Share

Pura-Pura Rebahan
Pura-Pura Rebahan
Author: Naffa Aisha

Trik Jitu

Author: Naffa Aisha
last update Last Updated: 2022-05-01 20:45:06

#Pura_Pura_Rebahan

Part 1 : Trik Jitu

“Vio sayang, menantu Mama yang cantik, kamu sedang apa?” Terdengar suara Mama mertua dari depan pintu.

Baru saja aku hendak bangkit dari posisi wuenak, Mama mertua sudah masuk ke ruang tengah, menautkan alisanya saat melihatku yang sedang rebahan di depan televisi. Aku menarik napas lega, untung saja aku sedang tak bermain ponsel mahal yang baru kubeli dua hari yang lalu itu, kalau nggak, bisa berabe.

“Eh, Mama, baru juga Vio mau ke depan bukain pintu,” ujarku sambil bangkit perlahan karena dua putriku sedang tertidur di samping.

“Hmm ... Vio, Mama mau bayar arisan ini, tapi uangnya kurang dua ratus ribu, pinjam uang kamu dong!” ujarnya tanpa basa-basi lagi.

“Mas Nizar cuma ngasih uang lima puluh ribu aja tadi pagi, Ma, dan itu pun udah habis buat belanja lauk pauk juga jajan anak-anak,” jawabku.

“Uang kamu aja kalau gitu, Mama cuma pinjam, entar kalau udah narik arisannya, dibalikin kok,” ujar wanita berhijab kuning itu dengan sambil menadahkan tangannya.

“Vio mana ada uang, Ma, tiap hari cuma rebahan aja begini. Mas Nizar juga cuma ngasih jatah 50ribu dan nggak pernah lebih, malahan kurang .... “ jawabku dengan pura-pura sedih.

“Agghh ... menantu payah kamu! Bisanya cuma rebahan saja sepanjang hari, coba cari kerja sambilan, 'kan enak!” ketusnya sambil membalik badan.

“Mau kerja apa, Ma? SMA aja nggak tamat, udah keburu diambil jadi penebus hutang dan dinikahi anaknya mama. Coba biarin dulu aku nyelesaikan sekolah dulu terus dikuliahin, 'kan bisa kerja kantoran,” oceh seakan kesal, namun dalam hati aku cekikikan.

Aku kembali rebahan saat memastikan Mama mertua telah menutup pintu dengan sangat keras, untung ada anak-anakku tak terbangun. Dasar, mertua bar-bar!

Sepuluh menit kemudian, baru saja aku hendak membalas komentar para fans, terdengar suara pintu diketuk.

“Assalammualaikum, Mbak Vio .... “ Itu suara Tyas, tetangga depan rumah.

Dengan cepat, aku langsung menyembunyikannya ponsel ke dalam sarung bantal, kemudian beranjak ke depan pintu dan akan mempersilakan tamuku itu masuk.

“Waalaikumsalam, silakan masuk, Mbak Tyas,” sambutku kepadanya.

“Lagi ngapain siang-siang begini?” tanyanya sambil mengekor di belakangku.

Aku kembali ke ruang tengah, di mana posisiku tadi berada sebelum tamuku datang.

“Biasalah, Mbak, lagi rebahan,” jawabku sambil memangku bantal bersarung lecek namun banyak menyimpan harta karun itu.

“Rebahan melulu, nggak pusing kepala, apa?” tanyanya dengan menyapu segala penjuru rumah ini dengan ekor matanya.

“Habisnya mau ngapain lagi? Semua pekerjaan rumah udah beres, anak-anak juga lagi bobo siang,” jawabku sambil tersenyum tipis sambil mengubah chanel televisi di hadapan kami.

“Nggak mau nyari pekerjaan apa gitu? Barangkali aja bantuin suami nyari tambahan?” ocehnya lagi.

Aku menghela napas dan kembali tersenyum.

“Nggak, Mbak, anak-anak masih kecil, aku mau jadi ibu rumah tangga saja. Lagian ... SMA aja nggak tamat, mau jadi kaum rebahan aja deh,” jawabku santai.

“Eh, saya ke sini mau minta tolong sama Mbak Vio. Hmm ....” Wanita bertubuh subur ini terlihat menggaruk rambut ikal yang sepertinya banyak kutu.

Perasaanku jadi tak enak, kayaknya mau pinjem uang deh. Ya udah, aku pura-pura acuh aja, fokus pada sinetron di chanel Udang Terbang.

“Mbak Vio, aku mau pinjem uang. Kira-kira ada, gak? Cuma lima ratus ribu aja kok, buat bayar cicilan AC yang udah nunggak tiga bulan. Kalau suamiku udah ngirim uang, langsung kubayar,” ujarnya dengan raut memelas.

“Mana aku punya uang sebanyak itu, Mbak, wong aku cuma rebahan aja tiap hari. Uang belanja aja dijatah 50ribu aja sehari ama Mas Nizar. Maaf, ya, Mbak.” Aku menampakkan wajah sedih, karena tak bisa memberi bantuan.

“Hmm ... jadi gitu, ya? Kamu nggak mau ngasih pinjaman bukan karena hutangku yang 200ribu belum dibayar ‘kan?” Raut wajah wanita berdaster merah api itu mulai terlihat judes.

Aku menggeleng, lalu menjawab, “Salah satunya karena itu juga, tapi udah aku ikhlasin kok, jadi nggak usah dibayar lagi!”

Dengan raut wajah masam dan permisi lagi, Tyas bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu. Aku menghembuskan napas dan kembali rebahan lagi. Baru juga lima menit berlalu, terdengar lagi suara orang mengucap salam dari depan pintu.

“Waalaikumsalam, langsung masuk aja!” teriakku karena sudah mengenali si pemilik suara.

“Vio, kamu masak apa hari ini? Kakak nggak masak dan Mas Aldi mau makan, bagi makanan kamu, ya!” ujar Kakak Iparku, Mbak Mona, saudara tertuanya Mas Nizar.

“Maaf, Mbak, Vio nggak masak, dari pagi sampai sekarang cuma rebahan aja ini,” jawabku dengan posisi masih rebahan.

“Ah, dasar ipar payah kamu! Masak aja malas, kerjaan cuma rebahan aja!” ketusnya sambil memutar tubuh dan melangkah cepat menuju pintu.

Aku menahan senyum, sebab ini bukan hal yang pertama, aku capek dimintai ke masakan melulu. Udah gitu, minta nggak cukup dikit pula, ‘kan aku yang repot kudu masak lagi buat makan malam nanti. Pura-pura rebahan adalah cara yang sangat manjur untuk mengatasi mertua, tetangga dan ipar yang selama ini suka memanfaat kebaikan hati ini. Lima tahun lamanya merelakan diri menjadi ibu peri diantara para benalu itu, hingga pada akhirnya aku menyerah juga. Kini, tak ada yang boleh tahu kalau penghasilan bulananku puluhan juta, hanya dengan bermodal kehaluan, termasuk Mas Nizar yang pelit itu.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pura-Pura Rebahan   Tamat

    Pura-pura RebahanBab 36 : TamatEh, panggilan videoku langsung tersambung padanya dan tampaklah si oppa dari layar pipih di tanganku. Aku beranjak dari tempat tidur lalu membuka pintu dan melangkah ke ruang tengah, soalnya takut anak-anak terbangun karena suara berisik teman kolab yang kini sudah menjadi teman main film.“Hay, Tante .... “ sapanya dengan selalu tebar senyum.Zidan terlihat sedang berbaring di tempat tidur, dan sendirian saja, tak ada siapa pun di sampingnya.“Ada kejutan apa besok? Jangan suka ngerjain, ya!” ujarku sambil duduk di atas kasur bulu depan tv.“Siapa juga yang mau ngerjain? Suka su’udzon aja nih tante-tante!” ejaknya.“Enaknya gue dibilang tante-tante, kalau dilihat dari umur ... masih mudaan elu om dari gue,” jawabku dengan mengerucutkan bibir.“Oh, ya?” Dia menahan senyum.“Iya!”“Besok aku minta fotocopy ktpnya deh biar percaya.” Dia menahan tawa.“Buat apaan? Jangan aneh-aneh deh, Om. Kasih tahu gak, besok itu ada apa? Apa Pak Mahmud mau ngontrak kit

  • Pura-Pura Rebahan   Ajakan Rujuk

    #Pura_Pura_RebahanPart 35 : Ajakan Rujuk“Nggak usah repot-repot, Mas, aku bisa kok menjaga Aisha. Tadi aku cuma panik aja, mau bawa dia sendiri ke rumah sakit, repot juga .... “ ujarku saat dia beranjak ke ruang tengah dan sok akrab dengan Naffa yang sedang menonton acara kartun di tv.“Ya sudah kalau gitu,” jawabnya dengan raut wajah yang berubah muram.Aku beranjak menuju dapur, lalu mulai memasak makanan untuk makan malam. Yang simple-simple saja, yang mudah dimasak dan nggak repot yaitu bikin sup dengan dicampur bulatan bakso, gitu aja soalnya Naffa suka. Kalau aku mah, apa aja dimakan, sandal jepit disaosin juga ludes.Aisha menolak untuk makan, dia hanya meminta mimik susu saja, sedangkan Naffa kini sedang makan dengan papanya di dapur sana. Mas Nizar kok pulang-pulang juga, ya? Sok baik banget dia. ***Pukul 20.00, Naffa sudah kusuruh untuk tidur di samping adiknya yang sudah terlelap sejak tadi, mungkin karena habis minum obat dia jadi selalu mengantuk. Mas Nizar masih terl

  • Pura-Pura Rebahan   Undangan dari Mantan

    #Pura_Pura_RebahanPart 34 : Undangan dari MantanRutinitas super sibuk pun dimulai, aku harus berlatih sungguh-sungguh agar aktingku tak banyak mengulang dan lancar sebab sudah seminggu ini aku menjalani syuting film perdana. Ternyata jadi artis itu capek, gaes, enakan aja rebahan sambil menghalu.Bu Desi sudah kukontrak selama sebulan menjadi pengasuh juga asisten rumah tangga karena anak-anak sudah akrab dengannya dan aku percaya dengannya. Dia juga menerima pekerjaan itu dengan senang hati.Yang bikin tak tenang itu, kini setiap waktu aku selalu bersama Zidan dan beradegan mesra karena kami sedang berakting jadi suami istri. Berat godaannya, gaes, kalo nggak karena aku mau jadi artis, aku nggak akan kuat selalu bersama dan baper sepanjang waktu. Mana dia makin sok perhatian lagi, ‘kan jadi bikin ngenes karena pastinya aku cuma di-php doang soalnya doi udah punya Maemunah, eh istrinya bernama Maemunah. Isshh ... bibit pelakor seakan mulai berakar saja. Ups!“Tante, ayo makan dulu.

  • Pura-Pura Rebahan   Artis Dadakan

    #Pura_Pura_RebahanPart 33 : Artis Dadakan[Selamat siang Mas Zidan, kami sudah melakukan casting kepada beberapa calon pemeran film kita, tapi kayaknya belum ketemu juga karakter yang cocok untuk pemeran Hana dan Alwinya. Gimana kalau Mas Zidan dan Mbak Viona saja yang memerankan tokoh ini? Soalnya ‘kan kalian penulis cerita ini, jadi pasti mendalami sekali karakternya.]Zidan mengirimkan sebuah chat yang ia teruskan kepadaku.[Itu chat dari Pak Mahmud, Penerbit sekaligus produser Cahaya Media. Gimana, menurutmu, Tan?]Aku melongo dan membaca chat itu hingga sepuluh kali, maklum, otakku yang hanya tamatan SMP ini agak lemot untuk memahami sesuatu yang kaya makna seperti ini. Melihat chatnya hanya kubaca tanpa dibalas, eh Si Oppa malah video call. Duh, bikin hidup tak tenang aja nih orang. Mana tampangku sedang kusut lagi soalnya baru bangun tidur siang.Rencananya cuma mau ngelon Aisha dan Naffa saja, tahunya aku yang malah tidur sedang kedua bocil itu meninggalkanku untuk main di ru

  • Pura-Pura Rebahan   Klarifikasi Samuel Ataya

    #Pura_Pura_RebahanPart 32 : Klarifikasi Samuel Ataya[Tante, sore nanti kita diundang ke salah satu acara di stasiun televisi. Mereka ingin berbincang-bincang tentang Novel kita yang sudah laku 2000 eksemplar hanya dalam kurun waktu satu bulan, serta tentang film yang diangkat dari novel kita yang akan tayang bulan Juli mendatang.]Sebuah chat dari Zidan kembali menyejukan hati sekaligus mendebarkan juga. Ya Tuhan, Viona Adella akan masuk tv, duh ... jadi berdebar-debar deh. Debarannya lebih keras saat sedang di dekatnya. Isshh ... aku benci perasaan ini. Aku bukan janda gatel, ya, gaes, tapi janda kaya, amin.Belum sempat membalas chat, dia malah menelepon. ‘Kan, nih oppa yang tak hentinya tebar pesona. Nggak tahu aja dia, kalau teman kolabnya ini lemah iman jika di dekatnya. Aku ‘kan nggak mau jadi pelakor.“Assalammualaikum, Tante.” Suara gantengnya kembali terdengar di layar pipih ini.“Waalaikumsalam. Ada apa?” tanyaku pura-pura bego.“Udah baca chat aku ‘kan? Acaranya pukul 16.

  • Pura-Pura Rebahan   Segera Difilmkan

    #Pura_Pura_RebahanPart 31 : Segera DifilmkanHingga sore, Mas Nizar belum datang juga untuk mengembalikan anak-anak. Chatku juga hanya ia baca tanpa dibalas, ditelepon pun tak diangkat. Apa maksudnya, coba? Dia takkan mengambil Naffa dan Aisha ‘kan? Hati jadi bimbang. Sebenarnya waktu di saat anak-anak sedang tak ada begini, bisa kumanfaatkan untuk menulis tapi aku malah tak bisa berpikir dengan santai dalam keadaan resah begini. Mood nulis juga ambyar sebelum dua putriku kembali ke rumah.Taklama kemudian, terdengar deru mobil di depan rumah dan aku langsung berlari menuju pintu lalu membukanya. Terlihatlah sebuah mobil merah di depan sana dengan seorang wanita yang turun dengan menggandeng dua putriku. Aku langsung melangkah turun dan mengambil Naffa dan Aisha darinya.“Mas mana Nizar mana? Kok bukan dia yang mengantar anak-anak pulang?” tanyaku kepada wanita dengan tubuh ideal namun berwajah tua itu.“Mas Nizar sedang sibuk, maaf ya,” jawabnya dengan senyum ramah.“Bilang Mas Niza

  • Pura-Pura Rebahan   Oppa Meresahkan

    #Pura_Pura_RebahanPart 30 : Oppa MeresahkanPonsel di tanganku berdering, mau tak mau aktifitas menari-nari ala penari balet ini terhenti mesti dua putriku masih tetap berputar-putar dengan sambil berpegangan tangan. Eh, ini Zidan. Kulihat nama teman kolabku itu terpampang di depan layarnya. Aku duduk di sofa dengan untuk mengontrol pernapasan yang kini jadi ngos-ngosan.“Hmm ... Assalammualaikum,” ucapku. “Waalaikumsalam. Tante kok nggak balas chat sih?” Terdengar suara gantengnya dari benda pipih yang kutempelkan ke telinga.“Ini baru mau balas,” jawabku dengan masih berbunga-bunga, membayangkan sebentar lagi bakalan bisa meluk Zidan, eh bukan! Meluk karya sendiri alias novel cetak perdanaku, walau bikinnya kolab ma dia.“Tante bisa ‘kan? Nanti pukul 15.30 aku jemput, anak-anak dibawa saja. Oke, Tante?”“Oke, Om, siap!” jawabku bersemangat.“Ya sudah kalau gitu, sampai jumpa nanti sore. Assalammualaikum .... “ Suaranya terdengar makin ganteng aja.“Waalaikumsalam.” Aku mengakhiri

  • Pura-Pura Rebahan   Kontrak Novel Kolaborasi

    #Pura_Pura_RebahanPart 29 : Kontrak Novel Kolaborasi“Tante, rumahnya di sini sekarang?” tanya pria berjas hitam itu, dia masih suka sok akrab saja dan seolah-olah aku ini udah tante-tante saja padahal masih muda gini. Kalau dipakaikan seragam SMA, aku bakalan terlihat sebagai anak sekolahan malah.“Hay, Om-om .... “ Naffa malah melambaikan tangannya kepada pria berwajah ala oppa itu.“Hay!” Dia makin sok akrab saat putri tertuaku itu menyapanya.Naffa dan Aisha terus berputar-putar dengan sepedanya di halaman rumah, aku mengerucutkan bibir sembari menghampiri dia, sang teman kolab alias oppa alias Zidan Rizaldi.“Hay, Tante, makin cakep aja. Nggak terasa, kita udah lama nggak ketemu dan pas ketemu ... Eh, malah satu kompleks begini,” ujarnya lagi.“Jadi, rumah kamu di sekitar sini juga?” Aku menatapnya sinis.“Iya, rumah paling ujung. Ayok, main-main ke rumah!” Dia semakin sok ramah.“Hmm ... entar dikira pelakor oleh istrimu pula kalo gue ke rumah lo bawa anak-anak.” Aku memutar bo

  • Pura-Pura Rebahan   Masing-masing Sejuta

    #Pura_Pura_RebahanPart 28 : Masing-masing Satu JutaAku segera pulang ke rumah sebab tak mau meninggalkan Naffa dan Aisha terlalu lama, walau sudah ada Bu Desi yang menjaganya. Di kepalaku masih saja terbayang Mas Nizar dan wanita ini. Tega sekali dia, dada terasa nyeri. Semua ini sungguh mengganggu mood dalam menulis, walau cintaku terhadapnya tak terlalu dalam tapi aku tetap sakit hati karena dia mencampakkan kami hanya karena wanita kaya itu. Kuhembuskan napas kasar dan berusaha menenangkan diri. Aku dan anak-anak akan baik-baik saja tanpamu, Tuan Crab. Kusapu buliran air mata yang kembali berjatuhan. Ayolah Vio, berhentilah menjadi sosok lebay, kembalilah menjadi wanita jenaka yang akan segera melupakan segala permasalahan dan mengukir senyum di wajah. Aku mensugesti diri. Kutatap dua putriku yang sedang tertidur di kamar, aku tak apa menjadi janda, tapi aku kasihan dengan kedua putriku akan kehilangan papanya. Mama janji, kalian takkan kekurangan kasih sayang walau nanti hanya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status