Share

Bab 5

Sekitar pukul lima sore. Gibran dapat menyelesaikan pekerjaannya di hari pertamanya. Saat dia keluar dari ruangan kebesarannya, Adiwangsa telah menunggunya.

Menundukan kepalanya hormat, lantas dia berkata “Kau akan langsung pulang, presdir?”

Gibran menggeleng “Aku akan bertemu dengan Deolinda. Apa kau juga perlu mengikutiku?”

Gibran berkata seperti itu, hanya untuk menyindir. Karena sejak posisi presdirnya ia duduki. Adiwangsa selalu tahu apa yang menjadi urusannya.

“Katakan saja, jika kau butuh bantuanku. Aku akan segera menerima telponmu.” Adiwangsa mengulurkan tangan kanannya. Bermaksud memberikan sebuah tanda, untuk mempersilahkan Gibran berjalan terlebih dahulu

Seraya berjalan, Gibran tersenyum tipis, mendengar apa yang diucapkan Adiwangsa tadi. Adiwangsa berkata seperti itu memiliki arti. Jika Gibran membutuhkan bantuannya saat bertemu dengan Deolinda. Hubungi saja dirinya, Adiwangsa akan segera menerima telpon itu dan bergegas untuk menolongnya.

Tapi Gibran pikir, itu terlalu berlebihan. Tentu saja Gibran memiliki jati diri yang kuat untuk membantu dirinya jika keadaan sulit.

Akhirnya, yang masuk ke dalam mobil hanya Gibran seorang diri. Adiwangsa membungkukan badannya , ketika mobil hitam itu melaju

***

Binar membuang napasnya. kemudian menyimpan kedua telapak tangannya di atas pinggangnya. Dia baru saja melewati perkara yang sulit. Meski begitu, Binar disambut baik dengan semilir angin halus yang menerpa wajahnya sehingga Binar dapat merasakan kenikmatan pada tubuhnya.

Pasalnya, Binar sudah mengeluarkan uang cukup banyak untuk denda karena tidak menggunakan Id Card untuk mengakses pintu utama.

Dengan uang segitu, Binar bisa membeli makan sampai tujuh hari ke depan. Tapi karena wanita sombong itu, Binar harus rela mengeluarkan uangnya.

Karena hari sudah akan berganti malam. Binar buru-buru menuju halte bus. Setiap harinya, Binar mengandalkan transportasi umum berupa bus, untuk mengantarnya bekerja dan pulang. Tentu saja karena, biaya transportasinya sangat murah dibanding dengan menggunakan taksi.

Begitu sampai di rumahnya yang sederhana, Binar disambut dengan ibunya. Yang kebetulan sedang menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.

Embun Dahayu, wanita ringkih yang sebentar lagi menginjak usia 50 itu masih tampak segar. Dia senantiasa masih bisa bekerja di toko rotinya.

“Kenapa? Wajahmu tampak muram. Apa ada sesuatu yang membuatmu sakit kepala?” tanya sang ibu, seraya meletakan mangkuk berisi sup ayam yang bahkan masih mengepulkan asap

Dengan raut wajah lelahnya, Binar menyampirkan tas selempangnya pada sandaran kursi. Kemudian duduk dan langsung menuangkan air minral ke dalam gelas beling berukuran sedang

Setelah air mineral dalam gelas itu tandas. Binar menjawab pertanyaan sang ibu tadi.

“Masalah baru saja menghampiriku.”

Sang ibu terkejut, lantas dia bertanya lebih lanjut “Kenapa? Ceritakan pada ibu.”

“Id Card karyawanku diambil seseorang,” kata Binar, dengan nada putus asanya

Sang ibu membelalakan kedua matanya. Dia sangat tahu, jika Id Card itu sangat penting bagi siapapun orang yang bekerja di perusahaan Moon Light

“Siapa yang mengambilnya? Bos mu?”

Binar menggeleng “Aku tidak tahu kenapa Deolinda ada di perusahaan, ketika sedang ada upacara serah terima jabatan. Dia mengambil Id Cardku, begitu saja.”

Kini sang ibu lebih terkejut lagi. untuk memastikan itu lebih benar lagi. dia mengambil sebuah majalah Fasion yang terletak tidak jauh dari keberadaannya. Kemudian menyerahkannya kepada Binar, halaman yang menunjukan Deolinda disana. Sebagai Desainer muda yang sudah mendulang kesuksesan

Binar menjawab dengan malas “Memangnya di dunia ini. Ada Deolinda yang lain, selain yang ada di majalah itu?”

“Bagaimana dia bisa mengambil Id Cardmu begitu saja. Kau tidak melakukan apapun padanya bukan?”

Binar yang sedang menyuapkan nasi ke dalam mulutnya itu, menjadi urung. Dia melihat sang ibu dengan tatapan tajam “Apa maksud ibu dengan tidak melakukan apapun?”

“Ibu hanya memastikan, putri ibu tidak terlibat dengan siapapun. Apalagi dengan keluarga kaya. Kau tau, orang-orang kaya akan melakukan segalanya dengan uang dan menang dengan itu. Kita yang tidak memiliki apapun bisa apa.” Setelah berkata seperti itu, sang ibu mulai untuk menyuapkan nasi ke dalam mulutnya

Sementara Binar, akan menegang segelas air mineral lagi

“Setidaknya kita punya hati yang bersih.” Dengan begitu saja Binar meranjakan kakinya, mengambil kembali tas ranselnya yang mengantung di ujung kursi

“Kau benar tidak mendapatkan masalah bukan?”

Binar tidak menjawab, dia terus saja berjalan hingga sampai pada kamarnya, dan menutup pintu dengan keras. Hal itu membuat sang ibu sedikit terjingkat karena terkejut

Akhirnya yang hanya bisa sang ibu lakukan hanya menghela napas. Dan melanjutkan menyuapkan nasinya ke dalam mulut.

Dia sendiri sangat khawatir, jika Binar melakukan kesalahan pada orang-orang kaya. Terlebih kepada keluarga Diatmika itu sendiri

Dia takut, jika keluarganya terlibat kembali dengan keluarga itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status