Andini tidak tahu sejak kapan Rangga datang. Apakah saat Kalingga sedang mengoleskan obat untuknya, atau saat Kalingga meniup luka di wajahnya?Namun, dari ekspresi Rangga, Andini tahu satu hal yang pasti, yaitu Rangga sangat marah.Tatapan Rangga padanya seperti ingin menusuknya dengan pedang. Dia jauh lebih murka dibanding saat memergokinya bersama Baskoro di taman istana waktu itu.Dulu ketika tiba-tiba bertemu Rangga, Andini masih merasa bersalah dan gugup, seperti orang yang tertangkap basah. Namun, kali ini hatinya sangat tenang.Bahkan, dia merasa ada bagusnya juga jika Rangga melihat semuanya. Mungkin kalau pria itu salah paham, dia akan berhenti mengganggunya.Kalingga pun menyadari perubahan pada sorot mata Andini. Kemudian, dia baru sadar ada orang lain di pintu.Tubuhnya menegang sedikit, lalu dia menoleh. Saat itu, mata Rangga sudah menyala penuh amarah, seolah-olah hendak membakar Kalingga.Dia tak menyangka Rangga akan datang. Padahal, hari ini seharusnya Rangga pergi ke
Andini berniat mengoleskan obat ke wajahnya dulu sebelum kembali. Namun, begitu masuk ke ruangan, tak disangka dia langsung melihat Kalingga.Kalingga masih mengenakan seragam, tampak seperti sudah menunggunya cukup lama."Kak Kalingga?" Andini tanpa sadar memanggil, "Kenapa Kakak ke sini?"Kening Kalingga berkerut dalam. Dia melangkah cepat ke depan Andini, matanya langsung tertuju pada pipinya yang merah dan bengkak. "Selir Agung Haira sekejam ini?"Jelas sekali, dia sudah mendengar kabar bahwa Andini ditampar, makanya dia buru-buru datang ke balai kesehatan kekaisaran.Saat itu, hanya tabib istana bernama Wira yang berjaga malam. Entah kenapa, melihat Andini dan Kalingga dalam posisi seperti itu, dia langsung melarikan diri ke ruangan sebelah.Andini sebenarnya ingin menyapanya lebih dulu, tetapi sebelum sempat membuka mulut, Kalingga sudah menarik lengannya dan menahannya di kursi dengan agak memaksa.Begitu melihat Kalingga mengambil salep luka dan berniat mengoleskannya ke wajahn
Ternyata ini!Andini menatap Haira dengan agak terkejut. Awalnya, dia mengira Haira akan memintanya melakukan sesuatu yang kejam dan tak berperikemanusiaan, makanya dia tidak langsung menyanggupi, memilih menunggu sampai Haira menjelaskan semuanya dulu.Tak disangka, Haira justru memintanya melindungi seorang wanita di dalam istana.Mungkin karena melihat ekspresi terkejut di wajah Andini, Haira pun tersenyum. "Dulu dia pelayanku. Dia biasanya melayaniku langsung. Tapi tujuh bulan lalu, Kaisar mabuk dan mengira dia adalah aku, jadi ...."Menyebut kejadian itu, suara Haira dipenuhi penyesalan. "Gadis sebaik itu seharusnya keluar dari istana dan menjalani hidup baru saat usianya sudah cukup. Siapa sangka malah mengalami hal seperti itu!""Parahnya lagi, Kaisar malah menyalahkan dia atas semua yang terjadi. Kalau bukan aku yang memohon ampun, mungkin dia sudah dihukum mati."Mendengar itu, Andini mengerutkan alis. Jadi, usia Adara kemungkinan tidak jauh berbeda dengannya, tetapi malah din
Tatapan Haira tertuju pada pipi Andini, lalu sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis. "Kamu nggak marah karena aku terlalu serius dalam sandiwara ini, 'kan?"Tamparan itu memang sangat keras. Andini juga tersenyum. "Kalau nggak cukup keras, mana mungkin Putri Safira bisa percaya?"Tentang rencana Safira untuk menyingkirkan Sandika, Andini sudah membicarakannya dengan Haira saat membantu menstabilkan kesehatannya.Hanya saja, mereka tak menyangka Safira akan langsung menjadikan Andini kambing hitam begitu selesai membunuh.Mungkin Safira memang sengaja, entah untuk menguji apakah Andini benar-benar bisa menjadi tameng di saat genting, atau untuk memecah hubungan antara Andini dan Haira supaya tidak ada yang berani merebut "murid tabib sakti" ini.Makanya, tamparan dari Haira hari ini benar-benar membuat Andini terkejut. Namun, setelah mendengar ucapan Safira saat itu, barulah Andini sadar bahwa Haira hanya berpura-pura.Saat ini, dia segera maju memeriksa denyut nadi Haira. Se
Tamparan Haira begitu keras hingga saat Andini menghadap Kaisar, separuh wajahnya masih bengkak parah.Kaisar tentu saja sudah mendengar kabar bahwa Haira menampar Andini. Melihat wajah Andini, keningnya pun berkerut tanpa sadar. "Sampai separah ini?"Andini menyunggingkan bibirnya. "Nggak apa-apa, Yang Mulia. Saya sudah mengoleskan obat."Padahal sebenarnya belum. Obat yang dibuat dari resep dalam buku medis pemberian gurunya, hanya perlu waktu setengah jam untuk meredakan seluruh bengkaknya.Andini sengaja datang dengan wajah masih bengkak, sengaja berbohong, karena ingin melihat ekspresi Kaisar. Kesal, khawatir, bahkan sedikit rasa bersalah. Tidak perlu banyak, cukup sedikit.Kemudian, Kaisar menghela napas panjang. "Aku sudah menyuruh orang menyelidiki. Saat Sandika meninggal, kamu masih berada di istana. Nggak mungkin kamu punya waktu untuk melakukannya. Apalagi dengan kemampuanmu, mana mungkin kamu bisa mengalahkan Sandika?"Bagaimanapun, Sandika pernah menjadi Panglima Pengawal
Andini tentu terkejut. Terdengar teriakan marah Haira. "Wanita jalang! Apa aku pernah berbuat salah padamu? Kamu sudah membunuh anakku, sekarang kamu juga membunuh adikku?"Andini yang membunuh adiknya? Dia pun mengerutkan kening, secara refleks melirik ke arah Safira, lalu baru menoleh pada Haira. "Selir Agung, tenang sedikit. Sepertinya ada kesalahpahaman di sini.""Kesalahpahaman apa?" bentak Haira, lalu melayangkan tamparan lagi ke arah Andini.Untung kali ini Andini sudah bersiap. Dia segera mundur selangkah dan berhasil menghindar. Namun, Haira tak ingin melepaskannya begitu saja. Dia langsung menyerang lagi.Saat itu, Ranti bersama para dayang dan pengawal menghampiri, lalu buru-buru menahan Haira. Namun, bagaimana mungkin Haira mau melepaskan Andini?Sandika meninggal dengan tragis, bagaimana dia tidak murka? Kematian seperti itu mempermalukan seluruh Keluarga Rahardian!Walaupun sudah ditahan, Haira terus berusaha menyerang. Tangannya mengayun dengan penuh amarah, seolah-olah