Binar buru-buru masuk ke dalam rumahnya, setelah menyelesaikan pekerjaannya di toko roti ibunya, tepat pada pukul sepuluh malam.
Hal itu mampu membuat Embum bingung, melihat Binar yang kini sedang menggeledah tumpukan majalah yang berada di lemari bawah tv.
“Kau mencari apa?” tanya Embun, seraya mengaitkan tas slempangnya pada penggantung pakaian
Binar masih sibuk mencari “Aku mencari majalah fasion yang sempat ibu tunjukan padaku tadi.”
Embun tahu, majalah yang dicari Binar adalah majalah fasion yang menampilkan biografi dari seorang Deolinda Diatmika, itu membuatnya menjadi berpikir yang tidak-tidak
“Kenapa kau mencari itu?”
Binar diam, dia tidak menjawab. Karena terlalu fokus mencari majalah itu di antara banyaknya majalah berbagai macam
Embun khawatir, jika Binar memang benar mempunyai urusan dengan Deolinda. Untuk memastikan, Embun gerak cepat menghampiri Binar dan bertanya sekali lagi dengan sedikit sentakan
“Kenapa kau mencari itu?!”
Mendengar sang ibu yang bereaksi seperti itu, membuat Binar kebingungan.
“Ada apa? Aku hanya ingin membacanya.”
“Kenapa kau ingin membacanya? Untuk apa?”
Binar semakin bingung, kenapa Embun sangat terlihat seperti tidak suka melihat Binar mencari tahu tentang Deolinda
“Ada apa dengan ibu? Aku hanya ingin tahu siapa itu Deolinda.”
“Tidak perlu! Kau tidak perlu tahu siapa itu Deolinda.”
“Kenapa?”
“Pokoknya tidak boleh, bisakah kau menurut perkataan ibu?”
“Y-ya.” Binar ragu untuk menuruti perintah itu, tapi satu sisi dia sangat penasaran.
Setelah mendapati jawaban dari sang putri, Embun beranjak menuju kamarnya. Semua harinya sudah ia lewati dengan seluruh tenaganya. Dia sangat lelah.
Di dalam kamarnya, Embun membuka laci dan mengeluarkan majalah fasion yang menampilkan sosok Deolinda. Padangan matanya kala melihat foto wanita itu, memiliki kesan emosiaonal yang sangat tinggi. Lalu secara perlahan jemarinya mengerat, meremas majalah itu hingga permukaannya tidak mulus lagi
***
Binar tidak begitu saja, membiarkan rasa penasarannya bersemayam di dalam kepalanya.
Dia akhirnya mencari tahu lewat pencarian di kolom internet. Deolinda orang yang sangat dikenal, keluarganya juga terpandang. Jadi media internet pasti banyak yang mengekpos kehidupan tentang wanita itu.
Sejak, Gibran mengatakan jika kehadirannya malam ini dan membawa id card miliknya sudah menjadi jawaban siapa dirinya yang sebenarnya. Binar menjadi sangat penasaran. Dia ingin tahu siapa nama laki-laki itu. Jika Gibran benar tunangannya Deolinda. Nama laki-laki itu pasti tercantum dalam biografinya, dan setelah Binar mengetahui siapa nama laki-laki itu, dia akan mencari tahu siapa sosok Gibran ini.
Setelah penacariannya, berhasil membuahkan apa yang dia cari. Binar mulai membaca semuanya dan menemukan nama dari tungannya.
“Gibran Emilio Fransisco. Putra dari Jackson Fransisco Direktur utama perusahaan Moon Light.”
Matanya benar-benar melotot, apalagi jantungnya sampai Binar merasa jantungnya sudah berada tidak di tempatnya lagi.
Nama itu tidak begitu asing. Binar ingat, kapan dia mendengar nama itu, yaitu di perusahaan tempatnya bekerja, semua orang menyebut nama itu sebagai presdir baru yang mengantikan tuan Jackson.
Lantas Binar pun langsung, menutup laman websitenya dan meranjak pada aplikasi telpon, dia akan menelpon Fany sahabatnya.
Sambungan itu tidak berbunyi lama. Fany menerimanya dengan waktu yang cukup singkat.
“Ada apa kau menelponku?” tanya Fany di balik telpon
“Aku hanya ingin menanyakan sesuatu.”
“Apa itu?”
“Kau punya foto, presdir kita yang baru itu?”
“Gibran? Ya, tentu saja punya. Aku sempat bekerja dengan dia selama dua tahun, ku rasa aku memiliki foto berdua dengannya. Kenapa?”
“Boleh aku melihatnya? Aku ingin tau sosok presdir kita yang baru.”
Fany terdengar tertawa di sebrang telpon, dia sepertinya sedang meledek “Apa kau naksir dia?”
“Aku hanya ingin tahu!” tekan Binar
Fany terkekeh “Baik-baik. Aku akan mengirimkannya.”
“Ya, aku tunggu!”
Sambungan telpon itu terputus, dan langsung menampilkan notif dari Fany yang mengirimnya sebuah foto.
Akan tetapi, pada saat Binar ingin mengunduhnya. Tiba-tiba saja oprator mengirimkan pesan, jika kuota internet yang dia punya sudah sepenuhnya dia gunakan. Hal itu membuat Binar mendecak.
Setumpuk kertas Binar letakan di atas mesin pencetak. Dia sedang mencopy sebuah dokumen. setelah melihat mesinnya sudah mulai bekerja, Binar menghembuskan napasnya. Pagi ini sudah sangat memelahkan, entahlah kenapa mendadak pekerjaannya begitu sangat sulit ia kerjakan.Tiba-tiba saja, diantara teraturnya suara mesin pencetak. Binar menemukan sebuah sesuatu hal yang ada pada ingatannya.Dia teringat, jika semalam dia sempat akan mengunduh foto yang dikirim Fany, akan tetapi gagal karena dia kehabisan data internetnya. Semalam juga dia sudah berencana akan mengunduhnya di kantor, sebab di kantor memiliki akses wifi secara gratis bagi karyawannya.Segera Binar meronggoh ponselnya, dan menyambungkan perangkatnya pada wifi perusahaan. akan tetapi wifi itu tidak dapat terhubung, mungkin karena terlalu banyak perangkat yang tersambung jadi server mengalami sedikit gangguan.Alhasil Binar hanya bisa melenguh.“Kau kenapa?”Lenguhan Binar
Seperti biasanya, dalam rutinitas paginya. Embun akan pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk toko rotinya. Hari ini lumyan, dia mendapati pesanan seratus bungkus roti, tentunya membuat Embun memiliki semangat yang lebih dari hari-hari biasanya.Dengan kedua kaki yang tidak lagi kuat, Embun berjalan dengan membawa beban di kedua tangannya. Saat dia berjalan melewati toko pakiannya Deolinda, langkah kakinya terhenti, apalagi matanya yang seolah terpaku di sana. Detak jantungnya mulai berdetak tidak teratur, saat wanita yang berada dihadapannya melepaskan kacamata hitammnya, kemudian dia tersenyum.Embun, membuang muka seraya mendengus. Dia enggan membalas sapaan manis itu.Juwita, dengen setelan mahal dan tas mewahnya itu melangkah satu langkah ke depan. Dalam tampilan kedua wanita itu sangat memperlihatkan sekali kesenjangan.“Apa kabarmu?” tanya JuwitaEmbun masih tampak tidak suka. Namun dia tidak akan tinggal diam saja “
“Aku sudah menjadwalkan ulang, pertemuan kita bersama beberapa klien, presdir.” Adiwangsa menyerahkan tab hitam kepada Gibran, yang berisi pergantian jadwalnya.Gibran mengangguk, kemudian bangkit dari kursi kebesarannya itu. Dan melepas setelannya, lalu mengantinya yang baru. Dengan jas berwarna hitam, yang diberikan Deolinda untuk ia kenakan dalam acaranya kali ini.“Apa ayah anda tidak mengetahui acara ini, presdir?” tanya Adiwangsa, saat Gibran sedang memakai jasnya.“Kenapa? Apa dia bertanya padamu? Atau kau yang berniat untuk memberitahunya?”Mendengar jawaban itu, Adiwansa menjadi tahu, jika Gibran tidak membicarakan ini kepada keluarganya“Tuan Jackson, pasti senang mendengar kabar ini.”“Ya. Aku pikir tidak perlu memberitahunya, jika ayah akan tahu dengan sendirinya.”“Acara itu, dihadiri banyak media. Itu akan sangat menguntungkan perusahaan. Anda pasti telah
Di dalam ruangan yang tampak mewah dan berkelas, wanita dengan tampilan menawan itu, sedang duduk di meja rias. Menatap pantulan dirinya yang rupawan di depan cermin, kadang Deolinda berpikir, kehidupannya begitu mewah, akan tetapi mengapa dirinya tidak bisa membeli kepuasannya dalam hidupnya sendiri. Sejak dulu, bahkan perihal laki-laki yang berhak untuk pendamping Deolinda, harus ditentukan oleh keluarga. Apakah dirinya terlahir untuk memperluas hubungan perusahaannya? Bukan untuk terlahir sebagai manusia yang penuh akan tanggung jawab? Kini wanita itu, mengalihkan tatapan matanya kepada sang ibu dibelakangnya. Yang kelihatan sedang sibuk dengan tab miliknya. “Ibu, kemari hanya untuk melihat tab,itu?” Deolinda menyindir. Wanita itu memang selalu ahli dalam hal semacam ini Sang ibu menghela napas, kemudian menyimpan tabnya ke atas meja dan mulai memperhatikan putrinya. “Kau cantik dengan dress itu.” Juwita kini memangku, satu majalah fasion yang bera
Mendengar pertanyaan dari wartawan itu, Gibran menarik bibirnya, kemudian berkata dengan tenang“Semua itu hanya rumor. Tolong, kedepannya jangan terlalu percaya dengan berita yang ada. Karena itu semua belum tentu benar.”Bukan hanya wartawan yang bertanya, semua wartawan yang ada mengangguk merasa puas dengan jawaban yang Gibran berikanSetelah mengatakan itu, Gibran menarik tangan Deolinda untuk berjalan menuju ruangan acara. Deolinda diam-diam tersenyum. Merasa lega dengan keadaan.“Kau memberikan jawaban yang sangat memuaskan. Ayahmu dan ayahku pasti akan senang mendengar itu,” bisik DeolindaGibran sedikit mengerinyitkan alisnya. Pasalnya ini adalah kali pertamanya Deolinda mengatakan pujian terhadapnya seperti ini.“Apa kau sedang mengungkapkan kekagumanmu?”Deolinda mendengus “Aku hanya sedang mengapresiasi usahamu. Tolong jangan percaya diri.”Gibran mengangguk, kemudian
Mobil mewah berwarna hitam, masuk ke dalam kawasan rumah yang luas dan mewah milik keluarga terpandang yaitu Diatmika. Seorang wanita yang tampak anggun dengan gaunnya, keluar dari mobil mewah itu, dengan pintu yang dibukakan oleh supirnya. Di luar sudah ada asisten pribadinya yang menunggu. Sang nyonya langsung memberikan tas seharga mobil itu kepadanya. Deolinda sendiri, berharap jika ibu maupun ayahnya sedang tidak ada di rumah. Deolinda tidak mau kedatangannya tanpa Gibran ke rumah di ketahui oleh kedua orang tuanya. Pikirkan saja. Mana ada tunangan yang tidak mengantar kekasihnya pulang ketika sudah pergi bersama. Hal itu pasti akan membuat Gibran terlihat buruk di keluarganya. Dan Deolinda enggan itu terjadi “Ibu dengar, supir pribadimu yang menjemput.” Suara bariton lembut namun tegas itu, mengudara. Saat dirinya dan asisten pribadinya menginjak ruangan keluarga. Ternyata Juwita sedang dipijat dengan majalah fasion yang dibacanya Sebelu
Mobil mewah berwarna hitam, masuk ke dalam kawasan rumah yang luas dan mewah milik keluarga terpandang yaitu Diatmika.Seorang wanita yang tampak anggun dengan gaunnya, keluar dari mobil mewah itu, dengan pintu yang dibukakan oleh supirnya. Di luar sudah ada asisten pribadinya yang menunggu. Sang nyonya langsung memberikan tas seharga mobil itu kepadanya.Deolinda sendiri, berharap jika ibu maupun ayahnya sedang tidak ada di rumah. Deolinda tidak mau kedatangannya tanpa Gibran ke rumah di ketahui oleh kedua orang tuanya.Pikirkan saja. Mana ada tunangan yang tidak mengantar kekasihnya pulang ketika sudah pergi bersama. Hal itu pasti akan membuat Gibran terlihat jelek di keluarganya. Dan Deolinda enggan itu terjadi“Ibu dengar, supir pribadimu yang menjemput.” Suara bariton lembut namun tegas itu, mengudara. Saat dirinya dan asisten pribadinya menginjak ruangan keluarga. Ternyata Juwita sedang dipijat dengan majalah fasion yang dibacanya
Sungguh kalimat Gibran mampu membuat Binar terdiam cukup lama. Dalam keterdiaman itu, selamanya Gibran tidak akan pernah tahu jika hatinya telah jatuh dengan menjijikan. Hanya karena sebuah kata yang keluar dari mulut laki-laki ituSampai, Mobil milik Gibran terparkir di depan rumah Binar. Sejak saat itu, Binar tidak pernah membuka mulutnya untuk berbicara.“Terima kasih, telah mengantarku pulang.” Segera Binar membuka pintu, dan meranjakan dirinya keluarSebelum Binar masuk ke dalam rumahnya, Gibran menurunkan kaca mobilnya “Ingat. Aku masih akan menagih hutangmu.”Tolong, katakan sekali lagi kepada laki-laki itu. Binar benar-benar kehilangan cara bagaimana untuk mengatakan jika dirinya tidak ingin melakukan hal itu.“Aku tidak akan pulang. Sebelum kau menganggukan kepalamu.”Apa? Binar semakin dibuat terkejut. Laki-laki di depannya ini benar-benar, membuatnya prustasi“Iya, tuan.” Pada