Tawa ringan di kabin kapal roh baru saja mereda ketika suara tegas terdengar dari sudut lain. Bao Jie, murid keempat Tian Fan dan Master Aula Utara, menepuk meja dengan tangan terbuka. “Kakak pertama, kakak kedua, kakak ketiga, dan adik kelima, aku rasa sudah cukup bercanda. Aku senang melihat kalian gembira, tapi ingat, turnamen ini bukan sekadar permainan. Fokus kita adalah yang terpenting sekarang, tugas kita kali ini cukup berat, menentukan tidak hanya nama baik Sekte Putra Langit, tapi juga keselamatan diri masing-masing. Jangan sampai keseruan mengalahkan kewaspadaan.” Para murid menunduk sedikit, menyadari keseriusan kata-kata Bao Jie. Wu Lin Jia, Master Aula Timur, masih menahan senyum tipis. Bai Guan Xing, Master Aula Barat, menyeringai ringan, sementara Bao Zhang, Master Aula Selatan, tampak menelan tawa yang tersisa. Xiao Zi Ning, Master Aula Tengah, menunduk lebih dalam, wajahnya masih tersisa merah karena kejadian tadi. Di sudut kabin, sosok berdiri tenang, jubah panja
Pagi itu, halaman utama Sekte Putra Langit dipenuhi barisan murid dan tetua. Bendera sekte berkibar tinggi, sementara lonceng besar berdentang tiga kali sebagai tanda keberangkatan resmi. Di barisan paling depan berdiri tiga belas peserta yang terpilih, mengenakan jubah khusus dengan lambang naga langit di dada mereka. Aura mereka terpancar tegas, sebagian penuh percaya diri, sebagian lain menyimpan ketegangan. Di belakang mereka berdiri lima pendamping, para tetua dengan tatapan tajam yang seolah menembus hati setiap murid. Tian Fan berdiri di hadapan semua, langkahnya sederhana namun auranya membuat seluruh lapangan terdiam. Dengan suara tenang namun dalam, ia berkata, “Turnamen ini bukan sekadar pertarungan. Ini ujian nama baik sekte, dan ujian keberanian kalian. Bawalah kebanggaan Sekte Putra Langit ke hadapan dunia.” Sorak semangat terdengar dari murid-murid yang tidak ikut berangkat. Suasana semakin membara. Tepat saat para peserta hendak melangkah menuju artefak terbang, s
Turnamen Seribu Bintang tinggal beberapa hari lagi, namun di Lembah Putra Langit, setiap hari terasa penting. Latihan, strategi, dan kekompakan mulai terbentuk. Murid-murid semakin matang, siap menghadapi tantangan besar yang akan menentukan nasib sekte. Suasana lembah kini bukan hanya penuh latihan, tetapi juga tawa ringan, candaan, dan momen manja dari para istri Tian Fan, yang membuat sebulan latihan terasa lebih hangat dan bersemangat. Di akhir hari, saat matahari mulai merunduk ke barat, para master berkumpul sebentar. Wu Lin Jia menatap murid-muridnya, “Mereka sudah siap. Tinggal beberapa hal terakhir yang perlu diperkuat.” Bao Zhang menambahkan, “Keseimbangan energi, koordinasi, dan strategi individual. Itu kunci.” Bai Guan Xing tersenyum, “Dan jangan lupa, semangat kerja sama akan menentukan segalanya.” Xiao Zi Ning berdiri agak terpisah, matanya menatap Tian Fan sejenak. Ada ketegangan yang samar, campuran antara rasa hormat dan keanehan yang muncul setiap kali ia berada
Udara pagi Lembah Putra Langit dipenuhi semangat, kabut tipis memantulkan cahaya ke pepohonan dan paviliun. Tian Fan berdiri di aula utama, memandang murid-murid perwakilan yang sudah siap. “Mulai hari ini, kalian akan menjalani latihan intensif satu bulan penuh. Ingat, keselamatan dan kerja sama lebih penting dari kemenangan pribadi.” Para murid menunduk hormat, perasaan gugup bercampur antusiasme. Wu Lin Jia memimpin paviliun timur: “Ram Shi, Han Xiao, Duan Ming, siap!” Sam Shi memimpin paviliun selatan: “Sam Shi, Fei Rong, Qian Ya, bersiap!” Tam Shi memanggil paviliun utara: “Tam Shi, Shen Yue, Mei Zhu, maju!” Yam Shi memimpin paviliun barat: “Yam Shi, Qin Yue, Lu Jian, bersiap!” Begitu latihan dimulai, seluruh paviliun dibagi ke berbagai sesi. Pagi diisi latihan fisik dan bela diri. Ram Shi memimpin simulasi pertarungan, memastikan gerakan murid sempurna. Sam Shi mengasah formasi jiwa dan jimat jarak jauh, sementara Tam Shi menekankan taktik medan dan analisis musuh. Yam Shi mem
Sinar matahari siang menembus kabut tipis di Lembah Putra Langit, menghangatkan aula utama yang sebelumnya dipenuhi aura pagi. Ji Fei, Leng Yue, dan Kong Bai Ren berdiri di tengah aula, tiga sosok yang pagi tadi datang dengan energi memukau. Senyum hangat menghiasi wajah mereka saat menatap Tian Fan. “Saudara Tian, token undangan Turnamen Seribu Bintang ini akan memastikan partisipasi Sekte Putra Langit,” ucap Ji Fei sambil menyerahkan gulungan kecil bercahaya lembut. Leng Yue menambahkan dengan anggun, “Pastikan murid-murid kalian siap menghadapi tantangan. Persaingan di Kota Tianque akan keras, bahkan bagi sekte-sekte besar sekalipun.” Kong Bai Ren menepuk bahu Tian Fan dengan ringan, suaranya berat tapi tegas. “Semoga persiapan kalian matang. Ingat, keselamatan murid-murid adalah prioritas.” Tian Fan membalas senyum mereka. “Terima kasih atas perhatiannya. Kami akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya.” Setelah beberapa candaan ringan dan sapaan hangat, ketiga senior it
Tian Fan menatap Ji Fei, Leng Yue, dan Kong Bai Ren dengan tenang, senyum tipis masih terselip di wajahnya. “Para senior tidak perlu khawatir. Murid baru yang aku kirim tidak akan ikut bertarung. Ia hanya akan menjadi pendamping. Ini pertama kalinya Sekte Putra Langit berpartisipasi, dan aku tidak mau terjadi sesuatu pada murid-muridku.” Ji Fei mengangguk pelan, matanya bersinar penuh pengertian. “Tepat sekali, Saudara Tian. Keselamatan mereka tetap prioritas.” Leng Yue menambahkan, suaranya tenang namun jelas, “Kami juga memahami. Ini baru kali pertama sekte-sekte lain melihat Sekte Putra Langit. Tentu akan ada kejutan tersendiri.” Kong Bai Ren memandang Tian Fan sejenak sebelum menatap rekan-rekannya. “Berapa banyak murid yang akan kami kirimkan sebagai perwakilan? Jumlah ini akan menentukan keseimbangan kompetisi.” Ji Fei tersenyum tipis. “Sekte kami… akan mengirim sekitar lima belas murid.” Leng Yue mengangguk. “Sekte kami sedikit lebih banyak, sekitar tujuh belas murid. Semu