LOGINNamun keluarga Ruo jelas mengetahui latar belakang Tian Fan dengan sangat baik.
Kepala keluarga Ruo secara kebetulan mengenal Shu Tian Dao, karena mereka berasal dari desa yang sama. Sebelum memulai bisnis di kota Xia, Ruo Ding Dan muda tinggal di desa Sen Cang. Kakek dan Ayahnya hanyalah petani biasa. Begitu pula dengan Shu Tian Dao, Sejak kecil Ayahnya sudah meninggal. Ketika ia berumur 14 tahun, Ibunya juga meninggal, sejak itu selama setahun Shu Tian Dao hidup sebatang kara, kondisi ekonominya juga tidak cukup baik. Saat itu, Ruo Ding Dan adalah satu-satunya teman yang dia miliki dan selama setahun itu, Ding Dan sudah banyak membantu dirinya. Sejak saat itu Shu Tian Dao bertekad akan membalas kebaikan Ding Dan suatu hari nanti. Setahun kemudian Tian Dao bertemu dengan Mo Xing Sha. Tian Dao muda menemukan Petapa Xing Sha mengobati banyak warga desa yang saat itu terkena wabah penyakit. Tian Dao yang tertarik lalu mengikuti Sang Petapa, hingga akhirnya dia diangkat menjadi murid pertamanya. Setelah hari itu Tian Dao sudah Tidak terlihat di desa itu lagi. Sedangkan Ding Dan. Setelah berusia 20 tahun, ia merasa dirinya sudah dewasa, lalu dia memutuskan untuk pergi ke ibu kota Xia untuk bekerja dan memulai bisnis. Hingga akhirnya ia berhasil meraih kesuksesan. Sampai suatu ketika. la bertemu lagi dengan Shu Tian Dao, ketika itu ia sedang menghadiri perjamuan yang diadakan oleh para petinggi Kota Xia, saat itu ia mendengar para petinggi itu membahas tentang seseorang yang sangat hebat dalam berperang, seorang pensiunan jendral pasukan khusus yang sangat misterius akan hadir pada perjamuan hari itu. Ding Dan yang sudah berada disana, memutuskan untuk ikut menemui pensiunan jendral yang kini bergelar 'Dewa Perang Legendaris' itu. setelah perjamuan selesai beberapa orang berkumpul dan berjalan mendekati meja depan untuk menyapa Shu Tian Dao saat itu. Ding Dan hanya mengikuti mereka dari belakang, kala itu dia juga belum tau jika 'Dewa Perang Legendaris' yang terkenal itu adalah teman masa kecilnya. Sampai pada saat gilirannya untuk menyapa. Shu Tian Dao menyebut namanya secara langsung, "Ruo Ding Dan?! Apakah anda Ruo Ding Dan?" Tanya Shu Tian Dao saat itu, membuat semua orang di perjamuan seketika terbelalak kaget. Ding Dan yang juga kaget dan bingung hanya mengangguk pelan. Shu Tian Dao lalu berjalan mendekat dan langsung memeluknya sambil berkata, "Aku adalah Tian Dao, apa kau tidak mengenaliku lagi?" Tanyanya sambil menyebut nama kecilnya saat itu. Ding Dan yang masih bingung lalu bertanya dengan terbata, "Ti... Tian Dao. Apakah kau Tian Dao dari desa Sen Cang?" Tanya Ding Dan ragu saat itu. Shu Tian Dao saat itu berkata, "Benar, aku adalah Tian Dao, kawan baikmu semasa kecil dulu, bagaimana keadaan mu sekarang?" Tanya Tian Dao penuh antusias. "A... aku baik, baik-baik saja..." Percakapan mereka saat itu berlangsung beberapa waktu, hingga berhasil membuat rekan-rekan Ding Dan sesama petinggi kota Xia, merasa iri dengan keakraban mereka. Hingga akhirnya Ding Dan mengajak Tian Dao untuk datang berkunjung ke kediaman keluarga Ruo, saat itu lah Shu Tian Dao bertemu dengan 'Ruo Qi Jian'. Ding Dan lah yang menceritakan keadaan cucunya yang sakit. Itulah kejadian tiga tahun lalu, awal mula perjodohan Tian Fan dengan Ruo Qi Jian. Saat itu, Tian Dao mengatakan bahwa cucunya aadalah pria yang sangat tampan, tinggi, berhati lembut, baik dan penuh sopan santun. Ketika itu Ding Dan mengira Tian Dao hanya bercanda dengannya, namun setelah bertemu langsung dengan Tian Fan hari ini, dia merasa Tian Fan yang ada di depannya ini, jauh lebih baik dari apa yang di deskripsikan oleh Tian Dao saat itu. Jadi bagaimana dia tidak merasa senang dan bersyukur dengan perjodohan ini Namun ada sedikit masalah yang mengusik hatinya. 'Bagaimana jika Tian Fan tidak menyukai cucu perempuannya, bukankah perjodohan itu tidak akan terlaksana?' Bersambung...Setelah memasuki gua hingga bagian terdalam. Tian Fan mendapati sebuah ruangan yang sangat luas seperti kebun belakang sebuah rumah, energi disitu sangat pekat, bahkan hanya dengan berdiam diri disana Tian Fan merasakan energi sepiritual yang mengalir terus menerus ke dalam tubuhnya, terutama saat ia mendekati sebuah pohon besar yang akarnya menjuntai puluhan meter, batang pohon itu sendiri terlihat begitu besar dan tinggi, seolah-olah pohon itu menembus ruangan gua saking besar dan tingginya, namun tampaknya kebun itu adalah ruang rahasia lain yang tidak terbatas. Pohon itu memancarkan aura ungu pekat dan memberinya perasaan nyaman dalam jiwanya, karenanya Tian Fan dalam hatinya menyebut pohon itu dengan nama pohon roh ungu. Di bawah akar raksasa pohon roh ungu yang tumbuh menembus langit, ia merasakan sesuatu... aliran energi spiritual yang sangat murni, lembut, tapi kuat. Aura itu berdenyut seolah memanggilnya. “Tempat ini... warisan kuno,” gumamnya perlahan. Tian Fan segera
Langit di atas Alam Rahasia Xuan Ting bergulung perlahan, membentuk pusaran cahaya yang menyebar di sepanjang lembah kristal. Ribuan pilar spiritual berpendar di tanah, menandakan betapa kunonya tempat itu. Setiap batu, setiap aliran udara, bahkan setiap percikan embun mengandung aura murni yang tak mungkin ada di dunia biasa. Tian Fan berdiri di tebing tertinggi, kedua tangannya bersedekap, menatap ke bawah pada para peserta yang mulai berkelompok. Wajahnya tenang... matanya memantulkan sinar keemasan dari formasi langit yang berputar. Ia tahu betul, pertempuran besar akan segera terjadi... tapi kali ini, ia tidak ingin turun tangan. "Aku ingin melihat... sampai di mana batas kemampuan mereka," ucapnya pelan. Suaranya nyaris tenggelam di antara desiran angin. Di bawah sana, Bai Hua dan Lu Jiyi telah bersiap. Shen Yue berdiri di samping Ling Wu, memperhatikan gerakan formasi energi yang terbuka di depan mereka. Tiga pintu bercahaya melayang di udara, menjadi jalan masuk ke tiga wi
Kelompok Tian Fan melesat masuk ke dalam pusaran cahaya biru dari gerbang Alam Rahasia Xuan Ting. Begitu kaki mereka menjejak tanah, udara yang terasa di paru-paru berbeda... murni, segar, namun sarat energi yang berdenyut seakan hidup. Setiap napas terasa seperti memompa kekuatan ke dalam tubuh, dan aura spiritual di sekitar membuat semua anggota tim menegang penuh kewaspadaan. “Ini... indah sekali,” gumam Shen Yue, matanya menatap ke atas. Awan-awan biru muda melayang rendah di antara pepohonan bercahaya, sementara sungai kristal mengalir dengan gemericik yang menenangkan. Di kejauhan, Gunung Giok menjulang tinggi, berselimut kabut spiritual yang memantulkan sinar emas. “Tapi keindahan ini pasti menyimpan bahaya.” Lu Jiyi mencondongkan badan, menatap formasi alam yang tak biasa. “Aku sudah merasakan, energi di sini tidak stabil. Kita harus tetap waspada, bahkan saat hanya berjalan.” Bai Hua mengangguk. “Setiap tim harus membentuk formasi awal. Jangan sampai ada celah. Alam sepert
Pagi itu, langit Kota Tianque berpendar lembut. Kabut spiritual perlahan tersingkir oleh sinar mentari keemasan yang jatuh di atas arena utama. Suasana yang semalam penuh sorakan kini berganti dengan ketenangan yang khidmat. Ribuan mata menatap ke arah panggung pusat, tempat juri agung berdiri bersama para tetua sekte besar. Di sisi barat arena, sebuah gerbang batu raksasa berukir naga dan burung phoenix perlahan terbuka, memancarkan cahaya putih kebiruan yang menjulang tinggi ke langit. “Dengan ini,” suara juri agung menggema, “kami umumkan dua puluh kelompok yang berhak memasuki Alam Rahasia Xuan Ting untuk menjalani babak final turnamen antar sekte dimensi tengah!” Suara sorakan bergema lagi, kali ini disertai aura antusias yang menekan dada. Nama-nama tim pemenang disebut satu per satu, hingga akhirnya tibalah giliran kelompok terakhir. “Tim nomor satu dari Aliansi Empat Sekte... dipimpin oleh Xiao Tian.” Seketika seluruh arena hening sejenak, sebelum kembali bergemuruh. Banya
Langit di atas Kota Tianque pagi itu cerah, namun suasananya jauh dari tenang. Dari seluruh penjuru arena utama, ribuan penonton dan perwakilan sekte memadati tribun. Dentuman gong panjang menandai dimulainya tahap ketiga babak penyisihan, tahap yang akan menentukan siapa saja yang layak maju ke babak final turnamen antar sekte dimensi tengah. Sebanyak 200 peserta telah tersisa. Seperti di tahap kedua, mereka tetap dibagi menjadi 40 kelompok, masing-masing beranggotakan lima orang. Tahap ketiga kali ini bukan lagi pertarungan dengan penilaian masing-masing kelompok, melainkan pertarungan kelompok secara langsung di arena, di mana kekompakan dan strategi menjadi penentu utama. Dari 40 kelompok itu, hanya 20 kelompok pemenang yang akan maju ke babak final. Jika di antara anggota tim pemenang ada yang terluka parah atau gugur, maka peserta dengan poin tertinggi dari tim yang kalah akan menggantikannya di babak berikutnya. Pengumuman aturan itu disampaikan oleh juri agung dengan sua
Cahaya pagi menyinari Kota Tianque, namun di tengah kegembiraan turnamen, ketegangan tetap terasa. Tian Fan berdiri di tepi jalan setapak bersama Xiao Zining, Bai Hua, Lu Jiyi, dan Shen Yue. Mata mereka menatap jauh ke arah pegunungan barat, di mana aura Tian Mo masih samar terasa, seperti jejak kabut yang enggan menghilang. “Jejaknya masih ada di sana,” kata Tian Fan, suara tenang tapi tegas, “ia mencoba menghilang, tapi darah keluarga dan garis keturunan naga langit selalu bisa menuntun kita. Kita harus bergerak cepat sebelum ia benar-benar menghilang.” Xiao Zining mengangguk, matanya menatap jejak energi yang berkilat samar di tanah dan bebatuan. “Dia pasti sadar kalau keluarganya telah hancur… dan jika ia menemukan aku sebagai murid Sekte Putra Langit di tim kita, dia pasti ketakutan. Dia mungkin tidak akan menyerah sebelum menemukan jalan keluar sendiri.” “Benar,” Bai Hua menambahkan, menatap lembah dengan serius. “Tian Zen Yu sudah tewas. Dia tahu perlindungan terakhirnya len







