Share

2. Si Tukang Selingkuh

"Oh, hai Tuan ….”

Kehadiran Bima di tengah pentingnya obrolan yang sedang Maudy lakukan dengan Bredy membuat dirinya mati kutu. Ia langsung mematikan panggilan dan mengalihkan perhatian Bima.

Dengan perasaan yang campur aduk, Maudy tetap mencoba mengalihkan pembicaraan. “Kukira kau sudah kembali. Apa Tuan ingin segelas cocktail?"

Bima segera menggeser posisi Maudy dan duduk di sebelahnya.

"Aku tanya apa yang sedang kau bicarakan dengan seseorang di telepon tadi? Jangan mengalihkan pembicaraan Maudy!"

"Ah itu .. saya hanya ingin memastikan jika perusahaan Tuan Bima memang terpercaya untuk dapat saya jadikan mitra," jawab Maudy dengan gugup. Ia tak tahu lagi harus menjawab apa kepada Bima.

"Apa maksudmu? Bukannya aku yang harus bertanya begitu? Memangnya, seberapa besar proyek yang kau tawarkan?" ucap Bima sambil tetap memandang lurus ke depan dengan wajah dingin.

Maudy meringis menahan emosi Bima yang mendadak muncul. Ia tidak tahu jika perkataannya dapat membuat Bima menjadi semarah ini.

Perlahan Maudy memegang tangan Bima dan mengelus punggungnya.

"Maafkan saya Tuan, saya hanya ...."

CUR.

Segelas iced americano milik Maudy meluncur cepat merembes ke pakaian yang dikenakannya.

Sedangkan Bima dengan senyum liciknya kemudian bangkit.

“Ikuti aku.”

Perasaan Maudy tidak enak. Terlebih, saat tahu Bima membawanya ke rumah laki-laki itu. Sesuatu yang buruk pasti menantinya.

Kendati begitu, ia tetap mengikuti Bima dari belakang dengan pakaian yang basah karena kopi tadi.

Terlihat Bima mulai duduk di sofa ruang tamunya, memanggil pelayan untuk mengganti pakaian Maudy.

"Bi ajak dia membersihkan diri dan berganti pakaian."

"Baik Tuan."

Maudy hanya mengikuti arahan si pelayan sambil menyiapkan diri untuk interogasi selanjutnya yang akan Bima lakukan padanya. Ia tahu Bima tak akan semudah itu percaya. Laki-laki itu cukup cerdik dan teliti, membuat Maudy harus memikirkan banyak cara untuk menutupi kebohongannya.

'Kenapa bibi itu hanya memberi baju ganti piyama?' batin Maudy semakin tak mengerti. ‘Apa strategiku salah?’

Ia kemudian berjalan perlahan menuju tempat Bima berada. Maudy merasa Bima memperlakukan dirinya bukan sebagai seorang yang dicintai namun hanya sebagai pemuas nafsu saja.

Dilihatnya Bima yang tengah asik pada layar ponselnya.

"Kau mau makan apa?"

"Emm, tidak usah, Tuan," jawab Maudy ragu-ragu takut salah ucap.

"Begitu? Jangan panggil aku Tuan lagi, mengerti?" Bima langsung melemparkan ponselnya dan beranjak memeluk Maudy. "Panggil aku Bima saja.”

Maudy hanya bisa mengangguk. "Baik."

Tanpa disangka sebuah lagu diputar pada ruangan itu. Nuansa yang semula sepi, kini berubah romantis. Bima memeluk pinggang kecilnya dan mengajaknya berdansa. Tak lupa kedua manik hitam bundar itu terus saja memandanginya lekat-lekat, membuat perasaan Maudy menjadi tidak enak.

Semakin ia menatap lama kedua bola mata Bima, semakin ia bisa merasakan kebencian yang suaminya rasakan pada laki-laki brengsek ini.

"Kenapa kau mengincarku?"

Hati Maudy mendadak berdetak kencang. Sebuah pertanyaan meluncur begitu saja dari mulut Bima. Membuatnya mati rasa seketika.

"Apa maksudmu?"

Pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan selalu membuat Bima kesal, dan Maudy menyadari itu. Mendadak Bima mengencangkan pelukannya pada pinggang Maudy dan hampir membuatnya sulit bernapas.

"Semua wanita yang mendekatiku pasti mempunyai tujuan tertentu, bukannya begitu? Aku rasa itu sudah bukan rahasia lagi."

Hati Maudy makin berdegup kencang, ia tidak ingin usahanya selama berbulan-bulan ini menjadi sia-sia hanya karena ia ketahuan secara konyol seperti ini.

"Aku hanya ingin perusahaanku bisa menjadi bagian dari Bimara Group, itu saja," jawab Maudy sambil berusaha mungkin terlihat tidak gugup.

"Pembohong!"

Tanpa Maudy sadari, kini Bima telah menggendongnya ke arah kamar utama. "Kau pasti mau mendapatkan lebih dari itu kan?" tanya Bima sambil membaringkan tubuh Maudy ke atas ranjang.

"Tidak, benar-benar hanya itu tujuanku, Bima."

Maudy yang tak bisa menatap lagi ke arah Bima itu langsung melemparkan pandang ke arah jam dinding mewah yang menempel pada sisi lemari.

"Hm .. tak masalah buatku. Lagipula kau cukup bisa memuaskanku, Maudy! Aku punya wanita lain yang ia bahkan tidak bisa bermain sepertimu."

Setelahnya, laki-laki itu kembali menjadikan Maudy alat pemuas nafsunya lagi dan lagi.

Ucapan yang dikatakan Bima agaknya bukan bualan semata. Sebab, baru saja Maudy selesai membersihkan badan, pintu kamar mandi yang ia gunakan tiba-tiba sulit dibuka.

“Berengs*k!” Maudy memaki pelan. Kemudian ia mencoba menggedor-gedor pintu yang terkunci dari dalam itu sekuat tenaga sembari meneriaki nama Bima. “Bima! Buka pintunya.” Namun, nihil. Tidak satu pun usahanya membuahkan respons.

Tidak lama kemudian, di saat ia mulai pasrah untuk terkurung seharian di kamar mandi … samar-samar ia mendengar sebuah suara seorang wanita yang membuat Maudy waspada memasang telinga.

“Bae, I miss you so much!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status