa? Benar-benar keterlaluan Papa ini. Aku sangat kecewa sama Papa, yang tega mengkhianati Mama. Bilang tadi pagi mau ketemu sama rekan bisnis. Jadi rekan bisnis Papa itu sekarang si Tania, iya? Bisnis apa sama Tania, Pa? Bisnis selakangan?”

Andi gelagapan ditatap begitu tajam oleh anak sulungnya, dan dicecar dengan berbagai pertanyaan.

“Bu-bukan begitu, Raf. Kamu tenang dulu. Papa akan jelasin ke kamu. Duduk dulu, ya.”

“Halah, nggak usah banyak alasan deh, Pa. Mau mengelak, iya. Sudah tertangkap basah juga masih saja mau mengelak,” cetus Rafi geram.

Rafi mengalihkan tatapannya pada kedua sahabatnya. “Kalian tolong seret Tania kemari! Dia kayaknya ada di kamar mandi.”

Andi langsung menghadang Rudy dan Reza. Dia merentangkan kedua lengannya, untuk menghalangi langkah dua sahabat anaknya itu yang akan bergerak ke kamar mandi.

“Apa-apaan kalian ini?! Jangan seenaknya menyerobot kamar ini! Saya sudah menyewa kamar ini. Jadi jangan melangkah terlalu jauh, paham!” hardik Andi.

Rafi yang geram dengan sikap sang papa, lantas maju dan menarik tangan kanan papanya. Dia lalu memberi kode pada dua sahabatnya itu melalui dagunya, agar Rudy dan Reza segera ke kamar mandi.

“Menyewa untuk berzina ya, Pa?” ejek Rafi, yang membuat wajah Andi semakin merah padam.

Andi menyentakkan tangannya dan secepat kilat melayangkan tangan itu ke pipi Rafi.

Plak.

“Anak kurang ajar kamu, Rafi! Berani melawan sama orang tua,” desis Andi geram.

Rafi tertawa sumbang mendengar ucapan Andi. Dia mengusap pipinya yang terasa panas. Dia mendorong tubuh sang papa hingga membentur ke dinding. Rafi juga meraih kerah kaos Andi dan menatap nyalang ke arah pria itu.

“Siapa dulu papanya? Papanya juga kurang ajar, otomatis lah anaknya juga kurang ajar. Tapi aku kurang ajarnya, sangat terhormat karena membela mama. Oh iya, sekurang ajarnya aku, nggak akan mencontoh perbuatan hina Papa ini. Aku jijik sama Papa. Kalau nggak ingat dosa, ingin aku hajar Papa hingga babak belur. Kita tanding satu lawan satu. Apakah Papa masih kuat melawan aku, setelah bergelut dengan Tania di atas ranjang?” desis Rafi penuh amarah.

Andi yang melihat amarah di kedua bola mata anak sulungnya itu, seketika ciut nyalinya. Jujur saja kalau dia takut Rafi akan menghajarnya. Andaikan itu terjadi, sudah pasti dirinya kalah dan akan babak belur. Menyadari hal itu Andi pun memegang tangan anaknya, berusaha menenangkan Rafi.

“Rafi, bisa kita ngomong baik-baik? Kita bicara berdua saja. Ini kan masalah keluarga, Raf,” bujuk Andi.

“Apa yang mau Papa jadikan alasan di pembicaraan kita? Mama yang sudah nggak enak melayani di atas ranjang karena usianya sudah kepala empat, begitu?” sahut Rafi dengan tatapan sinis.

Andi hanya bisa menghela napas panjang, dan menatap Rafi dengan tatapan canggung.

Sementara itu, Reza dan Rudy yang berdiri di depan pintu lamar mandi sudah tak sabar lagi menunggu Tania keluar dari sana.

Mereka menggedor pintu kamar mandi seraya berteriak, “Tania keluar lu dari dalam kamar mandi! Kita hitung sampai tiga. Kalau di hitungan ketiga lu masih belum mau buka pintu, terpaksa kita dobrak pintu ini. Satu...dua...ti...”

Belum sempat Reza dan Rudy menyelesaikan hitungannya, pintu kamar mandi terbuka perlahan. Menampilkan sosok wanita muda dengan raut wajah ketakutan.

Rudy segera mengarahkan kamera ponselnya tepat ke wajah Tania. Membuat gadis itu gelagapan.

“Eh, apa-apaan ini? Lu rekam wajah gue ya, Rud?” ucap Tania. Dia lalu memalingkan wajahnya dan menutup wajah dengan kedua telapak tangan, menghindari dari sorot kamera ponsel Rudy.

“Lu mau tenar kan, Tania? Kita bantu lu viral di media sosial. Eh, nggak dulu deh. Viral di grup kampus saja dulu sebagai permulaan,” sahut Rudy kalem.

Tania seketika panik. Apalagi setelah dia melihat Andi tak berdaya di depan Rafi.

“Om bagaimana ini? Mereka mau viralkan saya,” teriak Tania panik.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Puber Kedua Pak Suami   106. Kejutan Untuk Hanum

    Amelia sontak tersipu mendengar penuturan sang kakak. Wajahnya pun merona. “Cie, merah lho wajahnya si Amel. Nggak sangka kalau dia naksir sama si dosen itu. Nggak apa itu, Mel. Paling selisih usianya maksimal sepuluh tahun. Masih wajar itu menurut aku. Masih banyak yang selisihnya di atas sepuluh tahun. Ayo, Mel, aku dukung deh! Kayaknya orangnya baik,” ucap Gilang antusias. “Dia itu yang tolongin Amel saat mau dikerjai sama keponakannya Larasati, Lang,” celetuk Rafi. “Nah, keren itu. Sudah kelihatan tipe melindunginya. Nanti nggak apa deh kalau kamu duluan, Mel. Kakak sih belakangan nggak apa-apa. Lagi pula aku belum punya calonnya,” ucap Gilang dengan senyum menggoda pada sang adik. Wajah Amelia semakin memerah dan dia jadi salah tingkah. “Kita pulang saja sekarang, yuk! Ngobrol soal begini di tempat umum. Nanti kalau kedengaran orang, bagaimana? Malu tahu, Kak,” sahut Amelia. Dia lantas berjalan mendahului kedua kakaknya, karena merasa malu ketahuan isi hatinya oleh dua kakakn

  • Puber Kedua Pak Suami   105. Bulan Madu Kedua

    Hanum mengulum senyuman. Dia lalu menarik leher Andi dan mendekatkan telinga pria itu ke bibirnya. Dia lalu berbisik di sana.Kedua kelopak mata Andi membuka sempurna karena terkejut dengan apa yang Hanum bisikkan.“Kamu serius, Num? Nggak sedang bercanda?” tanya Andi dengan wajah memelas.“Iya, aku serius. Masak aku bohong sih, Mas. Aku ini kan belum menopause. Jadi masih kedatangan tamu bulanan lah. Aku tadi di kamar mandi baru tahu, kalau malam ini mendadak kedatangan tamu bulanan. Untung tadi sudah salat isya.” Hanum berkata sambil mengulum senyuman karena melihat wajah frustrasi Andi.“Sabar ya, Mas. Minggu depan deh baru bisa. Sekarang puasa dulu, ya. Sekalian menguji hati kamu, apa masih kuat menunggu satu minggu lagi?” imbuh Hanum yang masih mengulum senyumannya.Andi menghela napas. Dia berguling ke samping tubuh Hanum, dan memosisikan tubuhnya miring. Menghadap sang istri yang juga dalam posisi yang sama seperti dirinya. Tatapan mata mereka bertemu, dan saling mentransfer ra

  • Puber Kedua Pak Suami   104. Kembali Bersama

    Maya terdiam sambil mengaduk-aduk makanannya. Dia tiba-tiba saja menjadi tak berselera makan.Nadya yang melihat ekspresi sang mama, merasa bersalah karena terkesan dirinya memaksakan kehendak. Dia lalu memegang jemari tangan Maya dan mengusap lembut punggung tangan sang mama.“Aku minta maaf kalau perkataan tadi membuat Mama merasa nggak nyaman. Abaikan saja omongan aku tadi, Ma. Aku nggak memaksa Mama agar bisa memaafkan papa,” ucap Nadya lirih dan dengan nada yang tercekat, menahan tangis.Maya menoleh pada anak gadisnya. Dia melihat wajah cantik Nadya yang kini muram.‘Apa aku yang selama ini egois, mementingkan perasaanku sendiri tanpa memikirkan perasaan Nadya? Apa aku terlalu keras hati, sehingga sulit untuk memaafkan Mas Bima? Apakah sebenarnya Nadya merindukan papanya?’ ucap Maya dalam hati.“Nad, jawab pertanyaan Mama dengan jujur ya, Sayang,” ucap Maya dengan nada suara pelan.“Iya, Ma. Mama mau tanya apa?”“Apa kamu...merindukan papa kamu?”Nadya tak langsung menjawab. Dia

  • Puber Kedua Pak Suami   103. Restu Ibu

    ‘Jadi Hanum berencana akan rujuk dengan Andi. Sepertinya aku sia-sia saja selama ini mendekatinya. Lebih baik aku pulang saja sekarang. Mumpung belum ada yang tahu kehadiranku di sini. Mungkin Hanum memang bukan jodohku,’ ucap Sadewa dalam hati.Sadewa lalu dengan perlahan mundur teratur dari teras rumah Sawitri. Dia memutuskan pergi dari rumah itu karena tak ingin mendengar percakapan mereka. Dia memilih untuk lapang dada membuang jauh angannya terhadap Hanum, wanita yang dia suka sejak lama.“Mas Dewa, mau ke mana?” tanya seorang wanita, yang membuat Sadewa menghentikan langkah.Sadewa lalu menoleh dan melihat Lestari yang kini berdiri di jarak beberapa langkah di belakangnya.“Eh, Tari. Aku mau pulang. Nggak enak kalau mengganggu acara keluarga. Di ruang tamu sedang serius kayaknya,” sahut Sadewa terus terang, setelah dia membalikkan tubuhnya hingga posisinya kini berhadapan dengan Lestari.“Nggak mau mampir sekedar menyapa ibuku, Mas?” tanya Lestari lagi. Dia memandang Sadewa deng

  • Puber Kedua Pak Suami   102. Kunjungan Sore Hari

    Andi menangkap tubuh Hanum yang terhuyung ke depan, agar tak tersungkur di lantai.“Hati-hati dong, kalau sampai jatuh di lantai kan sakit nanti,” ucap Andi lembut ketika tubuh Hanum sudah berada dalam dekapannya.“Ish, kamu ini cari alasan saja, Mas. Sudah lepasin tangan kamu!” ujar Hanum dengan mata yang melotot pada Andi.“Kenapa memangnya?” tanya Andi dengan tatapan lugu.“Berlagak nggak paham, pura-pura tanya pula,” sungut Hanum kesal. Dia lalu berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan Andi. Namun, Andi sepertinya menahan lengannya agar bisa lebih lama memeluk sang mantan.Di saat yang sama, Amelia muncul di tempat itu. Gadis itu terkesiap hingga mulutnya terbuka sempurna, kala melihat kedua orang tuanya tengah berpelukan. Itu menurut penilaiannya, karena dia tak tahu awal mula kejadian sang mama berada dalam dekapan papanya.“Cieee...rujuk ini ceritanya. Kapan peresmiannya? Terus kalau rujuk, aku bakalan dapat adik nggak?” goda Amelia dengan tawanya.“Adik? Memangnya kamu masi

  • Puber Kedua Pak Suami   101. Bertemu Lagi

    “Iya, Bu Hanum. Tante Nita yang merekomendasikan katering Ibu. Katanya, katering Ibu sudah terjamin kualitasnya. Saya mencari jasa katering, untuk acara ulang tahun pernikahan orang tua saya. Ini saya lakukan sebagai hadiah di pernikahan mereka yang ketiga puluh. Oh iya, nama saya Fariz,” sahut Fariz dengan senyuman.“Fariz ini yang tempo hari menolong Amel lho, Num. Dia seorang dosen yang pintar ilmu bela diri, sehingga bisa mengalahkan si Roy,” timpal Andi, yang membuat Hanum terkesiap.“Oh ya? Wah, saya ucapkan banyak terima kasih deh sama kamu ya, Fariz. Lalu mengenai kateringnya, kapan acara ulang tahun pernikahan orang tua kamu? Apa kamu mau test food dulu, supaya yakin dengan makanannya?” sahut Hanum kalem.“Saya percaya kok dengan kualitas kateringnya Bu Hanum. Kalau Tante Nita sudah merekomendasikan sesuatu, itu artinya sudah ok. Jadi nggak perlu test food lagi, Bu. Lalu mengenai jadwal acaranya, itu dua minggu lagi. Sengaja saya jauh-jauh hari sudah cari kateringnya, supaya

  • Puber Kedua Pak Suami   100. Come back

    Hanum mundur satu langkah. Andi pun bergerak maju mendekat. Begitu terus, hingga akhirnya punggung Hanum menempel pada dinding. Tak ada ruang untuk dirinya mundur lagi.“Mas! Sudah lah kamu pulang saja sana. Kamu pastinya capek kan, dan perlu istirahat juga. Jangan sampai penyakit jantung kamu kumat gara-gara kecapekan,” ucap Hanum dengan jantung yang bertalu-talu saat ini.“Aku sehat kok, Num. Aku juga nggak terlalu capek kok. Di rumah Nadya kan tadi hanya ngobrol saja. Lalu yang bawa mobil, si Rafi. Aku hanya duduk manis di sebelahnya. Kalau mengantuk sih, iya. Aku boleh kan istirahat di sini dulu, di kamar tamu,” sahut Andi dengan tatapan penuh harap.“Ya sudah, kalau mau istirahat di kamar tamu. Langsung saja ke sana. Kamu kan sudah tahu letaknya,” sahut Hanum. Dia lalu mendorong dada Andi agar menjauhinya. Dia merasa canggung juga berada di jarak yang begitu dekat dengan mantan suaminya.Namun di luar dugaan Hanum, tangan Andi menangkap tangan Hanum yang mendorong dadanya. Dia ba

  • Puber Kedua Pak Suami   99. Para Mantan

    Hanum yang terkesiap hanya bisa menghela napas panjang. Dia lalu memandang ke arah Bima yang masih menatap Maya, yang sedang memberi kode agar sikap Bima lebih ramah pada tamu mereka.Setelah beberapa detik, Maya kembali menatap Hanum dan Andi. Wanita yang diperkirakan usianya sebaya dengan Andi, lantas tersenyum pada kedua calon besannya itu.“Maaf ya, Pak, Bu. Papanya Nadya sedang kurang enak badan. Jadi reaksinya seperti tadi. Mari, silakan masuk!” ucap Maya ramah, dan dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dia sengaja memberikan alasan itu agar bisa dimaklumi oleh tamunya. Maya tak tahu saja, kalau Andi dan Hanum telah mengetahui penyebab sikap Bima tadi.“Oh, lagi kurang enak badan. Iya, nggak apa-apa. Kami maklum kok, Bu. Saya juga kalau kurang enak badan, suka begitu sikapnya. Iya kan, Ma,” sahut Andi dengan senyuman. Dia menoleh pada Hanum yang mengulum senyumannya mendengar penuturan mantan suaminya, yang masih menyebut kata ‘Ma’ pada dirinya.‘Aih, Mas Andi ini serba me

  • Puber Kedua Pak Suami   98. Pertemuan

    “Baik, Om, sepulang dari sini nanti, saya akan beritahu orang tua saya. Insya Allah, mereka bersedia datang kemari dan kenalan dengan Om Bima,” ucap Rafi, yang membuat lamunan Nadya buyar.Bima tersenyum seraya berkata, “Pastinya mau dong kenalan sama Om. Kalau nggak mau, Om nggak akan restui hubungan kalian.”Bima memang bercanda mengucapkan kalimat itu. Dia juga mengucapkannya sambil tersenyum. Namun, tetap saja membuat hati Rafi ketar-ketir.“I-iya, Om. Tolong restui dong. Saya dan Nadya serius lho, Om,” sahut Rafi yang sontak membuat Bima tertawa.“Iya...makanya nanti kenalan dulu. Biar enak ngomong soal kelanjutan hubungan kalian, iya kan,” ucap Bima setelah tawanya reda.Sementara itu, Maya yang rupanya menguping pembicaraan Rafi dan Bima lantas menampakkan dirinya di ruang tamu.Rafi yang melihat kedatangan Maya, lalu berdiri dan menghampiri wanita itu. Dia lalu mencium punggung tangan Maya dengan takzim.“Ada apa ini, Rafi?” tanya Maya pura-pura tak tahu. Dia lalu duduk di sof

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status