Share

Umpatan Suamiku

#Pura_Pura_Rebahan

Part 2 : Umpatan Suamiku

Pukul 17.00, terdengar suara motor Mas Nizar di depan rumah, segera kusimpan ponsel baruku ke dalam sarung bantal lalu kembali rebahan dengan sambil mengawasi dua putriku yang sedang bermain boneka.

"S1al! Anji**!!" Terdengar umpatan khas suamiku saat ia masuk ke dalam rumah.

"Anak-anak, main bonekanya di kamar saja!" suruhku kepada Naffa dan Aisha, dua putriku yang sedang berumur 4 dan 3 tahun.

"Iya, Ma," jawab keduanya serempak sembari berlarian masuk ke dalam kamar.

Kutepikan bantal lusuh yang sarungnya sudah berubah warna menjadi kecoklatan karena tak pernah kucuci, biar yang lihat pada jijik sebelum menyentuhnya sebab isinya di dalamnya bisa bikin iler menetes.

Aku segera ke dapur dan memanaskan makanan yang kuempetkan di lemari bawah agar terhindar dari tatapan Mbak Mona, kakak iparku yang tinggal di sebelah rumah, yang selalu meminta semua lauk-pauk dengan dalih tak sempat masak soalnya dia pedagang online yang selalu sibuk, begitu katanya.

"Bedeb**, set**!!!" Pria berwajah mirip Salman Khan itu duduk di depan meja makan dengan tampang masam.

"Kenapa, Mas?" tanyaku dengan sambil meletakkan kopi di hadapannya.

Tanpa menjawab pertanyaanku, Mas Nizar langsung menyeruput kopinya dengan tanpa meniupnya lagi.

"Aggghh ... Anji**, bab*!!! Kenapa nggak bilang sih, Set**, kalau kopinya panas?" umpat kesal dengan sambil menyemburkan kopi dari mulutnya.

Aku sudah tak heran lagi dengan segala macam sumpah serapahnya itu, aku sudah kebal. Ia selalu melakukan ini jika sedang kesal.

"Mana pernah aku bikin kopi dingin, Mas, kamu 'kan sukanya emang kopi panas," jawabku pelan.

"Aku ini sedang kesal, Viona!" jawabnya dengan sambil mengambil nasi ke piringnya.

Aku hanya diam.

"Sudah di kantor aku dapat surat teguran, eh ... Pas tadi di depan malah dicegat Mama dan Kak Mona," ujar Mas Nizar dengan mulutnya yang kini sudah penuh nasi.

"Oh, ya?" Aku pura-pura merespon curhatannya.

"Mama mau minta uang buat bayar arisan, 'kan gil* kalau yang harus bayarin arisannya tiap bulannya itu aku! Kak Mona juga, selalu minta uang buat modal bisnis onlinenya sama aku, kan gil* aku terus yang memodalinya!!!" ujar Mas Nizar dengan kesal.

"Kasih ajalah, Mas, 'kan kasihan," jawabku dengan nada lembut.

"Emang kamu nggak apa-apa kalau uang gajiku bulan ini aku kasih Ibu dan Kak Mona?"

"Nggak apa-apa sih."

"Emang stokan uang belanjamu masih ada?"

"Alhamdulillah, stokan kesabaranku masih selalu full, Mas," jawab dengan mengelus dada, berpura-pura jadi istri ala udang terbang.

"Aagghh ... Kamu ini!" Dia melengos kesal lalu menyudahi makannya dan tak lupa mengebrak meja dengan kesal.

Aku hanya menahan senyum.

"Coba kamu itu kerja, Vio, seperti wanita karir begitu, 'kan gaji kita bisa double dan nggak cuma ngandalin aku aja!" Dia menatapku kesal.

"Aku cuma tamatan SMP, palingan cuma bisa jadi tukang cuci aja, Mas, mending jadi kaum rebahan aja deh, biar bisa ngurusin anak-anak," jawabku pelan.

"Rebahan melulu yang ada di kepalamu itu!" ketusnya sambil berlalu dari dapur.

Aku hanya tersenyum tipis sambil mengemaskan piring kotor bekas makanannya. Hanya di dunia haluku saja, aku bisa mengkhayal punya suami baik hati, romantis, penyayang serta kaya sebab suamiku jauh dari standar suami idaman tapi disyukuri saja, sebab dia sudah memberiku dua putri yang cantik.

Kami menikah tanpa cinta waktu itu, dikarenakan hutang ayahku kepada almarhum papa mertua yang kala itu berprofesi sebagai rentenir. Ayahku yang suka berjudi dan menumpuk hutang menjadikan aku sebagai barang jaminan, yang lalu dinikahi Mas Nizar yang kala itu baru selesai kuliah, sedang aku baru kelas XI SMA. Mas Nizar berumur 23 tahun, sedang aku kala itu berumur 17 tahun. Aku harus putus sekolah dan menikah dengan pria yang memiliki dua wajah, dengan keluarga dan teman-temannya dia bersikap sangat baik, sedang denganku kasarnya minta ampun.

***

Setelah Mas Nizar berangkat ke kantor, segera kumandikan dua putriku lalu menyuapi mereka makan. Kukeluarkan mainan dan menyuruh mereka bermain berdua.

Aku segera rebahan dengan sambil menatap layar ponsel dan bersiap menuangkan ide lewat cerita yang akan kuposting di dua aplikasi menulis. Cukup lama aku memikirkan cara untuk mencari uang tanpa modal dan hanya berbekal kehaluan saja, hanya menjadi seorang penulis jalan satu-satunya.

Menjadi penulis itu tidaklah mudah, apalagi bagiku yang hanya sekolah sampai kelas XI SMA saja yang pas selama pelajaran bahasa indonesia hanya suka curi-curi untuk makan kuaci dan jarang menyimak penjelasan guru. Awal bergabung di grup kepenulisan di f*, aku hanya menjadi penyimak selama dua bulan, hingga pada akhirnya memberanikan diri membuat tulisan juga.

Gaya kepenulisanku sangat hancur kala itu dan sempat mendapat bully dari para mastah di grup kepenulisan di f* itu. Sempat nangis berhari-hari di bilik termenung, sebab kalau nangis di depan suamiku takkan berani, bisa-bisa dimaki dengan segala jenis hewan yang ada di kebun binatang. Akan tetapi, aku tak putus asa karena kehaluanku ini harus tetap dituangkan. Hingga pada akhirnya aku sekolah lagi di Mbah goegle, belajar tata kepenulisan yang baik dan benar.

Setahun bergabung di dunia literasi, ilmuku semakin bertambah, apalagi semenjak memindahkan tulisanku ke aplikasi, itulah jalan rezeki yang dikirim Tuhan kepada kaum rebahan yang kalau menginginkan selembar daster saja harus menabung lima ribu rupiah sehari selama 2-3 bulan, tapi kini apa saja bisa kubeli dengan saldo yang kini ada puluhan juta sebagai royalti menulis selama empat bulan terakhir ini, yang kalau tak kubelikan ke ponsel dan perhiasan, jumlahnya sudah ratusan juta.

"Samuel Ataya" itulah nama penaku di f* dengan foto profil cowok ganteng. Bukan tanpa alasan aku begini, karena tak ada yang boleh tahu identitasku sebenarnya sebagai penulis. Fansku para emak-emak berdaster sebab mereka mengira aku cowok ganteng, tak masalah bagiku sebab tugas seorang penulis itu adalah menghibur lewat tulisan.

Jarang membalas komentar para readers, itulah trik untuk benaran dikira ganteng karena para emak-emak berdaster suka cowok yang cool, begitulah menurutku.

[Bang, bolehkah aku berpura-pura jadi pacarmu?]

Sebuah chat masuk lewat messanger, dengan foto profil gadis cantik. Adududuuu ... gubrak, hidupku memang penuh kepura-puraan. Ya udah, nggak usah dibalas saja, lanjut rebahan sambil menghalu jadi wanita kaya dengan tujuh pembantu lagi.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status