Yo, sudah waktunya,” bisik Angga yang baru saja masuk keruangan itu.
Yotta dan kedua adiknya menyingkir, membiarkan orang-orang membawa tubuh kaku sang ibu untuk melewati proses lain sebelum dikuburkan.Setelah melewati rangkaian proses itu, bersama penduduk desa Yotta dan kedua adiknya berjalan menuju tempat peristirahatan terakhir sang ibu.Sebuah tempat pemakaman umum, dimana penduduk setempat dikuburkan menjadi tujuan mereka.Yotta melangkah gontai, dengan si kembar yang memegangi tangan kiri dan kanannya.Ketiganya berjalan beriringan, mengikuti orang-orang yang sedang membawa jasad sang ibu.Tidak lama mereka tiba, beberapa orang juga sudah menunggu di sana, tubuh sang ibu perlahan diturunkan.Sebuah lubang besar sudah menunggu, untuk menyambut tubuh wanita itu dalam tidur panjangnya.Yotta tidak lagi dapat menahan diri, ketika beberapa orang mulai turun untuk menanam tubuh ibunya.Gadis muda itu sekali lagi berteriak, ambruk di tanah dan merintih pilu, perlahan tubuh sang ibu sudah ditempatkan di tempatnya, rintihan terdengar semakin pilu, tidak hanya dari si sulung, si kembar juga tidak kalah histerisnya.Orang-orang juga sudah kembali naik, beberapa mencoba menenangkan ketiga saudara itu, satu persatu dari mereka mulai menimbun tanah, Yotta dan dan kedua adiknya menyingkir meratap pilu, dengan sangat terpaksa membiarkan tanah kuning itu menelan tubuh ibunya.Angga hanya bisa diam, tidak ada yang bisa dilakukan, pria itu hanya sesekali mengusap bahu gadis itu.Gundukan tanah kuning itu sudah sempurna, menelan tubuh sang ibu di dalam perutnya.Sebuah papan nama pemilik makam juga susah tertancap, sebuah papan bertuliskan nama seseorang wanita yang meninggal dengan cara yang cukup mengenaskan.Tidak ada yang tau apa yang seberapa terjadi, dia hanya ditemukan sudah tidak bernyawa begitu saja.Orang-orang satu persatu juga sudah mulai pergi, pemakaman yang tadinya ramai kini berangsur sepi.Meninggalkan Yotta bersaudara dan juga Angga, pria muda yang masih setia menemani sahabatnya.Angga menunggu ketiga saudara itu, membiarkan mereka sejenak menghabiskan waktu. Pria muda itu mundur sedikit menjauh, memberi waktu itu mereka melepaskan orang tuanya dalam duka.Dari kejauhan Angga bisa merasakan kesedihan yang dirasakan Yotta dan kedua adiknya, tapi dia sadar setiap yang bernyawa pasti akan pergi, semua orang akan mengalami kehilangan yang sama dengan cara yang berbeda-beda.Gadis itu adalah teman kecilnya, mereka pernah bersekolah di tempat yang sama, sekolahan yang saat ini juga di ditempati oleh si kembar.Sejak lulus dari sekolah dasar, Angga pindah ke kota, melanjutkan pendidikan dikota dan kembali sesekali.Kedatangannya kali ini dalam rangka acara mendaki bersama teman-temannya dari kota, tapi karena musibah yang di alami Yotta, Angga terpaksa tinggal dan membiarkan temannya naik tanpa dirinya.Di desa ini Yotta hanya memiliki bibi, adik kandung dari bu Retno yang juga seorang janda.Kehidupan mereka juga tidak jauh berbeda, tentu saja Angga merasa perlu membantu untuk sedikit meringankan beban teman kecilnya itu untuk proses pemakaman dan hal lainnya.Tidak terasa waktu sudah berlaku hampir satu jam lamanya, Yotta bersaudara masih tampak enggan meninggalkan pusara sang ibu.Angga merasa sudah waktunya mereka kembali, karena awan mendung sedikit membuatnya merasa khawatir."Yotta, cuaca sepertinya tidak bagus, bawa si kembar pulang.” Angga membuka mulutnya begitu tiba." . . . " Yotta diam, menoleh pada kedua adiknya."Kak, aku mau menemani ibu disini." Ucap Yoga."Tapi sayang, hujan akan segera turun. ayo kita pulang," ujar Yotta, mengusap butiran bening yang masih menggantung di pelupuk mata sang adik."Bukankah kau bilang aku harus menjaga semua orang,” jawab Yoga, air matanya kembali jatuh."Ibu disini sendiri, tidak ada siapapun bersamanya.” Anak kecil itu kembali melanjutkan kalimatnya.Wajah putih dengan pipi bulat itu semakin memerah, Yoga kembali menangis, membuat bulu mata panjang miliknya semakin tampak nyata." . . . " Yotta diam membisu, air mata kembali jatuh di pipinya."Yoga sayang, siapa bilang ibumu sendiri disini? Apa kau lihat di sekelilingmu? Disini mereka yang sudah meninggal berkumpul bersama," tutur Angga, mengusap kepala anak kecil yang sedang bersedih."Tapi ibu masih belum terbiasa, dia baru berada disini,” jawab si kecil." . . . " Angga tersenyum manis, dia tidak mengerti mengapa Yoga bisa berpikir seperti itu."Hmm, itulah kenapa kita harus meninggalkan tempat ini. Agar mereka bisa terbiasa bersama, besok aku akan membawamu kesini," bujuk Angga.Tidak lama tetesan air hujan jatuh satu persatu, membuat Yoga terpaksa mengikuti ajakan dari kedua orang dewasa itu.Yoga membuat perjanjian, bahwa besok Angga harus mengantarnya untuk mengunjungi sang ibu.Angga membuat janji dengan anak kecil itu, dan tidak lama mereka segera pergi.Langkah demi langkah yang semakin menjauh meninggalkan gundukan tanah kuning di kuburan yang bertabur bunga-bunga segar dari orang-orang yang datang.Angga membawa Yoga, sedangkan Yotta berjalan dibelakang keduanya dengan adik perempuannya.Tidak ada kata-kata yang keluar sepanjang perjalanan pulang, mereka membisu, duka atas kepergian sang ibu mengunci bibir Yotta bersaudara.Sebagai orang asing, Angga tentu tidak bisa banyak bertindak, dia juga ikut membisu hingga mereka semua tiba di gubuk tua.Rumah yang tadi ramai kini sudah sepi, hanya ada sang bibi yang sudah menunggu kedatangan mereka, begitu tiba di rumah sang bibi juga pamit undur diri.Sekarang hanya tinggal Yotta bersaudara dan juga Angga, si kembar diminta sang kakak untuk menunggu di didalam rumah.Keduanya mengikuti, karena tubuh kecil mereka juga membutuhkan waktu untuk beristirahat setelah semalaman tidak bisa memejamkan mata.Di teras gubuk tua itu, Yotta dan juga Angga duduk membisu._BersambungPertemuan yang seharusnya membuat kedua teman masa kecil itu berbahagia saat ini, tapi duka yang terjadi membuat pertemuan itu terasa berbeda.Angga tidak banyak bersuara, Yotta yang dikenalnya adalah sosok gadis yang sedikit tomboy, bukan dari penampilannya yang biasa saja melainkan apa yang dulu mereka lakukan bersama.Ketika Yotta kecil meskipun seorang perempuan, tapi dia cukup lincah memainkan segala permainan yang berhubungan dengan anak laki-laki.Yotta sangat lincah memanjat pohon, dia tidak akan takut sekalipun pohon yang tidak bercabang.Tapi gadis yang di hadapannya saat ini tampak berbeda, selain parasnya yang bertambah cantik, kepribadiannya juga sedikit berubah.Tidak ada lagi Yotta kecil yang tomboy, sekarang dia berubah menjadi gadis muda seperti pada umumnya.Terlebih saat ini, dengan kedua mata sembab itu semakin membuatnya tampak menjadi sosok gadis lemah dan lembut.Sosok yang begitu hangat dan penyayang dengan kedua adiknya, Angga tidak pernah berpikir waktu begit
Desa Ranu Pani.Dalam kehidupan, masalah datang pada seseorang kadang tidak mengenal waktu, seperti apa yang tengah di alami gadis muda yang kembali tertegun diam.Tubuhnya kembali membeku, setelah kehilangan sang ibu, sekali lagi kabar buruk datang menghampiri dirinya.Di dalam kertas itu juga ada perjanjian tentang gubuk tua dan sebidang tanah yang mereka tempati saat ini."Ibumu baru membayar satu kali, dan tidak lebih dari sepuluh juta. Sekarang bos sudah tidak bisa memberikan waktu untuk kalian, bayar sisa hutangnya atau segera pergi dari rumah ini dalam tiga hari." Salah satu dari mereka berbicara dengan nada tinggi dan mengancam.Gadis muda itu tertegun diam, dia sangat terguncang dengan apa yang baru saja didengarnya.Apa yang ada di hadapannya membuat si gadis begitu ketakutan, hingga tidak dapat merasakan seseorang sedang menggenggam tangannya saat ini."Hmm, kembali kesini dalam dua hari. Aku akan membayarnya,
Menyadari hari sudah petang, Yotta meminta kedua adiknya untuk membersihkan diri dan di ikuti oleh duanya.Sementara itu Yotta keluar menutup semua jendela dan pintu yang terbuka, gadis muda itu dengan enggan tapi tetap memaksa diri untuk membereskan rumah yang terlihat begitu berantakan.Waktu berlalu begitu cepat, si kembar juga sudah terlihat rapi, di rumah itu hanya ada sebuah televisi yang dapat menghibur mereka, tidak seperti anak-anak lain yang sibuk bermain ponsel, mereka tidak memiliki benda itu dirumah.Yotta masih sibuk merapikan rumah, adik laki-laki susah duduk manis di depan televisi, sedangkan Yora dia baru saja bergabung setelah membantu Yotta mencuci peralatan makan yang tadi mereka pakai.Sang ibu memang sudah mendidik mereka untuk mengerjakan pekerjaan rumah sejak kecil, Yora di usia sepuluh tahun, dia sudah bisa banyak membantu pekerjaan rumah.Menyapu dan mencuci piring biasanya akan dilakukan oleh gadis kecil itu, ta
Desa Ranu Pani.Si gadis muda melepas lelah setelah berkebun, membersihkan tanaman di sekitar rumahnya.Semua tanaman itu adalah bekal untuk mereka menyambung hidup, sambari menunggu seseorang datang untuk memerlukan tenaganya.Gadis cantik itu duduk di teras rumah, menatap jauh pada tanaman yang sedang berbunga.Pikirannya menerawang jauh mengingat ketika kedua orang tua masih ada bersamanya.Flashback OnBeberapa tahun yang lalu, keluarga kecil itu hanya terdiri dari seorang ayah, ibu dan Yotta, sedangkan si kembar belum ada ditengah-tengah mereka.Dulu mereka cukup berada, meskipun bukanlah orang yang kaya, tapi kehidupan mereka tidak seperti sekarang.Yotta yang saat itu baru masuk sekolah dasar, dikenal sebagai anak dari pengepul sayur.Sang ayah kala itu bekerja berkeliling kebun penduduk, membeli isi lahan yang yang ditanami berbagai hasil pertanian.Ketika masuk waktunya, sang ayah akan
Semoga semua berjalan lancar dan cepatlah kembali, " gumam bu Retno.Hari-hari yang dilalui keluarga kecil Pak Tejo, terus berlanjut ke arah yang lebih baik.Sedikit demi sedikit usaha yang mereka tekuni mulai menunjukan hasil, uang yang terkumpul sudah semakin banyak.Tidak lama lagi mereka bisa membeli mobil angkutan yang mereka inginkan, hari berganti waktu yang dinanti akhirnya tiba.Pak Tejo hari ini baru kembali dari kota, terlihat bu Retno dan sang putri sudah menanti pria itu kembali di teras rumah.Pria itu datang dengan wajah bahagia, menghampiri sang istri dan juga putri semata wayang yang sangat dirindukan."Ayah, apa semua dagangannya habis?" tanya Yotta, langkah kecilnya menghampiri pria yang baru saja tiba."Ya, itu berkat doamu. Semuanya habis terjual," jawab sang ayah, membawa putri kecil ke dalam pangkuannya."Itu artinya sebentar lagi kita bisa membeli mobil baru?" tanya putri kecil itu lagi.
Yotta dan sang suami memiliki kemiripan tidak hanya dari wajahnya, gadis itu memiliki karakter yang lugas, dia bisa terang-terangan menunjukan ekspresi yang ada dalam hatinya.Gadis kecil yang cukup polos, berbicara apa saja yang terbesit di dalam pikirannya, seorang anak kecil yang sudah menjadi obat untuk setiap lelah yang mengikuti perjuangan mereka.Yotta bintang kecil dalam keluarga, sosok periang dan lincah, tidak hanya itu dia juga gadis kecil yang rupawan.Banyak orang di kampung yang mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh sang putri.Bu Retno hanya bisa berharap, kehidupan yang baik akan mengiringi langkah sang putri kedepannya."Bu, siang ini aku akan ke ladang, sudah ada beberapa kebun yang harus dipanen." Pak Tejo berucap, pria itu mematikan mesin dan segera turun dari kendaraan barunya." . . . " Bu Retno, mengikuti sang suami turun dan masuk kedalam rumah.Dalam kebahagia
Mengandung bayi kembar, membuat perut bu Retno lebih besar dari kehamilan sebelumnya, tentu saja itu membuat geraknya menjadi terbatas.Beruntung Yotta adalah anak yang cukup bertanggung jawab, setelah pulang sekolah gadis kecil itu tidak lagi bermain, dia lebih sering menghabiskan waktu dirumah.Berjaga-jaga andai saja sang ibu membutuhkan dirinya."Bu, Apa setiap orang yang hamil kakinya menjadi besar seperti ini?" tanya Yotta, tangan kecilnya masih memijat dengan lembut."Iya, itu karena orang hamil tidak banyak bergerak, dan itu juga tanda jika waktu kelahiran sudah semakin dekat," jawab sang ibu menjelaskan pada putrinya."Benarkah? Apa adik-adikku akan keluar secepatnya?" tanya gadis kecil itu lagi."Iya, kau akan segera bertemu dengan mereka." Bu Retno mengangguk pelan." . . . " Yotta segera menghentikan kegiatannya, mengusap perut sang ibu dan kembali memberikan sebuah ciuman u
Bu Retno merebahkan diri dengan tangan yang sekali lagi bermain dengan ponsel yang menyala, berharap sang suami menghubungi dirinya.Pandangannya jauh menerawang pada sesuatu yang tidak terlihat di atas sana, kembali membawa bu Retno dalam lamunan tentang sang suami.Bersama pria itu, dirinya sudah melewati banyak kesusahan, berjuang dan bekerja hingga bisa hidup lebih nyaman.Terlebih akhir-akhir ini sang suami tampak sangat memaksakan diri, bu Retno masih mengingat dengan jelas apa yang selalu keluar dari bibir sang suami.Kalimat yang tidak henti-hentinya membicarakan tentang masa depan, sebuah rumah impian yang lebih besar mengingat sebentar lagi keluarga kecilnya akan kedatangan anggota baru.Terlebih saat mereka mengetahui bayi kembar yang akan lahir, adalah sepasang bayi laki-laki dan perempuan, tentu mereka harus menyiapkan ruangan terpisah nantinya.Meskipun masih memiliki banyak waktu hingga untuk si kembar tumbuh besar, tapi sang suami sudah berang