Share

Bab 10

Author: Si Kecil Tangguh​
Andini menyampirkan luaran yang belum sempat dilepaskannya dan bertanya, "Ada apa? Siapa yang berteriak?"

Laras yang cemas menggeleng. Dia mengikuti Andini dan menjawab, "Hamba juga nggak tahu. Hamba baru dengar ada yang teriak. Nona, pakai bajumu. Di luar dingin!"

Namun, Andini tidak sempat memikirkan hal itu lagi. Dianti pasti jatuh ke kolam teratai di Paviliun Ayana. Dulu, Andini disiksa selama 3 tahun karena Dianti memecahkan mangkuk. Jika terjadi sesuatu pada Dianti di Paviliun Ayana, takutnya Abimana akan menghabisi Andini.

Saat Andini sampai di kolam teratai, Dianti sedang bergerak-gerak di kolam. Air kolam sudah membeku dan sekarang muncul sebuah lubang besar. Para pelayan di jembatan batu melihat Dianti.

Andini bergegas menghampiri mereka dan menegur, "Apa kalian semua nggak bisa berenang? Kenapa kalian nggak selamatkan dia?"

Beberapa pelayan pria menyahut dengan ekspresi ragu, "Kami bisa berenang, tapi ... bagaimana kalau kami merusak reputasi Nona Dianti?"

"Apa reputasi lebih penting dari nyawa?" tanya Andini sambil memelototi pelayan pria yang berbicara. Kemudian, dia melompat ke kolam.

Air kolam tidak terlalu dalam, tetapi sangat dingin dan dasar kolam dipenuhi lumpur. Jadi, orang yang masuk ke kolam tidak bisa berdiri dengan stabil dan kemungkinan bisa terjerembap.

Andini menyelamatkan Dianti dengan susah payah. Laras yang berdiri di tepi danau sudah menyiapkan pakaian yang tebal. Setelah Andini dan Dianti keluar dari kolam, Laras langsung menyelubungi tubuh mereka dengan pakaian tebal itu.

"Kenapa kalian diam saja? Panggil tabib kediaman! Kalian bantu aku papah Nona Andini dan Nona Dianti pulang! Nyalakan tungku, lalu siapkan air panas dan teh jahe!" perintah Laras.

Para pelayan segera melaksanakan perintah Laras. Sementara itu, pelayan Dianti yang bernama Ratih sudah sampai di Paviliun Ayana. Abimana juga mengikuti Ratih.

Wajah Dianti pucat pasi dan kondisinya sangat menyedihkan. Ratih yang panik segera memeluk Dianti dan bertanya, "Nona baik-baik saja, 'kan? Kenapa Nona bisa jatuh ke dalam kolam?"

Ratih teringat sesuatu. Dia langsung melihat Andini dan berseru, "Kamu yang dorong Nona Dianti ke kolam!"

Sama seperti 3 tahun yang lalu, Ratih menuduh Andini dengan yakin. Emosi Andini tersulut. Sebelum Andini merespons, Laras sudah menghampiri Ratih dan menamparnya dengan kuat.

Seketika Andini merasa gugup. Bahkan, Abimana juga tertegun. Siapa sangka, Laras berani menampar Ratih.

Hanya Laras yang berkacak pinggang sambil memarahi Ratih, "Dasar pelayan rendahan! Aku cabik-cabik mulutmu! Kalau bukan karena Nona Andini menyelamatkan Nona Dianti tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri, Nona Dianti pasti sudah membeku!"

Laras melanjutkan, "Sebagai pelayan, kamu bukannya fokus merawat majikanmu setelah melihat dia tertimpa masalah! Kamu malah sibuk memfitnah orang lain! Banyak saksi yang melihat Nona Andini menyelamatkan Nona Dianti di Paviliun Ayana!"

Laras menambahkan, "Kamu bilang Nona Andini mendorong Nona Dianti ke kolam. Kalau begitu, tunjukkan buktinya! Kalau nggak ada bukti, aku cabik-cabik mulutmu!"

Andini memandang Laras yang galak dengan ekspresi kaget. Dia tidak menyangka ternyata pelayan bertubuh mungil ini sangat hebat.

Semua orang di tempat sudah tersadar, terutama Dianti. Kala ini, Dianti dipapah pelayannya. Dia tidak mampu bersuara lagi karena berada di kolam terlalu lama dan tersedak air.

Dianti menggigit bibirnya dan bertanya dengan mata memerah, "Kenapa ... kamu pukul pelayanku?"

Ekspresi Dianti sangat sedih saat melindungi pelayannya. Abimana membentak Laras, "Kamu lancang sekali! Beraninya kamu pukul orang di depanku! Siapa yang beri kamu keberanian itu?"

"Aku," sahut Andini dengan santai. Dia menarik pakaiannya. Wajah Andini sangat pucat karena kedinginan. Air di rambutnya juga terus menetes, bahkan ada yang sudah membeku.

Dibandingkan dengan Dianti, sikap Andini lebih tenang. Jelas-jelas Andini dan Abimana cukup dekat, tetapi Abimana merasa jarak mereka sangat jauh.

Andini menegaskan, "Pelayanku menegur pelayan yang nggak menghormatiku dan sering memfitnahku. Ini tempat tinggalku, aku merasa nggak ada yang salah."

Abimana dan Dianti teringat masalah 3 tahun yang lalu begitu Andini mengatakan Ratih "sering memfitnahnya". Dianti bersandar di pelukan pelayannya sambil batuk-batuk dan berucap dengan lirih, "Tapi ... dia ... nggak boleh pukul orang ...."

Melihat air mata Dianti mengalir, Abimana teringat masalah silsilah keluarga. Dia berpikir sekarang Andini sengaja mengungkit kejadian di masa lalu pasti karena ingin membuatnya merasa bersalah.

Abimana berujar sembari mengernyit, "Ucapan Dian benar. Bagaimanapun, pelayanmu nggak boleh pukul orang! Lagi pula, kamu nggak bisa berenang!"

Abimana menatap Andini dengan dingin, seolah-olah yakin Andini pasti berbohong. Tentu saja dia tahu adiknya tidak bisa berenang.

Dulu, mereka pernah menaiki kapal di daerah pinggiran kota. Andini tidak sengaja menjatuhkan anting pemberian Rangga ke danau. Andini langsung melompat ke danau. Jika bukan karena Abimana dan Rangga pandai berenang, takutnya Andini sudah mati tenggelam.

Jadi, Abimana tidak percaya dengan ucapan Laras. Tubuh Andini mulai gemetaran. Entah karena kedinginan atau karena terlalu kesal.

"Jadi, kamu juga merasa aku yang mendorong Dianti?" tanya Andini dengan dingin. Suaranya bergetar dan amarahnya hampir meledak. Namun, Andini berusaha keras untuk menahan amarahnya.

Abimana tidak berbicara. Dia tidak tega menyakiti Andini saat melihat kondisinya yang menyedihkan. Kemudian, Andini melihat Dianti.

Dianti menunduk ketika bertatapan dengan Andini. Sama seperti 3 tahun yang lalu, Dianti sama sekali tidak berbicara.

Andini merasa permintaan maaf Dianti tadi sangat konyol. Dia tertawa sinis. Dianti pun gemetaran. Air matanya tidak berhenti mengalir.

Abimana tidak tega melihat Dianti begitu sedih, tetapi dia juga tidak bisa memarahi Andini. Akhirnya, Abimana hanya membentak Laras, "Kamu dihukum!"

Laras merasa tidak rela. Namun, dia tidak ingin membuat Andini kesulitan. Laras memberi hormat, lalu pergi untuk menjalankan hukumannya.

Andini menarik tangan Laras dan menatap Abimana sembari berbicara dengan tenang, "Hari ini, Laras sibuk. Dia mau bantu aku mandi. Mengenai masalah Dianti yang jatuh ke kolam dan berhasil diselamatkan, kamu pasti bisa mengetahui kebenarannya setelah melakukan penyelidikan."

Selesai bicara, Andini membawa Laras pergi. Tiba-tiba, Andini berhenti lagi. Dia menambahkan, "Sebelumnya aku memang nggak bisa berenang, tapi satu setengah tahun yang lalu beberapa pelayan istana melemparku ke kolam di penatu. Mereka berjaga di samping kolam sambil memegang tongkat."

"Aku baru diizinkan naik setelah 1 jam. Setelah itu, aku pun bisa berenang," lanjut Andini.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
si dianti bner2 geblek,,, emosi jdiny.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1307

    Dia akhirnya menurunkan kelopak matanya perlahan. Bulu mata yang tebal memunculkan dua bayangan berat di atas wajahnya yang pucat.Seolah-olah seluruh tenaganya tersedot habis, Rangga tenggelam di sandaran kursi yang dingin. Seluruh dirinya seperti sedikit demi sedikit ditelan kegelapan tak berwujud, semakin dalam, hingga akhirnya jatuh ke lautan keputusasaan yang sunyi."Pasti ...." Suaranya serak dan lirih, seperti helaan napas yang melayang di udara beku, membawa rasa sesak seakan-akan sedang tenggelam. "Pasti telah terjadi banyak sekali hal, 'kan?"Di luar jendela, cahaya fajar tampak semakin berkilau indah. Namun, dua orang di dalam ruangan itu seperti sejak lama sudah tenggelam ke danau yang begitu dingin dan menusuk tulang.Andini mengerahkan tenaga, mencubit pergelangan tangannya sendiri. Kuku-kukunya menancap dalam ke kulit. Rasa sakit yang tajam itu membuatnya dengan susah payah mendapatkan sedikit kejernihan kembali.Dia menarik napas panjang, menekan rasa sesak di tenggorok

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1306

    Andini mengerutkan alis. Rasa aneh yang muncul di hatinya semakin membesar.Dia menatap Rangga dengan tatapan selidik, dan akhirnya tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Rangga, kenapa kamu ada di sini?"Rangga menarik kembali tangannya, lalu perlahan-lahan menyeret langkah masuk ke ruangan. "Aku nggak tahu."Saat berbicara, dia sudah kembali duduk di kursi itu. Seolah-olah akhirnya tak perlu lagi memaksakan diri, dia mengembuskan napas berat, mengangkat tangan dan menekan pelipisnya yang masih terasa nyeri. Gerakannya membawa sedikit sikap keras kepala dan ketidaksabaran yang hanya dimiliki oleh Rangga saat masih muda.Dia perlahan membuka mulut. Suaranya rendah dan serak, mengandung kebingungan. "Aku hanya ingat kalau aku terluka sangat parah. Seluruh tulangku seperti hancur, rasanya sangat sakit. Setelah itu, semuanya menjadi kacau dan gelap. Aku nggak tahu siang atau malam, nggak tahu berada di mana."Dia terhenti, terengah-engah beberapa kali, seakan-akan sekadar mengingat rasa s

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1305

    "Pangeran adalah orang yang bijaksana!" Agos segera menyangkal, "Hal ini sangat rahasia. Hamba menjaga mulut rapat-rapat, mustahil ada kebocoran. Lagi pula, langkah kaki hamba sangat ringan, bahkan ahli persilatan pun belum tentu bisa menyadarinya. Nona Andini hanya gadis biasa. Bagaimana mungkin dia dapat mengetahuinya?"Ucapan itu justru mengingatkan Ganendra. Keterampilan Agos sudah sangat ia pahami. Teknik meringankan tubuhnya termasuk yang terbaik di Negara Tarbo.Jika dia sengaja menyembunyikan jejak, memang hanya sedikit sekali orang yang mampu mendeteksinya.Kalau begitu, rencana menampilkan kelemahan untuk memperoleh simpati itu, mungkin memang bisa berhasil?Hanya saja, Andini dan Rangga telah tumbuh bersama sejak kecil. Hubungan mereka memang berbeda ....Setitik kepuasan muncul di sudut bibir Ganendra. Benar, bagaimana mungkin tidak berhasil?Dia kehilangan ibunya saat masih kecil, diabaikan oleh ayahnya, bukankah justru dengan penampilan yang rapuh, patuh, dan penuh kesaba

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1304

    Cahaya fajar memancar seperti emas cair ke dalam jendela paviliun, menyeret bayangan panjang di atas lantai yang dingin.Andini berdiri terpaku di tepi pintu. Tatapannya jatuh pada wajah pucat yang bersandar pada kursi bundar itu. Dia nyaris lupa, kapan terakhir kali dia mengingat wajah itu dengan jelas.Seseorang yang pernah menghabiskan lebih dari sepuluh tahun dalam hidupnya, seolah-olah telah lama menghilang diam-diam, pergi tanpa suara, hanya menyisakan seberkas bayangan kabur di sudut ingatannya.Saat ini, cahaya fajar menembus kisi-kisi jendela berukir, menutupi wajahnya yang tanpa warna darah itu dengan lembut tetapi juga kejam. Garis-garis wajah yang terlalu jelas itu entah kenapa membuatnya teringat pada bunga plum yang pernah mekar di Paviliun Persik.Ketika bunga mekar, tetap mampu memukau waktu. Namun, perasaan yang dulu membuat hatinya bergetar dan berdebar itu, kini seperti pasir yang mengalir di sela jari, tak bisa lagi digenggam.Namun ... dia masih hidup. Syukurlah.H

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1303

    Saat berbicara sampai di titik ini, Andini menundukkan kepala dan ternyata meniru gaya Ganendra. "Kali ini, aku datang jauh-jauh ke Negara Tarbo hanya untuk Rangga. Keluarga Gutawa bilang Rangga rada di tangan Pangeran. Pangeran mungkin nggak tahu aku dan Rangga tumbuh bersama sejak kecil, jadi ikatan kami cukup kuat.""Karena aku sudah menjaga Pangeran selama dua malam, aku mohon Pangeran bisa izinkan aku bertemu dengannya ...."Ucapan Andini terdengar sangat tulus, tetapi secara tidak langsung ikut menyeret Keluarga Gutawa ke dalamnya juga.Ganendra mengernyitkan alisnya dan menatap Andini dengan tajam. Dia berusaha melihat menembus topeng yang dipakai Andini, tetapi dia tetap tidak bisa memahami pikiran Andini."Kamu ...."Setelah ragu begitu lama, Ganendra tetap tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia tidak tahu apakah wanita di hadapannya ini sedang berpura-pura atau memang benar-benar hanya mengkhawatirkan Rangga.Andini bukannya mundur saat melihat reaksi Ganendra yang terl

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 1302

    Malam yang panjang akhirnya berlalu dan cahaya fajar menyingsing di ufuk timur.Saat perlahan-lahan membuka matanya, hal pertama yang dilihat Ganendra adalah Andini yang duduk di kursi tak jauh dari ranjang sambil membaca buku pengobatan di tangan dengan serius. Cahaya matahari yang lembut menyinari sisi wajah Andini, membuat ekspresi Andini yang anggun terlihat sangat suci. Ternyata Andini benar-benar menjaganya sepanjang malam.Namun, reaksi pertama Ganendra malah tersenyum sinis. Dia tidak mengerti mengapa wanita di dunia ini begitu mudah dipermainkan, segala akting pura-pura lemahnya itu ternyata selalu berhasil.Ganendra menundukkan kepalanya. Saat kembali membuka matanya, tatapannya yang tadinya terlihat mengejek sudah berubah menjadi tatapan lemah dan tak berdaya."Nona Andini ...," panggil Ganendra dengan pelan, seperti sebuah helaan napas yang bergema di dalam ruangan yang sunyi itu.Andini mengangkat kepala dan menatap Ganendra, lalu tersenyum dengan hangat dan lembut. "Pange

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status