Tian Fan menyentuh riak kekosongan yang bergelombang lembut di udara, merasakan lapisan formasi ilusi yang menyembunyikan keberadaan tempat ini. Ia menghela napas pelan, lalu bergumam. “Pantas saja aku tidak merasakan energimu... ternyata si licik itu menggunakan formasi penyembunyian. Tapi kau terlalu naif jika berpikir formasi rapuh ini bisa menghalangiku.” Dengan satu jentikan jarinya, gelombang energi meledak perlahan. Seperti lembaran kaca tak kasat mata, seluruh formasi penyembunyian retak dan hancur. Rumah kayu besar tempat persembunyian Fan Mo Jun pun muncul sepenuhnya di hadapannya. Di dalam ruangan, Fan Mo Jun terkejut melihat cahaya dari luar menembus formasi yang runtuh. “Siapa yang berani menyentuh formasiku?!” teriaknya penuh kemarahan. Matanya langsung menatap tajam ke arah Fan Yi Lin, menduga pengkhianatan darinya. "Kau... pasti melakukan sesuatu!" Dengan amarah membuncah, ia mengayunkan tangan hendak menampar Yi Lin. Namun sebelum telapak tangannya menyent
Di dalam ruang spasial kalung pusaka keluarga Tian, Tian Fan berdiri memandangi tubuh Fan Shishi yang terbaring tenang di atas altar energi kehidupan dalam pagoda sembilan tingkat. Sudah beberapa hari ia berkali-kali masuk ke sini, memastikan kondisi Shishi tetap stabil. Kali ini pun, ia memeriksa lagi dengan hati-hati. Napas Shishi tetap teratur, wajahnya bersih berseri, tubuhnya sedikit lebih panjang dari terakhir kali ia lihat. Tian Fan merasakan ada yang aneh dari tubuh Shishi, namun entah mengapa Tian Fan sama sekali tidak dapat menemukan hal aneh itu. Namun meski nalurinya terus berbisik, Tian Fan belum bisa memahami apa penyebab perasaannya itu. Semua aliran energi, detak nadi, hingga kondisi Dantian Shishi tampak stabil. Ia mengelus pelan rambut Shishi, lalu berdiri kembali. "Syukurlah, kau tetap bertahan... tetap kuatlah, Shishi." Setelah memastikan semuanya, Tian Fan keluar dari ruang spasial, kembali melanjutkan perjalanannya. ... Di aula utama Vila Ganbu, semua
Di halaman utama Vila Ganbu, pagi itu berkumpul semua orang yang selama ini menjadi pilar kekuatan Tian Fan. Para muridnya yang mulai pulih, para kepala keluarga besar Kota Xia, istri-istrinya, serta empat kakek dan neneknya. Mereka semua berdiri dalam keheningan, menyaksikan Tian Fan bersiap memulai perjalanan panjang yang penuh ketidakpastian. Angin pagi berhembus pelan, membelai pakaian mereka yang berwarna putih kelabu. Suasana hati semua orang serasa berat. Bagaimana tidak, pemimpin yang selama ini selalu menjadi tumpuan kekuatan mereka kini harus meninggalkan mereka dalam kondisi genting. Tian Fan berdiri di depan mereka, mengenakan jubah panjang berwarna hitam dengan bordiran perak. Di belakangnya, di dalam ruang spasial yang tersembunyi, Fan Shishi masih terbaring di dalam pagoda sembilan lantai yang memancarkan aura kehidupan. Ruo Qi Jian melangkah maju dengan mata berkaca-kaca, menggenggam tangan Tian Fan erat. "Kakak Tian... apa kau benar-benar harus pergi sendiri?"
Di malam yang dingin itu, Tian Fan duduk terpaku di kursi kayu kamarnya. Jendela kamar dibiarkan terbuka, membiarkan angin malam berhembus pelan. Biasanya, dia selalu mampu menghadapi segala bahaya dengan ketenangan, tetapi kali ini... segalanya berbeda. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Tian Fan merasa tak berdaya. Seluruh kekuatan, koneksi, dan strategi yang ia miliki seakan tak berarti di hadapan kenyataan Fan Shishi yang sekarat. Gadis kecil yang polos dan selalu memanggilnya “Paman Tampan” kini bertarung antara hidup dan mati. Hatinya benar-benar hancur. Matanya memerah, namun dia tak mampu lagi meneteskan air mata. Pikirannya kacau mencari jalan keluar, mencoba mengingat semua teknik, ramuan, dan metode pengobatan. Tapi nihil, tak ada yang mampu menyelamatkan Shishi. Tak terasa, rasa kantuk perlahan menenggelamkannya. Kepalanya menunduk, kesadarannya mulai pudar, dan di sanalah mimpi aneh itu bermula. ... Tian Fan mendapati dirinya berdiri di sebuah aula luas yang
Langit Kota Xia terasa muram, seakan ikut meratapi luka yang baru saja ditorehkan. Angin pagi berhembus pelan membawa hawa dingin, seolah menjadi pertanda akan datangnya badai besar. Di dalam vila Ganbu, aroma ramuan obat bercampur dengan darah segar yang baru mengering. Para tabib dari berbagai keluarga sibuk lalu-lalang, memberikan perawatan pada para korban yang terluka parah. Lin Jia, Bao Zhang, Bao Jie, Ram Shi, Sam Shi, Tam Shi, Yam Shi, semuanya terbaring lemah di ranjang perawatan. Di sisi ruangan utama, Tian Fan berdiri kaku, tatapannya kosong menatap ke luar jendela. Tubuhnya tegak, tapi auranya penuh tekanan mencekam. Di belakangnya, berkumpul semua pihak yang kini mendukungnya: para kepala keluarga besar Kota Xia — Ruo, Bai, Luo, Tang, serta keluarga Lin, dan juga keluarga Hua, bahkan keluarga Ni dari Guang juga hadir. Suasana aula benar-benar tegang. Para pemimpin keluarga, yang biasanya jarang berkumpul, kini duduk di meja panjang yang sama, bersatu demi satu misi:
Langit pagi yang cerah tiba-tiba diselimuti awan gelap. Di Vila nomor satu, Ganbu Mountain, para penjaga berjaga ketat. Ram Shi, Sam Shi, Tam Shi, dan Yam Shi berdiri sigap di gerbang utama, aura kewaspadaan terpancar dari tubuh mereka. Bao Jie dan Bao Zhang sedang berpatroli di halaman tengah, sementara Lin Jia tengah berdiskusi ringan dengan Ruo Qi Jian, Fan Yi Lin dan yang lainnya di ruang tamu utama. Namun tanpa peringatan, keheningan pecah oleh ledakan dahsyat. Pintu gerbang utama hancur berantakan, tubuh Ram Shi dan Sam Shi terpental jauh menabrak pilar batu, darah menyembur dari mulut mereka. Di balik debu yang menguar, sosok Fan Mo Jun muncul, tatapannya gelap, aura kegelapan berputar liar di sekeliling tubuhnya. "Fan Mo Jun!" seru Lin Jia, segera menghunus pedangnya. Bao Zhang dan Bao Jie juga bersiap, sementara Tam Shi dan Yam Shi mencoba bangkit meski tubuh mereka sudah penuh luka. Fan Mo Jun melangkah perlahan. "Kalian semua... penghalang kecil. Aku menginginkan semu