Dua hari pun berlalu. Akhirnya, Andini berhasil menemukan jalan keluar.Meski dalam kitab-kitab pengobatan tidak tercantum resep peluruh kandungan, dia menemukan resepnya di klinik pengobatan.Setelah membawa resep itu pulang, Andini mempelajarinya dengan saksama. Untung saja dia sudah membaca berulang-ulang kitab dari tabib kediaman, hingga hafal berbagai ramuan penyelamat nyawa dan dapat menghubungkannya secara mendalam.Andini memberanikan diri mengganti beberapa bahan dari resep asli, lalu menambahkan ramuan penguat tubuh, hingga akhirnya berhasil merebus semangkuk ramuan dan membawanya ke hadapan Safira.Ramuan berwarna hitam pekat itu masih mengepul hangat.Ranti segera melangkah maju hendak mengambil mangkuknya, tapi Andini buru-buru mundur menghindari tangan Ranti. Melihat hal itu, alis Safira langsung berkerut tajam. "Lancang! Andini, kamu mau main trik apa lagi?""Hamba tidak berani!" jawab Andini lembut, tapi nadanya tetap tegas.Dia menatap Safira dengan lekat, lalu berkata
'Nggak apa-apa, malam ini akan kupikirkan lagi. Kalau memang tetap nggak menemukan ramuan terbaik, barulah kupikirkan langkah lain.'Malam semakin larut.Namun di dalam kamar Andini, cahaya lentera masih menyala.Beberapa kitab pengobatan yang diberikan oleh tabib kediaman sudah dia baca berulang kali, tapi tetap saja belum ada cara terbaik untuk menggugurkan kandungan tanpa membahayakan nyawa.Saat dia tengah berpikir keras, tiba-tiba terdengar suara dari luar kamar.Tok!Sebuah batu kecil menghantam pintu.Andini tertegun sejenak. Seketika, bayangan seseorang muncul di benaknya. Hatinya langsung berdesir dan dia buru-buru membuka pintu. Namun, yang terlihat di halaman justru hanya kehampaan.Keningnya berkerut pelan. Akan tetapi entah mengapa, dia berbalik dengan cepat seolah menyadari sesuatu. Benar saja, entah sejak kapan Kalingga sudah berada di dalam kamarnya.Andini buru-buru menutup pintu, lalu memandang Kalingga dengan penuh harap, "Kak Kalingga!"Mungkin merasa tidak pantas m
Safira memang akhirnya mau tinggal di Kediaman Pangeran Surya, tapi semuanya serba tidak menyenangkan baginya. Makanan dan minuman terasa hambar baginya. Dalam waktu sehari saja, dia sudah mengamuk lebih dari sekali.Andini memilih bersikap seolah tidak tahu apa-apa. Baginya, selama Safira masih tahu batas dan tidak sampai melukai nyawa orang-orang di dalam kediaman, dia tidak perlu ikut campur. Namun, orang pertama tidak sanggup menahan diri justru Safira sendiri.Menjelang sore, utusannya datang membawa pesan bahwa Safira memanggil Andini. Andini pun mengikuti pelayan itu menuju Paviliun Anggrek.Safira tengah duduk di bawah beranda sambil melamun. Begitu melihat Andini datang, barulah dia duduk lebih tegak dan menatap Andini dengan kening berkerut.Andini melangkah maju dan memberi salam, "Hamba memberi salam hormat pada Putri."Putri hanya menjawab dingin, "Hm." Kemudian, dia melirik ke arah Ranti. Ranti langsung mengerti. Dia pun mengisyaratkan semua pelayan dan kasim lainnya untu
Begitu mendengar kata "sepuluh hari", Safira langsung mendengus dingin, lalu melangkah masuk ke dalam Kediaman Pangeran Surya. Andini pun mengikuti di belakangnya.Di belakang mereka, gerbang besar kediaman perlahan tertutup, sekaligus menghalangi pandangan dan suara keramaian dari luar. Barulah Safira menghentikan langkah, lalu berbalik menatap Andini."Perkenalkan, ini pelayan pribadi istanaku, Ranti," ujarnya.Mendengar itu, Andini pun memandang ke arah pelayan tersebut. Ranti menatapnya dengan angkuh, seolah-olah merasa hebat karena majikannya adalah seorang putri.Andini hanya menanggapinya dengan tenang, lalu membalas dengan sedikit anggukan hormat. Namun, justru sikap itu membuat Ranti semakin pongah. Padahal dia hanyalah pelayan yang melayani Safira, tetapi tingkahnya seolah dia sendiri adalah seorang putri.Jelas sekali, dia belum menyadari bahwa ajalnya tidak jauh lagi.Melihat Andini menunjukkan rasa hormat bahkan pada pelayannya, Safira pun menyeringai mengejek."Benar juga
Di dalam istana, selain Kaisar, hanya para pengawal yang mungkin bisa melakukan hal seperti itu.Mendengar ucapan Andini, Kalingga pun terkejut seketika. Dalam sekejap, dia menyadari untuk apa Safira memanggil Andini ke istana hari ini. Dia segera menurunkan suaranya dan bertanya, "Sudah berapa lama?""Lebih dari tiga bulan," jawab Andini. Sorot matanya mulai dipenuhi dengan kilatan dingin. "Dia bilang beberapa hari lagi akan datang ke Kediaman Pangeran Surya untuk menemaniku. Itu hanya alasan agar aku membantunya menggugurkan kandungan."Suara Andini sangat pelan. Bahkan Kalingga yang berdiri tepat di depannya juga hanya bisa mendengar dengan susah payah.Namun, hatinya sudah mulai diliputi kekhawatiran. Kalingga mengernyit dan bertanya, "Lalu, bagaimana kamu berencana menghadapinya?""Nggak ada cara lain," jawab Andini. "Aku hanya bisa melakukannya di dalam kediaman pangeran. Tapi ... kalau sampai gagal, nyawa bisa jadi taruhannya ...."Tatapan Kalingga semakin tajam, suaranya pun ik
Andini menjawab apa adanya, tetapi Safira tetap tidak percaya."Aku nggak peduli! Pokoknya harus ada! Aku akan bilang pada Ayahanda bahwa aku mau menginap di Kediaman Pangeran Surya selama beberapa hari. Di sanalah kamu harus mencarikan cara untuk menggugurkan kandungan ini. Kalau nggak, kamu pasti tahu apa akibatnya!"Hati Andini terasa semakin berat. Dia tidak ingin Safira tinggal di Kediaman Pangeran Surya. Menggugurkan kandungan sangat berisiko. Jika sampai terjadi sesuatu pada Safira, bukankah itu akan melibatkan Surya dalam masalah?Andini menarik napas panjang sebelum berkata, "Setelah Pangeran Surya meninggalkan ibu kota, hamba sebenarnya berencana kembali ke rumah kecil hamba sendiri ...."Namun, belum sempat kalimat itu selesai, Safira langsung memotongnya, "Silakan kamu kembali ke rumah kecilmu. Tapi aku akan tetap menggugurkan kandungan ini di Kediaman Pangeran Surya!"Jelas sekali, Safira tahu betul betapa pentingnya Surya di hati Andini. Jika Andini tidak rela Surya terli