#Pura_Pura_Rebahan
Part 1 : Trik Jitu
“Vio sayang, menantu Mama yang cantik, kamu sedang apa?” Terdengar suara Mama mertua dari depan pintu.
Baru saja aku hendak bangkit dari posisi wuenak, Mama mertua sudah masuk ke ruang tengah, menautkan alisanya saat melihatku yang sedang rebahan di depan televisi. Aku menarik napas lega, untung saja aku sedang tak bermain ponsel mahal yang baru kubeli dua hari yang lalu itu, kalau nggak, bisa berabe.
“Eh, Mama, baru juga Vio mau ke depan bukain pintu,” ujarku sambil bangkit perlahan karena dua putriku sedang tertidur di samping.
“Hmm ... Vio, Mama mau bayar arisan ini, tapi uangnya kurang dua ratus ribu, pinjam uang kamu dong!” ujarnya tanpa basa-basi lagi.
“Mas Nizar cuma ngasih uang lima puluh ribu aja tadi pagi, Ma, dan itu pun udah habis buat belanja lauk pauk juga jajan anak-anak,” jawabku.
“Uang kamu aja kalau gitu, Mama cuma pinjam, entar kalau udah narik arisannya, dibalikin kok,” ujar wanita berhijab kuning itu dengan sambil menadahkan tangannya.
“Vio mana ada uang, Ma, tiap hari cuma rebahan aja begini. Mas Nizar juga cuma ngasih jatah 50ribu dan nggak pernah lebih, malahan kurang .... “ jawabku dengan pura-pura sedih.
“Agghh ... menantu payah kamu! Bisanya cuma rebahan saja sepanjang hari, coba cari kerja sambilan, 'kan enak!” ketusnya sambil membalik badan.
“Mau kerja apa, Ma? SMA aja nggak tamat, udah keburu diambil jadi penebus hutang dan dinikahi anaknya mama. Coba biarin dulu aku nyelesaikan sekolah dulu terus dikuliahin, 'kan bisa kerja kantoran,” oceh seakan kesal, namun dalam hati aku cekikikan.
Aku kembali rebahan saat memastikan Mama mertua telah menutup pintu dengan sangat keras, untung ada anak-anakku tak terbangun. Dasar, mertua bar-bar!
Sepuluh menit kemudian, baru saja aku hendak membalas komentar para fans, terdengar suara pintu diketuk.“Assalammualaikum, Mbak Vio .... “ Itu suara Tyas, tetangga depan rumah.
Dengan cepat, aku langsung menyembunyikannya ponsel ke dalam sarung bantal, kemudian beranjak ke depan pintu dan akan mempersilakan tamuku itu masuk.
“Waalaikumsalam, silakan masuk, Mbak Tyas,” sambutku kepadanya.
“Lagi ngapain siang-siang begini?” tanyanya sambil mengekor di belakangku.
Aku kembali ke ruang tengah, di mana posisiku tadi berada sebelum tamuku datang.
“Biasalah, Mbak, lagi rebahan,” jawabku sambil memangku bantal bersarung lecek namun banyak menyimpan harta karun itu.
“Rebahan melulu, nggak pusing kepala, apa?” tanyanya dengan menyapu segala penjuru rumah ini dengan ekor matanya.
“Habisnya mau ngapain lagi? Semua pekerjaan rumah udah beres, anak-anak juga lagi bobo siang,” jawabku sambil tersenyum tipis sambil mengubah chanel televisi di hadapan kami.
“Nggak mau nyari pekerjaan apa gitu? Barangkali aja bantuin suami nyari tambahan?” ocehnya lagi.
Aku menghela napas dan kembali tersenyum.
“Nggak, Mbak, anak-anak masih kecil, aku mau jadi ibu rumah tangga saja. Lagian ... SMA aja nggak tamat, mau jadi kaum rebahan aja deh,” jawabku santai.
“Eh, saya ke sini mau minta tolong sama Mbak Vio. Hmm ....” Wanita bertubuh subur ini terlihat menggaruk rambut ikal yang sepertinya banyak kutu.
Perasaanku jadi tak enak, kayaknya mau pinjem uang deh. Ya udah, aku pura-pura acuh aja, fokus pada sinetron di chanel Udang Terbang.
“Mbak Vio, aku mau pinjem uang. Kira-kira ada, gak? Cuma lima ratus ribu aja kok, buat bayar cicilan AC yang udah nunggak tiga bulan. Kalau suamiku udah ngirim uang, langsung kubayar,” ujarnya dengan raut memelas.
“Mana aku punya uang sebanyak itu, Mbak, wong aku cuma rebahan aja tiap hari. Uang belanja aja dijatah 50ribu aja sehari ama Mas Nizar. Maaf, ya, Mbak.” Aku menampakkan wajah sedih, karena tak bisa memberi bantuan.
“Hmm ... jadi gitu, ya? Kamu nggak mau ngasih pinjaman bukan karena hutangku yang 200ribu belum dibayar ‘kan?” Raut wajah wanita berdaster merah api itu mulai terlihat judes.
Aku menggeleng, lalu menjawab, “Salah satunya karena itu juga, tapi udah aku ikhlasin kok, jadi nggak usah dibayar lagi!”
Dengan raut wajah masam dan permisi lagi, Tyas bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu. Aku menghembuskan napas dan kembali rebahan lagi. Baru juga lima menit berlalu, terdengar lagi suara orang mengucap salam dari depan pintu.
“Waalaikumsalam, langsung masuk aja!” teriakku karena sudah mengenali si pemilik suara.
“Vio, kamu masak apa hari ini? Kakak nggak masak dan Mas Aldi mau makan, bagi makanan kamu, ya!” ujar Kakak Iparku, Mbak Mona, saudara tertuanya Mas Nizar.
“Maaf, Mbak, Vio nggak masak, dari pagi sampai sekarang cuma rebahan aja ini,” jawabku dengan posisi masih rebahan.
“Ah, dasar ipar payah kamu! Masak aja malas, kerjaan cuma rebahan aja!” ketusnya sambil memutar tubuh dan melangkah cepat menuju pintu.
Aku menahan senyum, sebab ini bukan hal yang pertama, aku capek dimintai ke masakan melulu. Udah gitu, minta nggak cukup dikit pula, ‘kan aku yang repot kudu masak lagi buat makan malam nanti. Pura-pura rebahan adalah cara yang sangat manjur untuk mengatasi mertua, tetangga dan ipar yang selama ini suka memanfaat kebaikan hati ini. Lima tahun lamanya merelakan diri menjadi ibu peri diantara para benalu itu, hingga pada akhirnya aku menyerah juga. Kini, tak ada yang boleh tahu kalau penghasilan bulananku puluhan juta, hanya dengan bermodal kehaluan, termasuk Mas Nizar yang pelit itu.
Bersambung ....
#Pura_Pura_RebahanPart 2 : Umpatan SuamikuPukul 17.00, terdengar suara motor Mas Nizar di depan rumah, segera kusimpan ponsel baruku ke dalam sarung bantal lalu kembali rebahan dengan sambil mengawasi dua putriku yang sedang bermain boneka."S1al! Anji**!!" Terdengar umpatan khas suamiku saat ia masuk ke dalam rumah."Anak-anak, main bonekanya di kamar saja!" suruhku kepada Naffa dan Aisha, dua putriku yang sedang berumur 4 dan 3 tahun."Iya, Ma," jawab keduanya serempak sembari berlarian masuk ke dalam kamar.Kutepikan bantal lusuh yang sarungnya sudah berubah warna menjadi kecoklatan karena tak pernah kucuci, biar yang lihat pada jijik sebelum menyentuhnya sebab isinya di dalamnya bisa bikin iler menetes.Aku segera ke dapur dan memanaskan makanan yang kuempetkan di lemari bawah agar terhindar dari tatapan Mbak Mona, kakak iparku yang tinggal di sebelah rumah, yang selalu meminta semua lauk-pauk dengan dalih tak sempat masak soalnya dia pedagang online yang selalu sibuk, begitu ka
#Pura_Pura_RebahanPart 3 : Menghalu Sambil RebahanMenjelang siang, aku sudah selesai mengerjakan pekerjaan rumah juga menyuapi dua putriku makan. Sebelum menghalu, sholat zuhur dulu biar makin tamvan, eh! Aku memukul pelan bibir sexi ini, karena berpura-pura jadi cowok tampan di fb, aku jadi terbawa-bawa ke dunia nyata istilah itu. Abang Tamvan, itulah gelaran para fansku yang dari golongan emak-emak berdater itu. Aku sih enjoy aja mau dipanggil apa aja, asalkan mereka tetap menyukai cerita yang kubuat dengan tema-tema ringan itu.Beberapa judul cerbungku yang mendapat like ribuan yaitu Suamiku Pelit Na’adzubillah, Ibu Mertuaku Masyaallah, Ipar Tukang Minta, Tetangga Istimewa, Resiko Orang Tampan, Istri Ke-7 Ceo Tampan. Nah, dua judul terakhir itu yang paling laris, likenya 10k membuatku jungkir-balik kesenangan dan pas aku pindahin ke aplikasi, yang buka gembok sehari bisa 1k. Uwoww ... banget ‘kan, dari dua cerbung terakhir itulah para readers menganggapku benaran tampan. Bukan ma
#Pura_Pura_RebahanPart 4 : Ponsel Bu RTDengan menahan debaran di dada, aku masuk ke dalam rumah. Anak-anak langsung kusuruh masuk ke kamarnya, agar tak mendengar umpat-umpatan yang akan keluar dari mulut papanya yang saat pasti tanduk dan taringnya sudah keluar pastinya. Eh, ini bukan cerita fantasi tapi cerita komedi. Pletakkk ... aku menampar pelan kedua pipi, berharap suamiku itu berubah menjadi pangeran peyayang yang tak punya urat marah.“Hmm ... Mas, ini ponsel Bu RT yang ketinggalan waktu dia numpang bobo siang di sini,” ujarku dengan sambil meraih ponsel itu.Syukurlah ... hartaku hasil menghalu masih tergeletak di atas bantal ajaib ini, aku memeluknya dengan gugup karena mata Mas Nizar menatapku tajam, setajam belati buat bunuh diri, eh!“Bu RT ... mau rebahan di atas bantal bau jigong begitu?!” Pria berkulit sawo matang memicing matanya, menatapku tak percaya.“Iya, Mas, karena bau jigong itu ... makanya dia bisa sampai ketinggalan hape, ya udah aku mau balikin ponsel Bu R
#Pura_Pura_RebahanPart 5 : Memanjakan Diri“Bu, ini uang untuk bayar bill makanan, aku tunggu di taxi, ya!” ujarku kepada Desi, baby sitters sewaanku seraya memalingkan pandangan dari pria yang sudah bangkit dari kursinya dan kini sudah melangkah ke arah kami.Desi menganggukkan kepala, dengan cepat aku langsung menggendong Aisha dan menggandeng tangan Naffa untuk menuju pintu keluar, sebelum Mas Nizar alias Tuan Kreb membongkar penyamaranku. Aku gagal jadi artis, karena belum bisa berakting di depan dia. Sesekali, aku menoleh ke belakang dan terlihat Mas Nizar menabrak waiters yang sedang membawa minuman, dan dia kerepotan dengan kemejanya yang basah. Aku bersyukur dalam hati karena mendapatkan kesempatan untuk menghilang.Dengan napas yang ngos-ngosan, aku masuk ke dalam taxi yang sudah kusewa untuk seharian ini. Duh, kok bisa satu restoran begini sih, untung saja makanan kami sudah habis, kalau nggak ‘kan bisa mubajir, mana jarang-jarang suka bisa makan mewah begini. Kalo ngarapin
#Pura_Pura_RebahanPart 6 : Kakak Ipar Ajaib“Viooo ... kok di atas meja makan kosong melompong begini sih?” teriak Mas Nizar dari arah dapur.Aku segera beranjak menuju dapur, dengan daster bolong-bolong yang terasa semakin enak untuk dipakai dari pada pakaian mewah tadi saat aku berperan jadi Vaulina, lebih enak jadi Viona Si Kang Rebahan sekalian kang halu.“Apa, Mas?” tanyaku lemah lembut saat melihat wajahnya yang terlihat merah padam.“Aku mau makan malam tapi kok nggak ada makanan begini?” Matanya membelalak seakan siap menelanku hidup-hidup.“Maaf, Mas, berasnya habis dan kamu juga nggak ada ngasih uang belanja tadi pagi,” jawabku berpura-pura menjadi istri yang lemah ala sinetron chanel udang terbang.“Terus ... kamu dan anak-anak makan apa? Kamu nggak sengaja memang mau bikin aku kelaparan ‘kan?” Nada bicaranya masih meninggi.“Aku dan anak-anak makan nasi bekas tadi malam, dibikin nasi goreng, ‘kan kata Mas makan sisa makanan yang ada dulu karena Mas tak ada uang kecil buat
#Pura_Pura_RebahanPart 7 : Ide Gila Tuan Kreb‘Braaakk!!!’Terdengar suara pintu terbuka lalu ditutup dengan sangat keras, alias dibanting. Aku hanya melengos dan sudah tahu pelakunya itu, siapa lagi kalau bukan suamiku, Si Tuan Kreb alias Muhammad Nizar Iskandar, SE. Aku yang sedang rebahan di depan televisi tetap anteng saja dengan menatap sinetron chanel udang terbang, dua putriku sedang bermain boneka di kamar.“Sia1!!! Otak udang!” umpatnya sambil berlalu melewatiku yang sedang berpura-pura konsentrasi dengan tontonanku.“Vio, kopiku mana?!” teriaknya dari arah dapur.Aku bergegas bangkit dan menghampirinya yang sedang duduk di depan meja makan. Mataku langsung menyisir meja sebab kopi milik Mas Nizar sudah kusiapkan sejak dari lima menit yang lalu, dari sebelum ia nyampai rumah.“Itu, ada di depan, Mas,” ujarku dengan menunjuk gelas kopi di hadapannya.Untung saja aku ini sedang berperan jadi istri sok baik, andai berperan jadi istri bar-bar ... mungkin sudah kuguyur dia dengan
#Pura_Pura_RebahanPart 8 : Pura-Pura NgambekSudah dua hari sejak Mas Nizar mengutarakan keinginannya untuk nikah lagi demi menguasai uang gaji si manager janda itu, aku tak mau menyapanya. Setiap dia pulang kerja, aku selalu masuk kamar, walau kopi dan makanan tetap kusiapkan untuknya. Aku lagi pura-pura ngambek ini, pengen dibujuk ama Si Tuan Kreb.‘Drrttt’Ponsel jadul itu bergetar, ada sebuah sms yang masuk. Ya elah, hari gini masih aja smsan, padahal udah jamannya WhatsApp, dasar suami pelit padahal dia aja punya ponsel bagus, masa dia nggak mau beliin aku ponsel yang layak? Aku melengos kesal, walau sebenarnya aku juga udah punya ponsel baru yang lebih mahal dan bagus dari punyanya.[Viona, maafkan aku. Keluarlah dari kamar, ada sesuatu yang mau kubicarakan denganmu!]Itulah isi sms dari Si Tuan Kreb.[Apa?]Kubalas pesannya walau tanpa pulsa, biar saja beban sms ini akan dibayarkan oleh pulsanya.[Aku minta maaf, yang kemarin cuma kalau kamu setuju saja. Jangan marah lagi, bai
#Pura_Pura_RebahanPart 9 : Tunggakan Cicilan BankSetelah ponsel jadulku lowbet karena terus menelepon Mas Nizar tapi tak juga disambut, kaki ini kesemutan karena kelamaan berdiri, tubuh bentolan karena digerogoti nyamuk ganjen, Aisha tertidur di gendongan, sedang Naffa tertidur tengkurap di atas motor, barulah Mas Nizar keluar dari pintu restoran itu. Wajahnya terlihat sangat letih dengan keringatan bercucuran, seperti habis lari marathon saja.“Mas, ke mana aja sih kamu?” todongku dengan wajah perang, sambil garukan bentolan di sana-sini akibat serangan wabah nyamuk.Mas Nizar hanya melengos kesal dengan sambil menggendong Naffa, putri sulung kami, lalu menyuruhku naik ke motor duluan dan setelah itu mendudukan Naffa di depanku, dia langsung naik dengan memelukkan tangan Naffa ke pinggangnya. Suamiku mulai memacu motor menuju arah pulang.Sepanjang perjalanan, aku hampir sesak napas karena aroma tak sedap yang keluar dari tubuh suamiku itu, ih ... bau sekali.“Mas, kamu ngapain tad