Bredy langsung bergegas menyembunyikan dirinya di balik pilar-pilar besar gedung perusahaan itu. Dirinya bersembunyi dari Bima dan juga istrinya yang berurutan melewatinya keluar dari gedung perusahaan."Apa yang sebenarnya terjadi? Apa aku melewatkan sesuatu? Lalu hal apa yang tidak aku ketahui selama ini?" gumam Bredy sambil terus berpikir keras, "apa Nyonya Maudy menyembunyikan sesuatu yang tidak aku ketahui? Karen pun?" lanjutnya.Sambil terus menerka, Bredy melanjutkan perjalanannya menuju tempat tujuan pertamanya hari ini. Di balik dirinya terdapat banyak pertanyaan yang belum menemukan jawaban dan ia sadar harus segera menemukan jawaban itu secepatnya.**Suasana rumah kala itu seperti sedang berada di dua dunia yang berbeda. Baik itu Maudy maupun Arga, keduanya kini membawa suasananya masing-masing. Keduanya sibuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini membebani jiwanya."Si brengs*k itu bilang jika ada perempuan yang memiliki tahi lalat di perutnya dan Mau
Pada lorong yang menghubungkan dua lantai di salah satu hotel mewah bintang lima, suara sepatu heels saling menyahut.Para petinggi perusahaan yang baru saja selesai dengan sebuah acara di ballroom hotel berbintang tersebut beberapa di antaranya memutuskan menginap. Tentu, ditemani seorang wanita dengan dress anggun, yang entah mereka adalah istri sah, selingkuhan, maupun wanita bayaran.Tak terkecuali Maudy yang tampak anggun dengan balutan mini dress warna mint kesukaannya. Sejak tadi hatinya berdegup tak keruan. Ia sangat gugup sekaligus takut karena ini pertama kalinya ia menemani mengenal Bima Anggara, CEO Bimara Group di hotel sejak pertama kali mengenal.Dari jauh terlihat sosok yang sejak tadi ia tunggu. Maudy pun langsung berteriak kecil sambil melambaikan tangannya."Tuan Bima!"Terlihat laki-laki parlente dengan setelan kemeja serta jam tangan mewah berjalan ke arah Maudy. Hanya barang branded yang menempel di tubuh laki-laki itu.Maudy merapatkan bibirnya, tak kuasa menaha
"Oh, hai Tuan ….”Kehadiran Bima di tengah pentingnya obrolan yang sedang Maudy lakukan dengan Bredy membuat dirinya mati kutu. Ia langsung mematikan panggilan dan mengalihkan perhatian Bima. Dengan perasaan yang campur aduk, Maudy tetap mencoba mengalihkan pembicaraan. “Kukira kau sudah kembali. Apa Tuan ingin segelas cocktail?"Bima segera menggeser posisi Maudy dan duduk di sebelahnya."Aku tanya apa yang sedang kau bicarakan dengan seseorang di telepon tadi? Jangan mengalihkan pembicaraan Maudy!""Ah itu .. saya hanya ingin memastikan jika perusahaan Tuan Bima memang terpercaya untuk dapat saya jadikan mitra," jawab Maudy dengan gugup. Ia tak tahu lagi harus menjawab apa kepada Bima."Apa maksudmu? Bukannya aku yang harus bertanya begitu? Memangnya, seberapa besar proyek yang kau tawarkan?" ucap Bima sambil tetap memandang lurus ke depan dengan wajah dingin.Maudy meringis menahan emosi Bima yang mendadak muncul. Ia tidak tahu jika perkataannya dapat membuat Bima menjadi semarah
“Siapa wanita itu?”Maudy menajamkan telinganya saat mendengar kalimat manja seorang wanita. Tidak lama, suara laki-laki yang Maudy tunggu kedatangannya sedari tadi terdengar. "Kenapa kembali secepat ini?" ‘Sial*an! Ke mana dia ketika aku memanggilnya?!’ Maudy menggerutu, tetapi masih mendengarkan percakapan dua orang di dalam kamar sana."Aku ini tunanganmu! Kenapa kau harus tanya seperti itu? Apa kau masih belum bisa mencintaiku?"Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si wanita membuat Maudy semakin jijik dengan Bima. Bagaimana bisa ia sudah bertunangan dan masih saja rakus untuk mendekati wanita lain?"Jelas aku masih belajar mencintaimu, Selly. Kau tahu kan, cinta pertamaku sudah mati sia-sia dan aku masih belum bisa melupakannya.""Selalu begitu jawabanmu! Bae ... aku kan lebih baik daripada wanita itu! Jelas-jelas aku lebih cantik!"Terdengar kekehan Bima yang hanya beberapa detik dan setelahnya suara itu digantikan oleh suara ciuman keduanya dan juga desahan yang berlarut cukup
‘Bima Anggara is calling ….’Sepanjang perjalanan, dering ponsel selalu menemaninya. Maudy sedikit kesal saat si brengsek itu berkali-kali mencoba menghubunginya.Ia berpikir untuk menghindari Bima dengan menonaktifkan ponselnya. Namun jarinya terhenti saat melihat pesan masuk dari Bima yang cukup mengagetkan.'Kenapa tidak menjawab teleponku? Kau mau kabur ke mana?' Hal itu membuat Maudy kaget dan tidak habis pikir. Ia setengah panik sambil terus memperhatikan sekitar, barangkali ada mata-mata yang mengikutinya sejak tadi."Karen .. apakah aku ketahuan? Kenapa si brengsek ini mengirimiku pesan seperti ini?"Si asisten akhirnya memberikan Maudy scarf untuk menutupi kepalanya. "Mungkin harus seperti ini dulu Nyonya, penampilan Nyonya sedikit terlalu mencolok." Karen berpikiran, rambut fuschia milik Maudy-lah yang membuat majikannya itu mudah sekali dikenali."Apa aku harus membalas pesannya?" tanya Maudy kepada Karen yang masih fokus mengemudikan mobil."Saya rasa Nyonya Maudy har
"Bi .. Bima?" Seketika ia menyesal setengah mati karena kebodohannya dengan terlalu menonjolkan diri. Laki-laki itu mengangguk santai, mengedik ke arah Maudy yang begitu shock melihatnya di Singapura. "Bagaimana kau bisa ada di sini, hm?"Maudy memikirkan banyak cara untuk menjawab pertanyaan Bima. Ia pun berpura-pura tidak terjadi hal apa pun selain hanya ingin pergi berlibur."Aku hanya ingin berlibur .. itu saja," pungkasnya singkat sambil berjalan keluar kafe diikuti oleh Bima."Lalu kenapa kau bisa berada di sini? Kau bukan sengaja mengikutiku kan, Tuan Bima?" Mata Maudy berusaha memberikan penekanan agar Bima tidak mencurigainya.Sayang sekali yang di hadapinya adalah Bima, manusia yang hampir tak memiliki perasaan itu."Kau terlalu percaya diri, Maudy.” Laki-laki itu terkekeh pelan sebelum melanjutkan kalimatnya.” Aku hanya mengikuti naluriku, dan voila … aku menemukanmu."Tanpa sadar keduanya telah berjalan menjauh dari keramaian. Maudy yang sadar ia telah terpancing ma
Tatapan intimidasi dari Bima itu cukup membuat Maudy panik. Ia bahkan tidak ingin rencananya gagal secepat ini.Dengan segera Maudy berusaha untuk memungut kertas itu lebih dulu. Ia seperti sedang berlomba dengan Bima yang terlihat akan mengambilnya juga."Bukan apa apa .. ini hanya surat dari salah satu brand langgananku," Maudy perlahan mulai meremas surat itu seperti sesuatu yang tak penting."Mereka memberiku voucher eksklusif," lanjutnya."Buang saja .. aku bisa membelikanmu apa pun. Kau mau apa? Chann*l, B*lgari, atau D*or? Katakan saja."Maudy menghempaskan napasnya lega. Ia tidak percaya jika Bima akan semudah itu percaya padanya."Oh bukan .. bukan begitu. Tapi ya .. ini tidak begitu penting juga. Omong-omong siapa wanita yang sangat kau kagumi itu?"Pertanyaan Maudy membuat Bima mendelik seketika. Sedari tadi laki-laki itu seperti sedang menahan diri untuk tidak bercerita lebih banyak. Namun wajah muramnya yang seperti matahari tenggelam itu lebih kentara dari apapun. Maudy
Maudy mematung seketika. Ia mendadak percaya jika Bima adalah seorang stalker handal. Bagaimana bisa ia selalu berada di tempat yang sama dengan Maudy?"Aku baru saja menjenguk temanku, lalu .. kenapa kamu ada di sini?" tanyanya sambil berjalan meninggalkan area depan ruangan suaminya. Maudy tidak boleh sampai ketahuan. Rencananya bisa hancur seketika jika laki-laki yang dibencinya ini tahu."Aku juga mengunjungi temanku, lalu ..."Belum selesai perkataan Bima, Maudy sudah berlalu dengan agak tergesa-gesa."Hey .. mau kemana? Tunggu aku!"Susah payah Maudy tetap mencoba untuk keluar dari are rumah sakit ini. Hal sekecil apa pun tidak boleh sampai ketahuan."Maaf aku sedang buru-buru untuk pulang.""Kau mau pulang ke Jakarta kan? Bagaimana kalau kamu pulang bersamaku?"Maudy melengos setengah kesal. Ia hampir tidak bisa menghindari Bima di manapun dirinya berada."Kau mau kabur lagi? Apa aku harus berbuat sesuatu untuk menghentikanmu? Akhir-akhir ini kamu terlihat mencurigakan."DEG.M