Melihat sesuatu yang tidak biasa, Yotta dan Angga bergegas untuk secepatnya tiba.
Tidak lama kendaraan itu akhirnya menepi, Yotta turun dari motor, bibirnya tiba-tiba terkunci, menatap ragu pada penduduk yang memadati teras rumahnya.Kenangan ketika sang ayah meninggal, kembali dalam ingatan gadis itu, sama seperti hari ini penduduk desa beramai-ramai datang.Langkah gadis itu terasa berat, lidahnya kaku ketika beberapa orang menatap iba dengan air mata menggenang kearahnya.Seketika jiwanya terasa hening, hatinya membeku tidak ada lagi keributan dalam pikirannya yang tiba-tiba kosong."Ibu!!!!!!""Ibu!!!!!!" Suara teriakan Yora memecah keheningan, mengembalikan gadis itu pada kesadaran.Seketika langkah itu menjadi ringan, Yotta menghambur masuk, tidak memperdulikan banyaknya orang yang melihat, bahkan Angga juga luput dari pandangannya.Langkah itu terhenti, kedua mata gadis itu membulat sempurna, wajahnya seketika pucat pasi.Seorang wanita paruh baya yang tengah dicari terbujur kaku, tidak ada lagi senyuman, luka di bagian kepala membuat darah yang sudah mengering menutupi sebagian wajahnya.Yotta membisu, berdiri mematung menatap sosok hangat yang dia sayangi, pemandangan itu membuat semua hal samar dari pandangan dan pendengarannya.Hanya ada dirinya dan juga wanita paruh baya yang sudah tidak bernyawa di ruangan itu."Kakak, apa yang terjadi, kenapa ibu tidak mau bangun." Yoga menangis pilu menggenggam tangan sang kakak."Kak, cepat bangunkan ibu, dia terluka." Yoga menarik tangan Yotta yang tidak bergeming.Sedangkan di sisi wanita paruh baya itu, Yora menangis, dia berteria, terus memanggil sang ibu, sambil mengusap darah yang mengotori wajah satu-satunya malaikat yang mereka miliki saat ini."Yo, sadarlah. Kita harus membereskan ini." Ucap Angga, menangkup wajah sang gadis dengan kedua tanganya."Ibu.." Lirih gadis muda, seketika kedua mata itu mulai berkaca-kaca, bulir hangat jatuh tak lagi bisa terbendung.Yotta kembali dalam dirinya, menoleh ke kiri dan kanan, melihat begitu banyak orang, dan berhenti pada kedua adik kembarnya."Ibu!!!! Apa yang terjadi?" Yotta menepis tangan Angga dan menghambur kedepan untuk memeluk wanita tua itu.Kebisuan itu pecah dengan rintihan pilu dari seorang gadis, suara rintihan yang membuat orang ikut merasakan kesedihan gadis muda yang sudah menjadi yatim piatu.Rintihan itu disambut oleh si kembar, Yotta, Yoga dan Yora, ketiganya saling berpelukan bersama tubuh kaku yang tidak lagi bisa menghapus air mata mereka.Sosok yang tidak akan pernah lagi bisa tersenyum untuk selama-lama, sekali lagi mereka harus kehilangan seseorang yang begitu dicintai."Ibu, kenapa kau meninggalkanku seperti ini," gumam Yotta, menangis pilu dengan kedua adiknya.Ketiganya tenggelam dalam duka, hingga tidak menyadari waktu berlalu begitu saja.Kabut pekat mulai menipis terbawa angin, membuka wajah sebuah desa yang begitu indah.Tapi jauh di tepi desa sebuah keluarga sedang berduka, seorang penghuni rumah itu telah berpulang.Gubuk tua yang selama ini tampak sepi pagi ini kedatangan banyak orang, penduduk datang untuk membantu melakukan prosesi pemakaman untuk bu Retno.Wanita paruh baya itu, ditemukan tidak bernyawa oleh seorang petani jatuh dari tebing. Tubuh lemah itu menghantam sebuah batu hingga akhirnya membuatnya tewas ditempat.Ibu Retno meninggal dalam usia yang masih terbilang muda.Pemakaman baru bisa dilaksanakan pagi harinya, mengingat jasad ibu Retno tiba di rumah duka sudah larut malam.Semua sudah hampir selesai, hanya menunggu beberapa kerabat dan penduduk yang masih berdatangan.Angga juga masih terlihat menemani temannya itu, Yotta hanya memiliki seorang bibi yang tinggal di desa, itulah satu-satunya kerabat yang dia miliki saat ini.Ketiga saudara masih sangat dirundung duka, terlebih si kembar keduanya tidak berhenti menangis, memeluk sang kakak yang mencoba untuk membuat keduanya tenang.Yotta berusaha tegar, meskipun air mata tetap jatuh dari sudut mata indahnya, hanya saja rintihan itu tidak lagi terdengar, tertelan oleh rasa tanggung jawab sebagai anak tertua.Dia harus bisa tenang, untuk menghormati penduduk yang datang mengucapkan belasungkawa untuknya.Terlebih, dia harus bisa kuat untuk kedua anak kecil yang terus bergantung padanya."Yo, sudah waktunya," bisik Angga yang baru saja masuk keruangan itu.#Bersambung_" . . . " Yotta mengangguk, tanda mengerti apa yang diucapkan oleh sosok wanita muda di hadapannya.Waktu berlalu, Yoga sudah kembali di bawa ke ruang perawatan, tidak lama si kecil yang pemberani itu juga sudah sepenuhnya sadar.Di usia yang masih muda hal yang wajar jika Yoga menangis, akibat rasa sakit yang mungkin saja tidak tertahankan.Yotta hanya bisa menenangkan sang adik, dengan kata-kata yang keluar dari bibirnya.Sambil sesekali mengusap tangan si kecil yang terbalut gips dan membatasi gerakannya.Selain operasi pemasangan pen yang dilalui, luka lain yang di beberapa bagian tubuhnya pasti membuat Yoga merasa kesakitan.Yotta menatap pilu pada si kecil celoteh aneh dari bibirnya menghilang, berganti dengan suara rintihan yang kerap kali terdengar memilukan.Operasi yang berjalan lancar membuat rasa cemas menghilang, tenaganya seketika seolah habis tak bersisa.Dari kemarin tidak ada waktu untuk un
Di ruangan lain Dokter menjelaskan kondisi sang adik, yang tidak hanya mengalami beberapa luka robek di bagian pelipis dan juga tangannya, tapi tangan kecilnya juga mengalami patah tulang.Yoga yang malang harus menerima beberapa jahitan untuk menutup luka, dan akan segera dirujuk ke kota untuk penanganan selanjutnya. Setelah selesai dengan keterangannya, Dokter meminta Yotta segera melakukan pembayaran, karena sang adik sepertinya harus segera dipindahkan.Lembaran kertas administrasi yang hanya bisa dipandang pilu oleh si gadis muda, Yotta bersandar di tembok dingin sambil berusaha memikirkan sesuatu.Tidak ada tabungan yang dia miliki untuk membayar, tidak ada juga barang yang bisa dijual untuk di ganti dengan rupiah.Si gadis muda melangkah gontai, air mata yang tadi sudah mengering kembali jatuh.Langkah berat yang membawanya keluar dan bertemu dengan sang bibi, yang tengah menunggu bersama saudara kecilnya." Yo,
Desa Ranu Pani.Sudah hampir satu bulan sejak kepergian sang ibu, kehidupan keluarga kecil yang hanya berisikan Yotta dan si kembar semakin terasa sulit.Tidak banyak yang si gadis muda bisa harapkan saat ini, orang-orang yang memerlukan tenaganya juga tidak terlalu banyak.Dalam minggu ini si gadis muda hanya mengerjakan satu ladang, pekerjaan untuk membersihkan kebun seorang tetangga di yang tidak jauh dari rumahnya.Yotta, si gadis muda tengah sibuk membersihkan sisa rumput yang sudah di cabut ya sejak tadi pagi.Kegiatan yang terpaksa dihentikan ketika seseorang dari jauh berteriak memanggil namanya berulang kali dari kejauhan." Yotta!!! "" Yotta!!!! "" Yo!! "Seorang berlari menghampiri dirinya, dengan nafas berat memburu sambil terengah-engah." Ada apa bi? " tanya sang gadis." Yo, cepat pulang. Yoga mengalami kecelakaan dan sedang dibawa ke puskesmas, " ucap si wanita paruh
Di teras rumah Angga dan juga Yoga menghabiskan waktu membicarakan banyak hal sambil menunggu kedua gadis itu bersiap.Waktu berlalu, Yoga tengah asik bermain sebuah game dari ponsel milik Angga. Permainan yang harus terhenti ketika Yotta dan juga Yora kembali dengan tampilan yang sangat rapi, mengenakan pakaian yang lebih bagus dari biasanya.Yora tampil cantik dengan gaun yang kembang serta rambut lurus dan panjang yang dikepang dua.Sedangkan Yotta, tidak banyak berubah. Dia seperti biasa, tanpa riasan dan hanya baju sederhana yang yang menutupi hampir seluruh tubuhnya." Apa kita berangkat sekarang? " tanya Angga." Mmt, Iya. Aku harus memberikan ini ke pengepul sayur, " jawab Yotta, mengambil sayuran yang terletak tidak jauh di antara kedua pria itu." Baiklah, biar aku membantumu. " Angga mengambil karung yang tidak terlalu besar dari tangan sang gadis." . . . " Yotta membiarkan Angga melakukan apa yang diing
Desa Ranu PaniMatahari sudah mulai turun, petang akan segera menyapa dengan cahaya keemasan mewarnai cakrawala senja.Ketiga yatim piatu tampak sedang saling membantu mengerjakan pekerjaan rumah.Sang kakak tertua masih setia di kebun kecil yang mereka miliki, beberapa baris tanaman sayuran hijau yang di taman sang ibu beberapa bulan yang lalu sudah bisa dipanen.Sedangkan kedua si kembar tampak membantu sang kakak, Yora memanen kacang panjang yang tumbuh subur.Tidak jauh dari keduanya Yoga membantu untuk mencabut rumput-rumput liar yang tumbuh di sepanjang barisan sayur yang mereka tanam.Si sulung mengangkat pandangan pada langit yang sudah memerah, mereka terlalu hanyut dengan apa yang dikerjakan hingga tidak menyadari waktu berlalu begitu saja.Si gadis membawa hasil panen yang ditangannya, sesaat menatap lekat pada apa yang mereka hasilkan hari ini.Sebuah garis melengkung terukir di sudut bibir sang gadi
" Hmm lupakan itu, mari berpikir apa yang akan kau lakukan untuk kedua adikmu. "Angga melanjutkan kalimatnya, dengan meraih tubuh kecil si gadis duduk di sisinya." Kau benar, masalah lain sedang menunggu, " jawab Yotta, mengangkat pandangannya tertuju ke halaman rumah." Yo, kehidupan terus berjalan dan mereka sangat membutuhkan dirimu, " ucap Angga, mengikuti pandangan sang gadis." Menurutmu apa yang bisa aku lakukan, jika hanya menunggu seseorang datang untuk memintaku bekerja diladang tentu aku tidak akan bisa mengumpulkan uang, kau tau tidak setiap hari orang-orang membutuhkan tenaga bantuan, " balas Yotta, menoleh pada pria yang sudah banyak membantu." Hmm, Yo, apa kau tidak berniat untuk pergi ke kota? Disana mungkin kau bisa mendapatkan pekerjaan lain, " jawab Angga, mencoba memikirkan sesuatu untuk membantu." Tapi bagaimana dengan Yora dan Yoga, aku tidak mungkin meninggalkan mereka disini, " balas Yotta, kembali mem