Share

Pertukaran Informasi

Hari ini Dio menemukan fakta baru tentang gadis bernama Lily itu. Alasan kenapa ia bersikap seperti bocah pembuat masalah, adalah satu, dia sama sekali belum mendapat penjelasan mengenai rumah siapa ini, kenapa ia secara paksa dibawa kemari, dan apa yang mereka inginkan darinya. Kedua, semua orang di rumah itu memperlakukannya bagai seorang putri, para pelayan nyaris memandikan dan menyuapinya makan. Dio masih ingat jelas bagaimana gadis itu begitu frustrasi saat dia berkata dengan jengkel, “aku tidak bisa makan dengan banyak sendok dan garpu sambil dipelototi para pelayan itu!!!”

Karena itu, kali ini Dio membawanya ke sudut labirin mawar yang dinaungi oleh sebuah pohon besar.

“Ini tempat rahasiaku.” Dio duduk begitu saja di rumput sambil meletakan beberapa kotak makanan.

“Kau benar-benar hafal jalur di labirin ini?” tanya Lily.

Dio terkekeh, “karena aku yang menciptakannya. Ada petanya kalau kamu mau lihat.”

Lily sedikit terperanjat dan duduk berhadapan dengan Dio.

“Kamu yang buat? Dan lagi ada petanya?”

Dio mengangguk.

“Nanti kuberikan agar kamu bisa berjalan-jalan di labirin tanpa tersesat.”

Dio membuka kotak makanan yang dia bawa dan mencuci tangannya dari air di botol plastik. Kemudian menyodorkannya pada Lily.

“Silakan, Tuan putri,” ucap Dio sambil tersenyum.

Gadis itu merengut sebal, “Sudah kubilang aku bukan putri!”

Dio mematung sesaat sebelum terkekeh lagi, “Ahaha, maaf, maaf. Yang Dio lakukan setengahnya disengaja. Dia senang melihat ekspresi kesal gadis itu. baginya itu tampak lucu.”

Lily cemberut dengan alis mengkerut dan menatap Dio dengan sebal, lalu dengan cepat merebut botol plastik dari tangan Dio. Dalam hati, Dio kembali terheran dan semakin penasaran dengan gadis muda yang satu itu. Mereka pun makan dengan damai. Lily tak perlu menghawatirkan kehadiran dan tatapan para pelayan di tempat yang hanya ada angin, rumput, mawar, dan Dio yang fokus pada makanannya. Tanpa sadar Lily sudah banyak menurunkan kewaspadaanya pada pria itu. Ini kali pertama dia bisa makan dengan lahap setelah orang-orang itu membawanya ke rumah besar yang sangat asing di matanya.

Ada satu lagi alasan kenapa Lily bersikap sangat kacau. Yang ketiga ini dia sendiri yang mengatakannya pada Dio. Itu adalah ketidaktahuannya mengenai apa pun tentang Trikula. Lily tahu mereka adalah keluarga super kaya namun hanya sebatas itu. Mendengar pernyataan itu Dio yang penasaran dengan Lily semakin dibuat heran. Menolak untuk pusing lebih lanjut, Dio akhirnya bertanya.

“Lily, bukankah kamu itu putri Keluarga Melodia?”

Beberapa detik berlalu, hening menimpa keduanya yang bertatapan penuh tanda tanya.

“Hah?”

“Eh?”

“Siapa yang putri? Aku cuma perempuan biasa yang kalian culik ke rumah ini!”

Dio ternganga sebelum menutup mulutnya dengan heran. Dia dengan sangat yakin mendengar Arga mengatakan bahwa hari itu mereka akan menemui putri Keluarga Melodia. Apa yang dimaksud adalah orang lain? Tapi para pelayan dan Nyonya Wilma juga memperlakukannya sebagai seorang putri. Dio menatap ponselnya, jalan tercepat adalah dengan bertanya pada Arga tapi niat itu ia urungkan.

“Tidak tahu! Tuan hanya mengatakan untuk menjaga tamu pentingnya dengan baik! Tentu saja dia akan diperlakukan seperti seorang putri!”

Kalimat itu adalah apa yang Monika katakan saat Dio bertanya tentang gadis itu.

“Entahlah, mungkin Tuan hanya memungut anak tersesat lainnya. Ah, Tuanku terlalu baik,” ucap Nyonya Wilma dengan nada bicaranya yang lambat dan kolot saat gilirannya ditanya Dio. Dio paham ‘anak tersesat’ yang dimaksud kepala pelayan tua itu juga mengacu pada dirinya. Dan hari itu pun ditutup dengan identitas Lily yang masih menjadi misteri. Diam-diam Dio menyukai penyelidikan kecilnya ini.

***

Mentari kembali bersinar di hari ketiga saat Lily terbangun dari sebuah kamar indah di dalam vila megah itu. Balkonnya saat ini sudah ramai dikunjungi burung-burung kecil lagi. Lily memberi mereka remah roti. Berkat seseorang kini burung-burung itu tampaknya sudah menandai balkonnya sebagai salah satu spot makanan gratis yang wajib dikunjungi. Saat dedaunan bergemerisik tidak normal, kini Lily tidak lagi terkejut, tentu itu adalah orang yang baru saja terlintas di pikirannya.

“Selamat pagi.”

Di sana, di atas dahan yang menjulur ke balkonnya duduk seorang pria berambut sebahu yang tampan rupawan. Gadis-gadis pada umumnya mungkin akan sangat terpesona dengan pemandangan itu, namun Lily malah menatapnya dengan tatapan sinis yang dibuat-buat.

“Hmmm,” balasnya pada sapaan ramah itu.

“Mereka tampak menyukaimu.

 Dio tersenyum kecil melihat burung-burung yang berebut remah roti dari tangan Lily.

“Karena aku punya apa yang mereka mau.” Lily menimpali dengan dingin.

Dio terdiam beberapa saat sebelum berkata, “jadi kau akan menyukaiku jika aku punya apa yang kau mau?”

Seketika Lily menoleh dengan tatapan kesal, pita suaranya sudah bersiap mengeluarkan nada tinggi namun mulutnya ia tutup lagi. Dia memutuskan bermain dengan kalimat pria itu.

“Mungkin saja. Lalu apa yang kau punya?”

Dio tersenyum. Rasanya ada yang menggelitik perutnya untuk tersenyum lebih lebar namun berhasil ia tahan.

“Sejarah Trikula. Kamu ingin tahu tentang itu, kan?”

Lily melempar tatapan mengejek. Itu memang lumayan membuatnya penasaran namun tak sampai menjadi informasi yang menguntungkan. Melihat itu Dio merasa tartantang.

“Sejarah Trikula dan hubungannya dengan dirimu. Alasan kenapa dirimu ada di sini sekarang.”

Dan itu cukup membuat Lily bungkam sambil kembali memasang tampang sebal. Dalam hati Dio terkekeh, gadis itu sangat tidak suka kalah. Selain terkekeh dia juga merasa sedikit meringis, karena jujur saja dia sama sekali tidak tahu apa hubungan gadis itu dengan Trikula ini. Otaknya langsung mengutuk dirinya yang sama keras kepalanya dengan gadis itu. Seketika dia mencari cara yang mungkin bisa membebaskannya dari kebodohan tersembunyi ini.

“Tapi ada syaratnya,” spontan Dio berucap.

Lily mendelik, “dan apa itu?”

“Kau juga harus menceritakan semua tentang dirimu sebelum dibawa ke rumah ini.”

Dio terkejut dengan suaranya sendiri. Bahkan menurut dirinya itu terdengar berlebihan.

“Oke.” Dan jawaban gadis itu menetralkan semuanya.

Dio meloncat dari dahan pohon dan kini duduk bersandar di pagar balkon, tepat di samping Lily dan para burung yang masih ramai.

“Baiklah, mari kita mulai.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status