Eva terdiam sesaat, ada rasa takut dan khawatir yang menyelimuti perasaannya.'Bagaimana jika aku tidak langsung hamil setelah menikah dengan Mas Fatih? Apakah ibu akan memperlakukan aku sama seperti dia memperlakukan Wulan? Apa ibu juga akan meracuni ku?' Batin Eva was-was.'Ah, tidak-tidak! Itu tidak mungkin terjadi! Aku pasti langsung hamil, aku ini' kan sehat. Tidak punya penyakit apapun, aku yakin aku subur dan kandunganku juga sehat!' Gumamnya berusaha meyakinkan hatinya. 'Aku punya banyak uang, aku bisa melakukan segala cara untuk segera mendapat momongan dan memberikan ibu cucu! Aku bisa lakukan itu semua, aku tidak perlu khawatir,'"Eva? Kamu masih disana' kan?" suara Bu Ratna membuyarkan lamunan Eva. Dengan cepat gadis itu menjawab calon mertua yang masih berada dalam sambungan telepon."I-iya, Bu. Iya! Eva masih disini," sahutnya berusaha tetap tenang."Kamu bersiap saja! Tidak akan lama lagi impian kita tercapai," "Tapi, Bu–ibu yakin' Wulan akan minum racun yang ibu siap
"Ibu kenapa senyum-senyum gitu? Lagi sakit gigi ko kelihatannya seneng banget, aneh?" tanya Sarah saat melihat raut wajah ibunya tampak begitu bahagia dengan senyum kemenangan.Bu Ratna yang mendengar pertanyaan sang anak pun langsung terlihat kikuk, seketika ia pun mengelak dengan berbagai alasan."Aneh bagaimana maksud kamu? Ibu senyum itu nahan sakit! Masa iya ibu harus nangis-nangis kayak anak kecil? Lagi pula kalau ibu nangis, sakit giginya tambah berasa. Udah cepet ngebut! Ko malah diperlambat laju mobilnya?" sahut Bu Ratna menepuk bahu Sarah yang memang memperlambat laju kendaraannya. Sepertinya racun itu mulai bereaksi, tubuh Sarah berkeringat dingin. Wajahnya tampak pucat, ia merasakan sakit kepala yang begitu hebat. Terlebih sekujur tubuhnya mulai terasa panas. "Kamu kenapa' sih, Sar? Ayo di gas mobilnya!" "Kepala Sarah pusing, Bu! Perut Sarah juga sakit," ucapnya memegang perut dan memijat pelipis secara bersamaan."Kamu gak usah aneh-aneh, deh' Sar! Ini ditengah jalan l
"Ibu liat sendiri, Fatih. Wulan adalah orang yang terakhir berinteraksi dengan Sarah sebelum ia keracunan seperti ini. Lantas siapa lagi pelakunya jika bukan istrimu itu?""Ibu jangan bicara seperti itu. Itu namanya ibu memfitnah Wulan! Walaupun Wulan adalah orang terakhir yang berinteraksi dengan Mbak Sarah, tapi bukan berarti dia pelakunya,""Terus saja kamu bela perempuan itu, Fatih! Kamu tidak tau bagaimana sifat aslinya Wulan. Dia bukan wanita baik-baik seperti yang kamu kira. Ibu lihat sendiri Wulan tersenyum puas di depan kulkas sambil memegang botol air minum yang tinggal setengah, ibu yakin, Sarah keracunan setelah minum air itu! Kalau kamu tidak percaya, kamu tanya saja pada istrimu itu. Siapa yang menaruh air itu di dalam kulkas, dan siapa pemiliknya!" terang Bu Ratna penuh kebohongan. Ia sengaja mengarang cerita agar Fatih percaya dengan ucapannya.Fatih terdiam sambil memegang pelipisnya, bingung. Itu yang ia rasakan saat ini. Iya yakin istrinya tidak mungkin melakukan ha
"Maksud kamu apa, Mas? Siapa yang meracuni Mbak Sarah? Demi Tuhan, Mas. Wulan tidak melakukan apa-apa! Kamu jangan salah sangka dulu, aku juga baru tau jika Mbak Sarah masuk rumah sakit!" "Sudahlah, Wulan. Jangan membuat kebohongan baru! Mas sudah tau semuanya, Mas kecewa sama kamu Wulan!" ucapnya berlalu meninggalkan meja makan."Mas tunggu dulu! Jangan salah paham, Mas. Sumpah demi Tuhan bukan aku pelakunya, Mas. Kamu tau aku' kan, Mas? Aku tidak mungkin melakukan hal sejahat itu. Lagi pula untuk apa aku mencelakai orang sebaik Mbak Sarah? Dia satu-satunya keluargamu yang menghargai aku, dia yang selalu membela aku, jadi mana mungkin aku meracuni dia, Mas!" jelas Wulan panjang lebar berusaha meyakinkan suaminya."Sudahlah, Wulan. Lebih baik kamu jelaskan semua ini di hadapan ibu! Buat ibu percaya dengan kata-kata mu! Saat ini ibu benar-benar marah dan kesal, karena dia yakin bahwa kamulah pelakunya!" sahut Fatih tanpa menoleh ke arah istrinya. Ia mengambil kopernya kemudian bergegas
Fatih mengangguk, menyetujui usulan istrinya."Aku setuju dengan usulan Wulan! Dengan lapor polisi kita tidak akan lagi menduga-duga siapa pelakunya. Polisi akan dengan gampang mencari siapa penjahat yang sebenarnya,"Gawat! Jika sampai mereka lapor polisi, aku pasti akan ketahuan. Aku tidak boleh membiarkan ini terjadi, aku harus melarang mereka. Bagaimanapun juga, kasus ini tidak boleh melibatkan polisi. Gumam Bu Ratna dalam hati."I-ibu tidak setuju!" jawab Bu Ratna membuat Fatih terkejut."Lho, kenapa ibu tidak setuju? Bukannya usulan Wulan itu sangat bagus? Dengan lapor polisi semua urusan akan jelas dan cepat selesai! Kenapa ibu tidak setuju?"Wulan memicingkan matanya sambil tersenyum mengejek ke arah ibu mertuanya. Iya yakin bahwa ibu mertuanya sangatlah ketakutan dengan usulannya."Pokoknya ibu tidak setuju kalau kita berurusan dengan polisi saat ini! Coba kamu pikir' Fatih, jika kita berurusan dengan polisi, lantas siapa yang akan menjaga Kakakmu? Pikiran kita akan terbagi,
"Kenapa, Bu? Ibu terkejut liat Wulan ada disini?" tanya Wulan tersenyum mengejek. Matanya menatap lekat Bu Ratna dengan penuh intimidasi. Wanita paruh baya itu kikuk, ia benar-benar gelisah dan serba salah. Bagaimana jika semua percakapannya dengan Eva diadukan kepada Fatih? Bisa-bisa Fatih murka. Batin Bu Ratna was-was."Ka-kamu ngapain berdiri di situ? Ka-kamu sengaja menguping pembicaraan saya?" ucap Bu Ratna terbata. Badannya gemetar ketakutan, ia mendekap erat ponsel di genggamannya.Wulan melangkah mendekati ibu mertuanya lalu berbisik. "Ibu tidak usah khawatir, saya tidak akan memberitahu mas Fatih jika ibulah dalang di balik Mbak Sarah keracunan! Ibu santai saja, Wulan tidak akan tega melihat wanita paruh baya menghabiskan masa hidupnya di jeruji besi yang dingin. Apalagi jika ibu sampai satu sel dengan napi pembunuhan, Wulan tidak bisa bayangin bagaimana nasib ibu nantinya". "Ma-maksud kamu apa, Wulan? Kamu mau mengancam saya?""Lho? Siapa yang mengancam, ibu? Ibu ini terla
"Ibu! Pelan-pelan kalau makan, jadinya tersedak' kan. Ibu sih' keburu banget makan nya," ucap Sarah khawatir.Wulan yang saat itu berdiri tak jauh dari Bu Ratna pun segera mengambilkan air minum."Ini, Bu, minum dulu!" seru Wulan dengan satu botol air mineral di tangannya."Tidak usah! Saya bisa ambil sendiri!" ucap Bu Ratna menepisnya dengan kasar. Ia yang masih terus terbatuk itu pun segera membuka loker dan mencari air minum lainnya. Namun sepertinya ia kurang beruntung kali ini. Karena tak ada air lagi selain yang disodorkan oleh Wulan."Ya ampun, Ibu. Kenapa nyari susah' sih? Minum aja air yang dikasih Wulan itu. Lagian sama aja' ko, sama-sama air minum! Cepet minum, Bu. Dari pada tenggorokan ibu sakit kayak gitu," ujar Sarah menasehati.Dengan terpaksa wanita paruh baya itu pun menyambar air mineral di tangan Wulan dan langsung menenggaknya hingga ludes."Wulan keluar sebentar, ya' Mbak. Gak enak kalau telponan disini," ucap Wulan, ia pun keluar dari ruangan itu.Gawat! Jika sam
"Tidak biasanya Mas Fatih menyimpan obat di dalam mobilnya, lagi pula Mas Fatih tidak punya riwayat penyakit yang mengharuskannya minum obat tiap hari, lantas--obat apa ini?" hatinya dipenuhi banyak pertanyaan dan rasa penasaran."Aku harus mencari tau, obat apa ini. Dan kenapa obat ini ada disini," ucap Wulan bergegas memasukan obat itu ke dalam tasnya."Sayang, ko lama banget. Kamu baik-baik aja' kan?" ucap Fatih menghampiri Wulan yang hendak keluar dari mobil."Barusan ponselku jatuh ke kolong kursi, jadi aku harus cari dulu,""Oalah, mas kira kamu ketiduran di dalam mobil," ucapnya merangkul pundak istrinya. Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah.***Selesai mandi dan mengganti baju, Fatih pun bersiap untuk kembali ke rumah sakit. Sudah dua kali ibunya menelpon dan menyuruhnya untuk segera berangkat. Lagi pula tidak mungkin ia membiarkan ibunya menginap di rumah sakit seorang diri. "Lho, Mas, kamu gak makan malam dulu?" "Nggak kayaknya, Mas harus segera ke rumah sakit. Ibu nelp