Share

BAB 36

last update Last Updated: 2025-10-12 23:49:26

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Joko bangkit berdiri. Ia tidak lagi memedulikan kelima preman yang terkapar itu. Dengan langkah tenang, ia berjalan ke sudut gang tempat ia meletakkan kantong kreseknya. Ia menyambar belanjaannya itu seolah tidak ada hal luar biasa yang baru saja terjadi.

Lalu, tanpa menoleh ke belakang, ia berjalan keluar dari gang buntu itu, melangkahi kaki salah seorang preman yang pingsan, dan kembali ke jalanan yang ramai

Lampu-lampu kota yang terang benderang menyambutnya, sama sekali tidak menyadari pertarungan brutal yang baru saja terjadi di dalam salah satu lorong gelapnya.

Saat ia tiba di depan warteg sedap rasa, ia melihat pemandangan yang tak terduga. Lampu di dalam warung masih menyala terang, dan pintu depannya sedikit terbuka. Padahal seharusnya warung sudah tutup dari beberapa jam yang lalu.

Jantungnya berdebar sedikit lebih kencang.

Apakah sesuatu terjadi?

Dengan hati-hati, ia mendorong pintu dan melangkah masuk.

Di dalam, ia melihat Bu Wati sedang
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pusaka Wasiat: Lahirnya Penguasa Baru!   Bab 80 Keturunan Kencana Sejati

    Joko membayar kopinya yang hampir tak tersentuh, mengucapkan terima kasih dengan linglung pada Pak Min (yang auranya masih hijau tenang), lalu berjalan menjauh. Ia butuh waktu untuk mencerna semua ini. Ia butuh tempat yang tenang, tempat yang familiar. Ia butuh pulang.Perjalanan kembali ke warteg terasa berbeda. Ia tidak lagi hanya melihat keramaian kota.Kini ia melihat lautan energi yang bergolak. Ia melihat kecemasan dalam aura merah para pengendara motor yang terjebak macet. Ia melihat kelelahan dalam aura abu-abu para pekerja yang pulang larut malam. Ia bahkan melihat secercah kebahagiaan dalam aura kuning cerah seorang pedagang gorengan yang dagangannya laris manis.Itu adalah sebuah pengalaman yang melelahkan secara mental. Ia mencoba untuk tidak terlalu memperhatikan, mencoba untuk mematikan ‘penglihatan’ barunya itu, namun ternyata tidak semudah itu.Aura-aura itu kini menjadi bagian dari realitasnya, suka atau tidak suka.Akhirnya, ia tiba kembali di gang kecil yang sudah t

  • Pusaka Wasiat: Lahirnya Penguasa Baru!   Bab 79 Gemerlap Aura

    Joko hanya tersenyum. “Kakek saya selalu bilang, kalau terkilir itu jangan langsung dipijat. Nanti malah tambah bengkak. Yang penting itu ‘dikembalikan’ dulu ke rumahnya. Setelah itu, baru diobati,” katanya, menggunakan analogi sederhana untuk menjelaskan sebuah keajaiban.Andrea tidak mengerti. Ia tidak peduli dengan penjelasannya. Yang ia tahu, rasa sakitnya hilang. Dan pemuda di hadapannya inilah yang melakukannya. Ia bukan sekadar OB. Ia bukan sekadar jagoan silat. Ia… sesuatu yang lain.Sesuatu yang belum pernah ia temui seumur hidupnya.Saat ia masih mencoba memproses semua itu, tirai bilik mereka tiba-tiba disingkap dengan kasar.“Andrea!”Sebuah suara yang penuh dengan kepanikan dan kelegaan memanggil namanya. Pak Sanusi berdiri di sana, napasnya terengah-engah, wajahnya pucat, dasinya sedikit miring. Di belakangnya, berdiri Pak Danu dan Ridwan dengan wajah yang sama cemasnya.Ia langsung berlari ke sisi ranjang putrinya. “Sayang! Kamu tidak apa-apa?! Apa yang sakit?! Katakan

  • Pusaka Wasiat: Lahirnya Penguasa Baru!   BAB 78 Kok Gak Sakit Lagi

    “Saya… saya hanya ingin melihat,” jawab Joko, kesulitan mencari kata-kata yang tepat.“Jangan,” kata Andrea cepat, ia menarik kembali selimutnya hingga menutupi kakinya. “Tidak usah. Nanti biar dokter saja yang periksa lagi.” Reaksinya adalah reaksi yang wajar. Seorang gadis muda, di ranjang rumah sakit, diminta oleh seorang pria asing untuk memperlihatkan pergelangan kakinya. Itu sangat tidak pantas.Joko tahu ia telah melewati batas. Tapi ia tidak bisa mundur. “Maaf, Non. Saya benar-benar tidak bermaksud kurang ajar,” katanya dengan cepat, tatapannya tulus dan penuh dengan penyesalan. “Di kampung saya dulu, almarhum kakek saya adalah seorang tukang urut. Beliau sering sekali mengobati orang yang terkilir atau salah urat. Saya sering melihatnya.”Itu adalah sebuah kebohongan yang dirangkai dari separuh kebenaran. Kakeknya memang terkadang membantu tetangga yang sakit pinggang, tapi ia bukan seorang ahli. Namun, alasan itu terdengar cukup masuk akal.“Saya hanya ingin melihat saja, No

  • Pusaka Wasiat: Lahirnya Penguasa Baru!   Bab 77 Keris itu Beraksi Lagi!

    “Saya tidak punya nomor pribadi beliau,” lanjut Joko. “Tapi, apa mungkin Mbak bisa tolong telepon ke nomor kantornya? Mbak bisa cari nomornya di internet. Bilang saja ini darurat, menyangkut putri beliau, Nona Andrea Sanusi, dan minta disambungkan langsung pada Bapak Sanusi. Bilang beliau diminta untuk segera datang ke UGD Rumah Sakit Kota.”Si petugas menatap Joko dengan curiga sejenak. Cerita ini terdengar seperti di sinetron. Tapi melihat penampilan Joko yang berantakan, dan keseriusan di matanya, ada sesuatu yang membuatnya percaya. Lagipula, jika ini bohong, risikonya ada pada pemuda ini, bukan padanya.“Baiklah,” kata si petugas akhirnya, ia meraih gagang telepon di mejanya. “Saya akan coba.”Joko hanya bisa menunggu dengan jantung berdebar saat si petugas dengan cekatan mencari nomor di komputernya, lalu mulai menekan serangkaian angka.Di saat yang bersamaan, di dalam ruang kerjanya yang kini porak-poranda, Sanusi Widjatmoko sedang berada di titik terendah dalam hidupnya.Satu

  • Pusaka Wasiat: Lahirnya Penguasa Baru!   Bab 76 Dia Putri Direktur

    Di dalam taksi, keheningan yang canggung menyelimuti mereka. Sang sopir sesekali masih melirik dari kaca spion.Andrea bersandar di jendela, matanya menatap kosong ke pemandangan kota yang sibuk, pikirannya masih kacau. Ia melirik ke arah Joko. Pemuda itu tidak menatapnya. Ia hanya menatap lurus ke luar jendela, wajahnya yang terpantul di kaca tampak begitu tenang, namun juga begitu lelah.Andrea memperhatikan lengan kemejanya yang robek, noda darah yang mulai mengering di sana. Pemuda ini terluka. Terluka karena melindunginya.Sebuah perasaan terima kasih yang begitu dalam membuncah di hatinya.Setelah perjalanan yang terasa seperti selamanya, taksi itu akhirnya tiba di depan lobi Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Kota. Bangunan besar berwarna putih itu tampak seperti sebuah benteng harapan.“Sudah sampai, Mas,” kata sang sopir.Tanpa membuang waktu, Joko membuka pintu. Ia menyerahkan selembar uang seratus ribuan pada sang sopir. “Ambil saja kembaliannya, Pak. Terima kasih banyak,” kata

  • Pusaka Wasiat: Lahirnya Penguasa Baru!   Bab 75 Tolong saya pak!

    Joko mencoba untuk sedikit menggeser tubuhnya, menciptakan jarak barang satu sentimeter pun. Namun ia tidak bisa. Bergerak sedikit saja berisiko menimbulkan suara. Ia terjebak, terkurung di antara ancaman nyata di jalanan dan sebuah ‘ancaman’ lain yang jauh lebih subtil namun sama mengganggunya.Ia bisa mendengar suara pintu mobil yang dibanting dari kejauhan, diikuti oleh teriakan-teriakan marah. Sepertinya mereka telah menemukan Bima, Leo, dan Guntur yang terkapar.Joko memaksa dirinya untuk kembali fokus. Ia memberanikan diri untuk mengintip lagi. Ia melihat beberapa orang berbadan tegap keluar dari jip, mereka tampak panik dan marah. Mereka melihat ke sekeliling, menyapu area itu dengan senter yang cahayanya menari-nari liar di antara pepohonan.Jantung Joko serasa berhenti berdetak saat salah satu sorot senter itu mengarah tepat ke pohon tempat mereka bersembunyi. Ia langsung menarik kepalanya, tubuhnya menekan lebih rapat ke arah Andrea. Andrea, yang merasakan gerakan tiba-tiba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status