Share

Bab 6 - Dipermalukan & Dibuang

Irina menunggu cukup lama sembari meremas kedua belah telapak tangannya. Hari ini, dia tengah berada di sebuah rumah sakit. Bukan untuk memeriksakan diri, melainkan untuk menemui Rani yang bekerja menjadi dokter di sana.

Irina sudah beberapa kali menghubungi Rani. Dia memiliki kontaknya karena dia dan Rani memang saling mengenal dengan baik. Namun, Rani seakan tak ingin mengangkat teleponnya. Perempuan itu seakan menutup semua komunikasi yang dilakukan Irina padanya. Hingga akhirnya, Irina memutuskan untuk menemui Rani di tempat kerjanya saja hari ini, beberapa hari setelah ia dan Kevin sudah resmi menikah.

Irina berharap bahwa Rani mau menemuinya. Bagaimanapun juga, dia berutang maaf pada Rani. Irina bahkan berencana untuk mengembalikan Kevin pada Rani setelah dia melahirkan. Dan semoga saja, Rani bersedia menerima niatannya tersebut hingga semua bisa berjalan seperti sebelumnya.

Pintu ruang tunggu dibuka, menampilkan sosok Rani yang sudah berdiri di ambang pintu dan menatap Irina dengan penuh kebencian. Irina langsung berdiri dan mencoba tersenyum pada Rani.

“Bisa kita bicara sebentar?” tanya Irina. “Aku … ada yang ingin kusampaikan.”

“Kita bicara di luar.” Rani menjawab singkat.

“Tidak bisa di sini saja? Maksudku, tempat ini lebih private.”

“Tidak.” Rani menjawab dengan tegas. Ia lalu meninggalkan tempat itu dan Irina hanya bisa mengikuti ke mana kaki Rani melangkah.

Rupanya, Rani menuju ke kantin rumah sakit. Di sana cukup ramai. Beberapa orang mungkin mengenali Irina karena ia adalah seorang model populer. Mereka juga seakan tak percaya bahwa Irina sedang berada di sana.

Rani berhenti di sebuah tempat duduk yang berada paling ujung. Meski letaknya berada di paling ujung, nyatanya semua mata masih sesekali melirik ke arahnya. Mereka seakan ingin tahu apa yang sedang Irina lakukan di sana. Tak lupa, Rani juga memesan minuman dan tak lama, pelayan kantin menyuguhkan jus pesanan Rani padanya.

“Bicaralah.” Rani membuka suaranya.

Irina merasa bahwa Rani cukup berbeda. Biasanya, perempuan ini ramah dan lemah lembut. Namun, hal itu sudah sewajarnya. Siapa pun juga akan seperti Rani jika tunangannya direbut.

“Ran, kamu tentu tahu kalau kedatanganku ini untuk meminta maaf.”

“Untuk apa minta maaf? Memangnya saat kamu melakukan hal itu kamu ingat padaku?”

“Tolong, ini semua enggak seperti yang kamu pikirkan.”

Ya, Rani berpikir bahwa dia dan Kevin melakukan hubungan intim hingga terjadi kehamilan ini. Pada kenyataannya, kehamilannya terjadi karena proses yang dilakukan oleh dokter dan itu karena kemauan Irina sendiri. Kevin tidak seharusnya menanggung kesalahannya. Irina ingin menjelaskan hal itu pada Rani, tetapi belum sempat Irina menjelaskan, Rani tampaknya sudah tersulut emosi.

Dengan cepat, Rani meraih gelas jusnya dan menyiramkan isinya ke wajah Irina. Irina mematung, tak percaya bahwa Rani akan memperlakukannya seperti ini. Irina dipermalukan di depan umum dengan banyak mata yang sedang mengawasi mereka berdua.

“Kamu sudah merebut tunanganku! Kamu tidur dengan tunanganku, bahkan ketika masih menjadi istri orang lain! Kesalahanmu tak termaafkan, Irina! Kamu bahkan lebih hina daripada seorang pelacur!” Rani menyerukan kalimat hinaan tersebut. Dia benar-benar tak bisa mengendalikan emosinya.

Irina sendiri hanya bisa diam. Memangnya apa yang bisa dilakukannya? Seluruh orang di negeri ini mungkin sudah tahu. Dia yang sudah bersuami, tetapi malah hamil dengan pria lain. Ya, benar kata Rani, bahkan seorang pelacur saja tak akan melakukan hal seperti itu.

***

Irina tidak segera pulang setelah menemui Rani dan tak mendapatkan hasil apa pun selain dipermalukan dan dimaki-maki di depan umum. Dia memutuskan ke kantor manajernya dan bertanya apakah ada pekerjaan untuknya atau tidak. Irina sudah cuti cukup lama. Kini, tak ada alasan lain untuk dirinya cuti. Irina hanya ingin menghabiskan waktunya dengan bekerja dan melupakan semua permasalahannya.

“Tidak ada lagi pekerjaan untukmu. Beberapa brand bahkan memutus kontrak dengan kita.” Fany, manajernya, bahkan sudah memijat pelipis dan tampak sedikit kesal. “Apa yang kamu pikirkan saat melakukan hal itu? Apa kamu enggak mikir kalau karier kamu bisa hancur dalam semalam?”

Irina tak bisa menjawab. Dia bersalah dan kini, dia sedang terpuruk. Astaga … ini benar-benar bukan dirinya.

“Perceraianmu dengan Maximillan Romanov saja sudah membuat namamu meredup, ditambah lagi dengan pengakuanmu yang tak masuk akal itu. Hamil anak pria lain saat statusmu baru menjanda? Tentu semua orang mempertanyakan moralmu!”

Irina hanya mengangguk. Dia mengerti.

“Maafkan aku, aku tidak bisa janji jika di masa depan masih ada yang mau menggunakan jasamu.” Fany berkata jujur. Irina menerima itu walau rasanya sangat sakit.

Irina kemudian bangkit. Dia memutuskan untuk meninggalkan kantor Fany. Tak ada gunanya juga dia berada di sana.

Ketika Irina keluar, Irina hanya menunduk hingga tidak sadar sedang berpapasan dengan seseorang. Orang itu menyapa, “Irina?”

Irina mengangkat wajahnya ketika mendengar namanya dipanggil. Dia mendapati seorang pria tampan berdiri di hadapannya. Namanya Bastian, seorang pria yang berprofesi sebagai fotografer. Dulu, saat Max menjauh, Irina sempat memanfaatkan kehadiran Bastian yang saat itu sering terlibat pekerjaan bersamanya. Dia ingin menghibur diri dengan cara menjalin hubungan dengan Bastian. Meski begitu, hubungan mereka tak berjalan lama karena Irina tidak bisa melupakan sosok Max.

 “Bastian?”

“Hei, akhirnya kita ketemu lagi di sini. Maksudku, aku sangat jarang melihatmu akhir-akhir ini.” Bastian tampak menampilkan sikap ramahnya. Ya, memang pria ini selalu ramah dengan siapa pun, karena itulah dulu Irina pernah merasa nyaman saat bekerja dengan Bastian.

“Ya, tadi aku nemuin Fany.”

“Ada kerjaan? Kebetulan aku juga ada kerjaan sama Fany.”

“Ah, enggak.” Irina bingung harus menjelaskan seperti apa. Tak mungkin jika dia mengatakan bahwa kini dirinya sedang bermasalah dan kariernya sedang terpuruk.

Bastian kemudian melirik jam tangannya, lalu berkata, “Mau ngopi sebentar sama aku? Sudah lama kita enggak ketemu, kayaknya akan sangat menyenangkan jika kita saling berbagi cerita.”

“Tapi aku….” Irina ingin menolak, lalu ia menyadari Bastian memaksanya.

“Ayolah. Aku yang teraktir, oke? Kita masih berteman, kan?” tanya Bastian yang saat ini sudah meraih pergelangan tangan Irina dan menariknya meninggalkan tempat itu.

Irina tak memiliki pilihan lain. Hari ini, dia sudah sangat lelah. Dipermalukan oleh Rani, kemudian merasa dibuang oleh Fany. Mungkin dengan Bastian, dia bisa sedikit mengobati rasa sakit yang dia terima di sepanjang hari ini. Ya, mungkin saja.

-TBC-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status