Gunung Lawu, beberapa tahun yang lalu
Mimpi itu kembali lagi. Aryanaga berubah dengan wujud hybrid-nya. Dia berlari dengan kecepatan luar biasa menembus rimba. Dari belakang terdengar suara gemerisik dedaunan dan patahan ranting. Suara geraman dan auman terdengar jelas. Mata naganya menembus kegelapan, memancarkan cahaya yang bisa membuatnya melihat dalam kegelapan.
Kabut dari atas gunung mulai turun menghalangi jarak pandang, sementara itu suara yang mengikutinya sedari tadi terasa makin dekat. Dia tak tahu Bandi ada di mana sekarang. Di saat ia sangat membutuhkan bantuan pembantunya itu, yang terjadi malah sebaliknya. Dia sendirian menghadapi para goblin yang mengejarnya.
Ada sesuatu yang tiba-tiba menghantam punggungnya. Hal itu membuatnya tersungkur dan berguling-guling beberapa kali sebelum tubuhnya menghantam sebuah pohon besar. Terlihat sesosok bayangan hitam gelap dan besar berdiri tak jauh di dekatnya.
Aryanaga mendengus kesal. Sosok bayangan itu menyeringai dengan gerigi tajam seperti gergaji. Wajahnya terlihat oleh sinar rembulan. Mata sosok itu lebar dengan iris gelap dan pupil menyipit. Rambutnya botak di bagian depan, namun panjang di bagian belakang, telinganya juga lebar. Sosok itu juga memiliki hidung panjang berbentuk paruh burung. Tubuhnya cukup besar, berotot kekar, pakaiannya hitam dengan jubah sewarna.
“Tertangkap akhirnya,” ucap goblin. Siluman ini bukan siluman biasa. Dia merupakan siluman yang memiliki kemampuan sebagai seorang pembunuh. Goblin sebenarnya makhluk yang tidak akan tertarik melainkan dengan uang dan kekayaan. Mereka terlatih bisa membunuh apapun, termasuk para naga. Sebagian di antara mereka bekerja sama dengan para penyihir untuk melakukannya.
“Tidak semudah itu,” geram Aryanaga. Dia mempersiapkan cakarnya sebelum menyerang goblin yang ada di hadapannya.
Goblin tadi menghunus goloknya. “Aku harus menangkapmu hidup-hidup Pangeran, tapi tidak masalah kalau tangan atau kakimu terpotong.”
Aryanaga melakukan inisiatif menyerang terlebih dahulu. Cakarnya berbenturan dengan golok. Aryanaga mengayunkan cakarnya ke perut, kepala dan kaki. Sang goblin dengan mudah menghindarinya.
“Kau masih butuh seribu tahun untuk mengalahkanku, Pangeran. Kau tidak pernah berada di medan pertempuran, kau kurang pengalaman!” ledek sang goblin.
Aryanaga melompat ke udara hendak memberikan serangan mematikan kepada sang goblin. Namun, goblin tadi dengan cepat menangkap kakinya lalu melemparkannya. Aryanaga dilemparkan seperti sampah. Ia memang lemah, maksud hati ia berlatih di gunung bersama Bandi, tetapi malah bertemu dengan para goblin yang memburunya.
“Dan yang lebih menguntungkanku, kau tak bisa berubah menjadi naga,” ucap sang goblin sambil mendekati Aryanaga.
Aryanaga meringis kesakitan. Bantingan goblin tadi benar-benar sangat telak. Di saat ia hendak bangkit, datanglah beberapa goblin yang lain. Kini dia benar-benar terdesak. Salah satu goblin menarik rambutnya. Aryanga meronta.
“Kau tahu pangeran, di Dunia Bawah ada yang sangat menginginkanmu,” ucap salah satu goblin.
“Siapa? Siapa yang menginginkanku? Kalian dulu mengusirku dan Ibuku lalu kenapa aku harus kembali?” tanya Aryanaga.
“Kau bisa tanyakan sendiri ke orangnya,” ujar sang goblin.
Aryanaga diseret hingga ke tempat lapang. Di sana ada orang yang sudah menunggu. Seseorang dengan jubah gelap, bertubuh jakung serta ada suara lirih seperti orang sesak napas. Orang berjubah gelap itu berjalan perlahan menghampiri Aryanaga. Wajahnya tak terlihat karena ia tertutup penutup kepala, tetapi dari wajahnya ada keluar uap air.
Jemari sosok misterius itu terlihat dari lengan jubahnya. Jemarinya panjang, kering dan mengerikan seperti kulit dan tulang saja.
“Gagak Ireng, Penyihir Agung. Apa sekarang rencanamu? Kita harus ke Dunia Bawah tanpa ketahuan kalau membawa dia?” tanya salah satu goblin.
Aryanaga melotot ke arah orang yang disebut Gagak Ireng. Sosok bertubuh jakung tadi memberi isyarat agar semuanya diam. Suasana makin mengerikan saat itu, tak ada suara binatang yang berani bersuara. Hutan malam itu seolah-olah takut kepada satu orang ini.
“Aku tak suka kebisingan, kalian terlalu berisik,” terdengar suara Gagak Ireng. Serak, parau dan mengerikan. Tidak pernah terdengar manusia pernah bersuara seperti itu.
Gagak Ireng kemudian membaca mantra-mantra. Setelah itu tangan kanannya dihadapkan ke depan wajah Aryanaga. Pupil Aryanaga menyipit, dia tak bisa berbuat banyak, kekuatannya seperti terhisap ke dalam tangan sang penyihir. Tubuh Aryanaga menyusut, dan menyusut hingga ia menjadi sebesar kadal. Aryanaga kini berubah menjadi kadal kecil dengan sisik di punggung berwarna biru kemerahan. Di kepalanya ada tanduk kecil.
“Nah, kalau begini kita bisa membawanya ke hadapan Antabogo tanpa ketahuan. Kalau sampai kehadiran putra Primadigda di Dunia Bawah diketahui, bisa-bisa akan timbul perlawanan,” ujar salah satu goblin.
Aryanaga sedikit kebingungan dengan apa yang sedang terjadi. Ia baru menyadari kalau sudah menjadi sesuatu yang lain. Ia menjadi kadal sebesar iguana. Dari atas udara terdengar suara erangan dan udara yang bergerak. Para goblin mendongak dan mendapati seekor naga sedang melayang di atas mereka. Insting Aryanaga langsung bereaksi. Menyadari bahaya, segera ia melarikan diri sebelum tangan goblin menangkapnya.
“Tangkap dia!” perintah Gagak Ireng.
Kejar-kejaran pun terjadi. Dua goblin mengejar Aryanaga. Tetapi gerakan si kadal kecil ini sangat gesit. Dengan tubuh kecilnya Aryanaga mampu masuk ke lubang-lubang kecil, sela-sela batu lalu lebih dalam lagi masuk ke lubang-lubang di dalam tanah. Kedua goblin tadi kebingungan. Mereka gusar mencari keberadaannya.
Aryanaga tak tahu apa yang terjadi di belakangnya. Ia terus berlari hingga akhirnya ia sadari kalau ia sedang dalam masalah yang lain. Ia salah masuk ke dalam lubang. Di hadapannya sudah ada ular besar. Ular tersebut belum makan selama dua minggu. Melihat ada makanan yang menghampirinya ular sanca tersebut segera mengejar Aryanaga. Si kadal pun melesat, berlari menghindari kejaran.
Ternyata, yang mengejar Aryanaga tak cuma satu ular, beberapa ular lain yang melihatnya pun ikut mengejar. Terjadilah kejar-kejaran yang menegangkan. Aryanaga tahu nyawanya terancam. Kalau ia tertangkap, ia akan dijadikan santap malam yang lezat. Dari kejauhan ia melihat tumbuhan talas berduri. Ular tak akan ada yang mau mendekat, bukan saja ular tetapi hewan melata manapun akan menghindari tanaman berduri itu. Aryanaga bukan hewan melata, ia cuma disihir hingga berubah menjadi reptil. Ia bisa bersembunyi di sana.
“Brengsek! Tak ada cara lain!” gerutunya. Segera ia masuk di antara sela-sela tanaman itu. Para ular pun berhenti mengejarnya saat Aryanaga masuk ke dalam rerimbunan tumbuhan berduri. Kulitnya tergores, ia terluka. Rasa sakitnya tak bisa dilukiskan.
Aryanaga kelelahan. Ular-ular tadi terus mengelilingi tanaman berduri itu. Sementara Aryanaga pun pingsan tak sadarkan diri dalam tubuh kadalnya.
* * *
Ternyata serangan tersebut tidak hanya dari satu sisi bumi saja. Daratan lain pun sudah mulai diserang. Para naga tersebut mulai memasuki pantai dari daratan yang lain, hingga setiap manusia yang mereka temui pun dimangsa. Mereka tidak melihat apakah itu orang dewasa atau anak-anak. Lelouch dan pasukan naganya tak mampu berbuat apa-apa selain menghalau apa yang mereka bisa. Hari itu mereka kalah, meskipun memenangkan pertempuran.Lelouch bertengger di atas bukit. Dari kejauhan dia melihat bangkai-bangkai naga bergelimpangan di tepi pantai. Sesaat dia mendongak ke atas, seolah-olah meminta bantuan kepada Sang Pencipta. Setelah itu dia menunduk, menutup sayapnya, berada dalam kebimbangan.“Yang Mulia,” panggil salah satu naga yang mengampirinya.“Aku sedang ingin sendiri,” ucap Lelouch.“Tidak, bukan begitu Yang Mulia. Lihat ke atas!” ucap naga tersebut.Lelouch mendongak. Tidak pernah disangka sebelumnya oleh Lelo
“Bagaimana awalnya kita, para naga bisa menempati bumi ini?” tanya sesosok naga bersirip hitam dan putih. Di depannya tampak naga-naga kecil sedang duduk mendengarkan petuah-petuahnya. Hari ini adalah hari rutin untuk anak-anak naga mendapatkan pelajaran dari naga Lelouch. “Kita adalah makhluk yang dikutuk, tetapi sebagian dari kita dimaafkan. Bapak kita, adalah naga yang membuat bumi ini jadi ditempati oleh manusia. Namanya Azrael, dia penguasa lautan, sedangkan kita penguasa daratan,” lanjut Lelouch. “Yang Mulia, apakah kita akan terus bertempur dengan mereka?” tanya salah seekor naga kecil. “Pertempuran ini akan terus berlanjut sampai akhir zaman. Kita hanya bisa mengusirnya agar tidak sampai menguasai daratan. Daratan adalah tempat para manusia dan makhluk-makhluk lainnya, lautan adalah tempat kekuasaannya. Sebab, di sana dia bersama Iblis dan menjadi kaki tangannya,” jawab Lelouch. “Apakah dia bisa dikalahkan?” tanya naga kecil yang lain.
“Penjara apa?” tanya Aryanaga. “Eee… sebentar yang Mulia, apa tidak bisa diringankan hukumannya? Itu Penjara yang mengerikan. Tidak ada satupun yang keluar dari penjara itu sampai sekarang!” ucap sang Pembela. “Penjara apa? Apa itu?” “Pangeran Aryanaga, Penjara Tujuh Pintu adalah Penjara yang berada di kegelapan bumi. Kau tak akan bisa menghirup udara bebas. Di dalamnya ada tujuh pintu yang mana semuanya mewakili tujuh dosa mematikan. Selama jiwamu ada dosa itu, kau tak akan bisa keluar.” Aryanaga terkekeh. “Masukkan aku ke penjara itu. Aku tak keberatan.” “Sudah diputuskan, bawa dia!” ucap seseorang anggota Dewan Kehormatan Naga. Palu pun diketok dan sang pembela tak bisa meringankan hukuman Pangeran Aryanaga. Arya
Aprilia berada di depan dua gundukan tanah. Air matanya terus berderai seperti tak akan pernah habis. Bandi menepuk pundaknya, berusaha menenangkan Aprilia, bagaimana pun Aprilia adalah wanita dan hatinya lembut. Kepergian Raja Primadigda dan Asri membuatnya sedih. Keduanya dikuburkan di tanah terbaik dan tempat terbaik, yaitu di pemakaman para raja. Di tempat ini juga ada makam para raja sebelum Raja Primadigda.Orang-orang banyak yang menghadiri pemakaman itu. Mulai dari para prajurit, menteri dan juga para pejabat kerajaan. Hari itu rakyat berkabung atas gugurnya Raja Primadigda. Rumor pun cepat menyebar kalau Raja Primadigda dikalahkan oleh anaknya sendiri. Orang-orang mulai bertanya-tanya tentang motif pembunuhan ini. Aprilia dan Bandi sengaja tidak memberitahu, karena saat ini Antabogolah yang berkuasa. Nyaris semua lini kekuatan militer sekarang di pegang oleh Antabogo, sehingga mustahil baginya membuat su
Aryanaga sama sekali tak bercanda. Dia kembali mengeluarkan tombak elemental dari telapak tangannya, kali ini warnanya kekuningan dengan percikan energi listrik di sekitar ujung tombaknya. Menyadari ada bahaya, Pangeran Bagar menjauh. Aryanaga tetap fokus kepadanya. Setiap pergerakan Pangeran Bagar, bisa dilihatnya. Dan ternyata, Aryanaga tak hanya mengeluarkan satu tombak, tapi lagi, lagi dan lagi hingga sepuluh tombak dengan energi listrik melayang di atasnya. Aryanaga mengambil satu per satu tombaknya, melemparkannya dengan kuat.Pangeran Bagar tak bisa kabur dari serangan itu. Sepuluh tombak beruntun menghantam di sekitarnya. Sepuluh kali petir menyambar-nyambar, jutaan volt menghantam tanah hingga menimbulkan ledakan listrik yang menggelegar.Aprilia dan Bandi yang menyaksikan pertarungan itu dari jauh cukup ngeri dengan kekuatan yang dimiliki
Bandi masih menangis, tetapi ia juga harus membawa jenazah Raja Primadigda. Dengan tersedu-sedu dia menggendong jenazah tersebut. Aprilia juga melakukannya. Aprilia sekarang yang gantian bermandikan darah Asri. Dia dan Bandi pergi dari tempat tersebut, meninggalkan Aryanaga yang tak terkendali.Pangeran Bagar menjauh. Kini ratusan prajuritnya menghadapi Aryanaga. Mereka terdiri dari ras naga pilihan yang dilatih dengan ilmu perang yang cukup andal. Pangeran Bagar, tidak pernah salah dalam memilih anak buah. Mereka ahli pedang, tombak dan panah. Para prajurit membentuk formasi mengepung Aryanaga. Aryanaga mengamati mereka. Tombak-tombak terhunus ke arah Aryanaga, setiap tombak ini tentu saja ada bagian dari tubuh para naga, sebagian lagi adalah besi yang ditempa oleh para peri, sehingga bisa melukai para naga.Aryanaga sama sekali tak gentar. Ia mengeluarkan kekuatan yang san