Dengan anggun, Delinda mengangkat cangkir kopinya lalu menengaknya sedikit. Setelah merasakan nikmatnya rasa kopi itu, Deolinda menyimpan kembali cangkirnya ke atas meja. Kemudian menatap Gibran yang berdiam diri di depannya
“Kau hanya melihatku minum?” Deolinda menyindir, tingkah laku Gibran yang hanya mematung seperti benda mati. Padahal dia sudah memesan minumannya juga
“Kau berurusan dengan wanita itu lagi?” Gibran malah bertanya. Hal itu membuat Deolinda mengerutkan alisnya
“Apa maksudmu?”
“Dia bekerja di perusahaanku. Jika kau ingin balas dendam, aku bisa melakukannya untukmu. Kau tidak harus mengambil Id Card karyawannya.”
Mendengar itu, Deolinda terkekeh pelan. Dia merasa aneh kenapa Gibran mengikut campuri urusannya. Padahal sejak dua tahun yang lalu, laki-laki itu tidak ingin tahu urusannya.
“Apa kau sedang menjadi bos yang baik untuknya?”
Deolinda bertanya seperti itu, sebenarnya memiliki tujuan untuk menyindir. Dia pikir, Gibran tidak perlu melakukan itu. Kecuali jika Gibran dan hubungan dengan wanita itu
“Aku tidak memiliki waktu lagi. bisa kah kau berikan itu padaku. Kau sudah membuat karyawanku menderita.”
Deolinda tersenyum sinis. Dia jelas tidak suka dengan apa yang dilakukan Gibran malam ini.
Kemudian, Deolinda membuka tas mahalnya. Dia mengeluarkan Id Card milik Binar. Lalu menyimpannya di atas meja
“Dengan ini, apa aku bisa membeli waktumu untuk besok? Aku tahu, kau pasti akan sibuk. Tapi aku benar-benar membutuhkanmu.”
Dengan cepat, Gibran mengambil Id Card itu. Lalu kemudian dia bangkit. Sebelum meranjakan kakinya dia berkata terlebih dahulu kepada Deolinda
“Beri aku jadwal, kapan aku harus pergi bersamamu besok.”
Setelah kepergian Gibran. Deolinda masih terdiam. Bibirnya tertarik sempurna. Dalam kepalanya berkecamuk pikiran tak habis pikirnya.
Meminta waktu Gibran saat ini akan sangatlah sulit untuknya. Deolinda tahu betul akan hal itu. Dan dia tidak menyangka jika dengan benda itu, Gibran menyanggupi untuk memberikannya waktu untuk besok malam
Dan dia juga berpikir. Sebenarnya apa yang sedang Gibran perjuangkan?
***
Setelah makan malam, dan membersihkan tubuhnya. Seperti biasa Binar akan membantu ibunya di toko rotinya.
Embun hanya memiliki satu karyawannya. Untuk jam-jam malam seperti ini. Toko akan ramai mungkin sampai sekitar pukul 10 malam. Dan tenaga Binar benar-benar sangat berguna.
Binar yang sedang bergulat dengan mesin pembuat jus buah, itu menoleh. Saat Raja –karyawaan toko rotinya memanggilnya
“Yang di dekat lemari es itu, ponselmu bukan?”
Binar menangguk. Dia memang menyimpan ponselnya disana
“Aku dengar, ponselmu berbunyi.”
Binar pikir, itu pasti sesuatu yang penting. Maka dari itu dia mengalihkan pekerjaannya kepada Raja dan menghampiri ponselnya
Dan benar, ponsel itu menunjukan sambungan telpon masuk. Dari nomor yang tidak dikenalinya. Tapi Binar tetap saja mengangkatnya
“Dimana kau, aku sudah mendapatkan Id Cardmu.” Saat telpon masuk itu, Gibran langsung bersuara
Binar sendiri sangat mengenali suara itu. Tapi agaknya dia tidak mempercayai itu
“Kau sedang tidak berbohong bukan?”
“Biar aku menunjukannya langsung padamu. Dimana kau?”
Binar terdiam cukup lama. Pikirannya berkecamuk antara percaya dan tidak percaya. Dan dia bimbang antara mengizinkan Gibran bertemu dengannya atau tidak.
“Cepat katakan, dimana aku harus bertemu denganmu?”
Suara Gibran di sebrang telpon membuyarkan lamunannya. Dan Binar tanpa ragu menyebutkan alamat toko kue ibunya. Tidak ada pilihan lain, dia sendiri sebenarnya sangat penasaran apakah perkataan Gibran benar apa tidak.
***
Sekitar 30 menit, Gibran sampai di toko roti ibunya. Gibran datang hanya menggunakan setelan kerjanya tanpa jas. Hanya menampilkan kemaja putihnya saja yang sengaja ia lipat sampai menyentuh sikut.
Kancing bagian teratasnya juga tidak ia kancingkan. Berbeda dengan penampilannya sebagai presdir perusahaan. tampilan Gibran seperti laki-laki muda yang selalu mengedepankan wanita.
“Siapa kau sebenarnya?” Binar malah bertanya. Dia menjadi penasaran tentang jati diri laki-laki itu. Dia teringat tentang perjanjiannya tadi siang.
Jika saat ini Gibran berhasil mendapatkan Id Cardnya dari Deolinda. Itu berarti perkataan Gibran yang menyebutkan jika dirinya adalah tunangannya Deolinda adalah benar.
Tapi yang membuat Binar bertanya-tanya adalah. Dengan tampilan Gibran yang seperti itu, mana mungkin dia bisa menyandang sebagai tunangannya Deolinda. Kecuali memang Gibran adalah seorang yang memiliki nama besar sama seperti Deolinda.
Hal itu membuat Binar berpikir, apakah laki-laki yang ada di depannya ini adalah seseorang dari keluarga konglomerat.
Bukan malah menjawab, Gibran memberikan Id Card itu kepada pemiliknya. Binar tertegun sesaat. Jika Gibran tidak berbohong dengan ucapannya
Dengan adanya Gibran menyerahkan Id card itu. Secara tidak langsung Gibran menjawab pertanyaan Binar.
“Aku seseorang yang membantumu, mendapatkan Id Card karyawanmu yang diambil Deolinda.”
“Ya, terima kasih untuk ini. Aku akan mentraktirmu makan sebagai balasannya,” kata Binar, seraya memasukan Id Card miliknya ke dalam saku celananya
“Aku akan menunggu traktiranmu.” Setelah mengatakan itu, Gibran bangkit dari duduknya dan bersiap untuk pergi
Binar pun lantas ikut bangkit, dan langsung memperkenalkan dirinya “Aku Binar Anatari, bekerja di Moon Light, sebagai staf Divisi Pemasaran.”
“Aku tahu.” dengan Binar tidak memperkenalkan dirinya juga, Gibran sudah mengetahui siapa wanita itu. Gibran tahu setelah melihat Id Cardnya.
“Aku sudah memperkenalkan diriku, secara jelas. kau juga harus memperkenalkan dirimu secara jelas juga.”
“Bukankah aku kemari, dan membawa Id Cardmu itu sudah menjelaskan siapa aku?”
Setelah mengatakan itu, Gibran pergi. Meninggalakan segala kalimat tanya untuk Binar.
Apa yang dikatakan Gibran, seharusnya bisa membuat Binar tahu. Tapi tampaknya Binar masih berada dijalan yang buntu untuk memahami jati diri Gibran.
Seharusnya dengan adanya Gibran datang kemari dan membawa Id Card itu, Binar menjadi tahu jika Gibran adalah tunangannya Deolinda, seperti apa yang ditaruhkan dalam perjanjiannya tadi siang diatap gedung perusahaan.
Dalam kebingungan itu, Binar merasakan jika ponselnya bergetar, tanpa pesan masuk. Lantas Binar pun membukanya. Dan tertegun saat mendapati pesan dari Gibran
“Jika kau ingin tahu siapa aku dengan jelas. Datang ke lobby utama perusahaan, besok pukul sembilan pagi.”
Binar buru-buru masuk ke dalam rumahnya, setelah menyelesaikan pekerjaannya di toko roti ibunya, tepat pada pukul sepuluh malam.Hal itu mampu membuat Embum bingung, melihat Binar yang kini sedang menggeledah tumpukan majalah yang berada di lemari bawah tv.“Kau mencari apa?” tanya Embun, seraya mengaitkan tas slempangnya pada penggantung pakaianBinar masih sibuk mencari “Aku mencari majalah fasion yang sempat ibu tunjukan padaku tadi.”Embun tahu, majalah yang dicari Binar adalah majalah fasion yang menampilkan biografi dari seorang Deolinda Diatmika, itu membuatnya menjadi berpikir yang tidak-tidak“Kenapa kau mencari itu?”Binar diam, dia tidak menjawab. Karena terlalu fokus mencari majalah itu di antara banyaknya majalah berbagai macamEmbun khawatir, jika Binar memang benar mempunyai urusan dengan Deolinda. Untuk memastikan, Embun gerak cepat menghampiri Binar dan bertanya sekali lagi dengan s
Setumpuk kertas Binar letakan di atas mesin pencetak. Dia sedang mencopy sebuah dokumen. setelah melihat mesinnya sudah mulai bekerja, Binar menghembuskan napasnya. Pagi ini sudah sangat memelahkan, entahlah kenapa mendadak pekerjaannya begitu sangat sulit ia kerjakan.Tiba-tiba saja, diantara teraturnya suara mesin pencetak. Binar menemukan sebuah sesuatu hal yang ada pada ingatannya.Dia teringat, jika semalam dia sempat akan mengunduh foto yang dikirim Fany, akan tetapi gagal karena dia kehabisan data internetnya. Semalam juga dia sudah berencana akan mengunduhnya di kantor, sebab di kantor memiliki akses wifi secara gratis bagi karyawannya.Segera Binar meronggoh ponselnya, dan menyambungkan perangkatnya pada wifi perusahaan. akan tetapi wifi itu tidak dapat terhubung, mungkin karena terlalu banyak perangkat yang tersambung jadi server mengalami sedikit gangguan.Alhasil Binar hanya bisa melenguh.“Kau kenapa?”Lenguhan Binar
Seperti biasanya, dalam rutinitas paginya. Embun akan pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk toko rotinya. Hari ini lumyan, dia mendapati pesanan seratus bungkus roti, tentunya membuat Embun memiliki semangat yang lebih dari hari-hari biasanya.Dengan kedua kaki yang tidak lagi kuat, Embun berjalan dengan membawa beban di kedua tangannya. Saat dia berjalan melewati toko pakiannya Deolinda, langkah kakinya terhenti, apalagi matanya yang seolah terpaku di sana. Detak jantungnya mulai berdetak tidak teratur, saat wanita yang berada dihadapannya melepaskan kacamata hitammnya, kemudian dia tersenyum.Embun, membuang muka seraya mendengus. Dia enggan membalas sapaan manis itu.Juwita, dengen setelan mahal dan tas mewahnya itu melangkah satu langkah ke depan. Dalam tampilan kedua wanita itu sangat memperlihatkan sekali kesenjangan.“Apa kabarmu?” tanya JuwitaEmbun masih tampak tidak suka. Namun dia tidak akan tinggal diam saja “
“Aku sudah menjadwalkan ulang, pertemuan kita bersama beberapa klien, presdir.” Adiwangsa menyerahkan tab hitam kepada Gibran, yang berisi pergantian jadwalnya.Gibran mengangguk, kemudian bangkit dari kursi kebesarannya itu. Dan melepas setelannya, lalu mengantinya yang baru. Dengan jas berwarna hitam, yang diberikan Deolinda untuk ia kenakan dalam acaranya kali ini.“Apa ayah anda tidak mengetahui acara ini, presdir?” tanya Adiwangsa, saat Gibran sedang memakai jasnya.“Kenapa? Apa dia bertanya padamu? Atau kau yang berniat untuk memberitahunya?”Mendengar jawaban itu, Adiwansa menjadi tahu, jika Gibran tidak membicarakan ini kepada keluarganya“Tuan Jackson, pasti senang mendengar kabar ini.”“Ya. Aku pikir tidak perlu memberitahunya, jika ayah akan tahu dengan sendirinya.”“Acara itu, dihadiri banyak media. Itu akan sangat menguntungkan perusahaan. Anda pasti telah
Di dalam ruangan yang tampak mewah dan berkelas, wanita dengan tampilan menawan itu, sedang duduk di meja rias. Menatap pantulan dirinya yang rupawan di depan cermin, kadang Deolinda berpikir, kehidupannya begitu mewah, akan tetapi mengapa dirinya tidak bisa membeli kepuasannya dalam hidupnya sendiri. Sejak dulu, bahkan perihal laki-laki yang berhak untuk pendamping Deolinda, harus ditentukan oleh keluarga. Apakah dirinya terlahir untuk memperluas hubungan perusahaannya? Bukan untuk terlahir sebagai manusia yang penuh akan tanggung jawab? Kini wanita itu, mengalihkan tatapan matanya kepada sang ibu dibelakangnya. Yang kelihatan sedang sibuk dengan tab miliknya. “Ibu, kemari hanya untuk melihat tab,itu?” Deolinda menyindir. Wanita itu memang selalu ahli dalam hal semacam ini Sang ibu menghela napas, kemudian menyimpan tabnya ke atas meja dan mulai memperhatikan putrinya. “Kau cantik dengan dress itu.” Juwita kini memangku, satu majalah fasion yang bera
Mendengar pertanyaan dari wartawan itu, Gibran menarik bibirnya, kemudian berkata dengan tenang“Semua itu hanya rumor. Tolong, kedepannya jangan terlalu percaya dengan berita yang ada. Karena itu semua belum tentu benar.”Bukan hanya wartawan yang bertanya, semua wartawan yang ada mengangguk merasa puas dengan jawaban yang Gibran berikanSetelah mengatakan itu, Gibran menarik tangan Deolinda untuk berjalan menuju ruangan acara. Deolinda diam-diam tersenyum. Merasa lega dengan keadaan.“Kau memberikan jawaban yang sangat memuaskan. Ayahmu dan ayahku pasti akan senang mendengar itu,” bisik DeolindaGibran sedikit mengerinyitkan alisnya. Pasalnya ini adalah kali pertamanya Deolinda mengatakan pujian terhadapnya seperti ini.“Apa kau sedang mengungkapkan kekagumanmu?”Deolinda mendengus “Aku hanya sedang mengapresiasi usahamu. Tolong jangan percaya diri.”Gibran mengangguk, kemudian
Mobil mewah berwarna hitam, masuk ke dalam kawasan rumah yang luas dan mewah milik keluarga terpandang yaitu Diatmika. Seorang wanita yang tampak anggun dengan gaunnya, keluar dari mobil mewah itu, dengan pintu yang dibukakan oleh supirnya. Di luar sudah ada asisten pribadinya yang menunggu. Sang nyonya langsung memberikan tas seharga mobil itu kepadanya. Deolinda sendiri, berharap jika ibu maupun ayahnya sedang tidak ada di rumah. Deolinda tidak mau kedatangannya tanpa Gibran ke rumah di ketahui oleh kedua orang tuanya. Pikirkan saja. Mana ada tunangan yang tidak mengantar kekasihnya pulang ketika sudah pergi bersama. Hal itu pasti akan membuat Gibran terlihat buruk di keluarganya. Dan Deolinda enggan itu terjadi “Ibu dengar, supir pribadimu yang menjemput.” Suara bariton lembut namun tegas itu, mengudara. Saat dirinya dan asisten pribadinya menginjak ruangan keluarga. Ternyata Juwita sedang dipijat dengan majalah fasion yang dibacanya Sebelu
Mobil mewah berwarna hitam, masuk ke dalam kawasan rumah yang luas dan mewah milik keluarga terpandang yaitu Diatmika.Seorang wanita yang tampak anggun dengan gaunnya, keluar dari mobil mewah itu, dengan pintu yang dibukakan oleh supirnya. Di luar sudah ada asisten pribadinya yang menunggu. Sang nyonya langsung memberikan tas seharga mobil itu kepadanya.Deolinda sendiri, berharap jika ibu maupun ayahnya sedang tidak ada di rumah. Deolinda tidak mau kedatangannya tanpa Gibran ke rumah di ketahui oleh kedua orang tuanya.Pikirkan saja. Mana ada tunangan yang tidak mengantar kekasihnya pulang ketika sudah pergi bersama. Hal itu pasti akan membuat Gibran terlihat jelek di keluarganya. Dan Deolinda enggan itu terjadi“Ibu dengar, supir pribadimu yang menjemput.” Suara bariton lembut namun tegas itu, mengudara. Saat dirinya dan asisten pribadinya menginjak ruangan keluarga. Ternyata Juwita sedang dipijat dengan majalah fasion yang dibacanya