“Mas Jerom udahlah enggak usah buang-buang waktu, di mana anak saya. Saya enggak terima anak saya dibawa-bawa.”
“Kamu sendiri yang minjemin kok, kenapa jadi marah-marah begini. Kamu juga main viral-viralkan aja, saya bisa tuntut kamu loh Dara atas pencemaran nama baik sama ITE.” “Ya tuntut aja Pak Dewan, Dara juga bisa nuntut Anda atas tindakan pencurian bayi. Saya rasa tuntutannya akan jauh lebih berat pencurian bayi ya, aduh enggak kebayang sih kalau tiba-tiba gara-gara kasus ini jabatannya dicopot. Mantap kayaknya. Bisa mungkin jadi sopir taxy online kayak saya. Nanti kita bisa nongkrong bareng.” “KURANG NGAJAR! PAK SATPAM USIR MEREKA DARI SINI.” Mas Jerom mulai emosi. Beberapa petugas keamanan juga mulai memegangiku dan Rey. Namun, pria itu masih tetap santai. “Dara udah direkam ‘kan semuanya?” tanya Rey sambil tersenyum licik ke arah Mas Jerom. Sedangkan Dara hanya mengacungkan jempol dari jauh. Entah kapan istriku menjauh sepertinya semua ini sudah bagian dari rencananya. “Sialan jadi kamu sengaja ya!” tanya Mas Jerom dengan sorot matanya yang memerah. “Memang sengaja, kalau enggak gini mana ada maling yang mau ngaku!” ucap Rey sambil terkekeh. Ia terlihat sangat menikmati ketika lawan bicaranya tampak tersudut. Lihat saja Mas Jerom yang kalang kabut ingin mengejar Dara, tetapi ia sudah lari ke arah parkiran. “Percuma dikejar orang videonya sudah dia kirim ke hp aku juga,” ucap Rey. Ia masih saja terlihat santai. Pria yang dari awal kemunculannya sangat menyebalkan itu rupanya sedikit membawa titik terang atas masalah ini. “Tolong jangan bawa masalah ini ke hukum. Saya mau kok balikkin anaknya, tapi saya minta waktu!” ucap Mas Jerom. “Mas seenggaknya kalau mau diskusi lepasin dulu saya!” ucapku yang kesal, karena sejak tadi kami diperlakukan seperti seorang penjahat saja. Di sini jelas-jelas kami sedang menuntut keadilan. “Pak Toni, Pak Gugun, sudah lepaskan mereka!” Akhirnya atas perintah Mas Jerom kami dilepaskan begitu saja. “Kita bicara di dalam saja, di sini ramai sekali,” ajak Mas Jerom. “Tahu sopan santun juga ya Pak Dewan ini, tapi ini karena menghargai tamu apa karena malu ya?” tanya Rey. Entah kenapa ia suka sekali menggoda kakak iparku yang sedang panik ini. “Malulah pasti, taruhannya ‘kan jabatan dicopot,” tambah Rey lagi. Saat itu aku hanya bisa melihat Dara yang tersenyum tipis. Sepertinya ia juga menikmati pemandangan di mana Mas Jerom kehilangan powernya. Mengingat selama ini ia selalu saja membangga-banggakan jabatannya dalam segala hal. Semua harus menghormatinya, bahkan pada ibu saja sebenarnya ia sedikit kurang ajar, tetapi entah kenapa ibuku masih saja mendekati menantunya itu. Seakan ia tak pernah sakit hati dengan ucapannya, berbeda sekali ketika ia berhadapan dengan Dara, selalu saja mengatakan hal-hal yang kurang enak didengar. Hanya karena Dara berasal dari keluarga yang tidak utuh. Terkadang aku juga bingung, kenapa ibu suka sekali mencari masalah dengan istriku, padahal nasibku dan Dara juga tidak beda jauh. Kami sama-sama berasal dari orang tua yang berpisah, lantas kenapa ia malah menjadikan hal itu bahan hinaan. Ketika kami sudah sampai ruangan Mas Jerom, pria itu terlihat sedang menghubungi istrinya. “Hallo Dek, kamu di mana?” Entah apa yang dikatakan Mbak Eca di ujung telepon sampai aku mendengar jika Mas Jerom mengulang-ngulang kata puncak. Puncak yang terdekat dari sini hanya ada di Bogor, tempat tinggal kami. Ini gila bayi baru beberapa hari ia ajak ke puncak. “Loh bukannya di hotel? Kapan kamu ke sana?” tanya Mas Jerom yang panik. “Wow anak orang dibawa ke puncak tanpa izin bagus banget, seenaknya sendiri ya Mbak Eca. Izin dulu kek!” ucap Dara yang langsung berteriak. Aku sendiri bahkan terkejut dengan sikapnya yang bisa tiba-tiba marah itu. Sebelumnya Eca merupakan wanita yang sangat lembut, bahkan aku saja tidak pernah menyaksikan ia marah sampai berteriak dengan keras seperti itu. Sekarang lihat saja ia yang berdiri dan hendak menghampiri Mas Jerom. Aku yang takut jika akan mungkin saja hal ini akan menimbulkan keributan yang lebih besar lantas menyusul Dara sekarang karena jarak kami yang begitu dekat sudah pasti aku bisa mendengar apa yang Mas Jerom bicarakan di telepon. “Mbak kalau mau punya anak apa susahnya bikin sih! BALIKKIN ENGGAK ANAK AKU!” teriak Dara. Ia sepertinya sudah tidak peduli sedang berada di mana. [Ka-kamu siapa? Mas kamu di mana sih?] Terdengar Mbak Eca yang kebingungan dan sepertinya bercampur panik di ujung telepon. “Aku tunggu di kantor suamimu sekarang, kalau hari ini anakmu enggak ada di tanganku aku viralin kamu ya!” [Dara kamu jangan sembarangan aku ada loh surat penyerahan hak asuh dari suamimu. Kamu enggak bisa ambil anak ini seenaknya begitu dong, kalau kamu enggak percaya tanya sendiri sama Saka. Dia tanda tangan sendiri suratnya.] “Kamu tanda tangan apa Bang, surat perjanjian penyerahan anak apa sih? Kapan kamu tanda tangan? Memang kamu yang hamil dan melahirkan? Seenaknya sendiri kamu kasih anak ke orang lain.” Dara yang sudah tidak bisa menahan emosi kini bahkan mulai berteriak sambil menangis sejadi-jadinya. Aku sendiri bahkan hampir dibuat menyerah untuk menenangkannya. “Mbak kamu jangan macam-macam ya, aku enggak pernah tanda tangan surat apa pun. Apa lagi penyerahan anak. Jangan bikin suasana jadi tambah keruh, udahlah sekarang balikkin saja Mita ke kami, kalau enggak mau kerjaan suamimu jadi taruhannya.” Saat itu aku sudah benar-benar muak. “Ca, kamu bener ada surat penyerahannya, kalau memang ada baguslah. Kamu simpan itu baik-baik!” ucap Mas Jerom dengan tidak tahu diri. “Mas apa sih, itu surat palsu ya. Aku enggak pernah ngerasa buat surat itu,” ucapku yang tak mau kalah. Bagaimana bisa ada surat penyerahan, kalau aku sendiri tidak pernah membuatnya. Ini namanya penipuan. “Kamu jangan macam-macam ya Mbak, sudah ngambil anakku begini. Kamu bikin drama surat palsu. Kami akan tetap di sini sampai kamu balikkin Mita.” [Namanya bukan Mita ya, aku kasih nama anak ini Sela. Itu nama yang cocok buat dia dan bayi ini jadi milik aku sekarang!] Sekarang Mbak Eca justru semakin tidak tahu diri. “Wow sebenarnya aku ini nikah sama keluarga macam apa? Udahlah Rey, kayaknya memang enggak perlu negosiasi. Kita upload saja sekarang,” ucap Dara. Lantas detik berikutnya, Rey pun langsung menunjukkan postingan di akun sosial medianya. “Kamu mau upload bagaimana pun enggak akan jamin bisa viral! Kamu pikir gampang memviralkan berita, kalau kamu sendiri bukan siapa-siapa. Sangat jarang orang mau merhatiin!” Mas Jerom bahkan masih saja memasang wajah yang begitu angkuh. “Ya kita lihat saja nanti siapa yang akan menang! Perlu Mas tahu ya, aku juga sudah laporin ke polisi. Siap-siap saja jabatan kamu taruhannya,” ucap Dara."Abang mungkin bisa nitip ke penjaga makam kalau Mbak Eka ke makam, biar telepon kamu atau minta nomor hpnya.""Kamu yakin Dek, kalau Mbak Eka bakal ke makan secara rutin.""Aku sih mikirnya Mbak Eka kalau memang bener-bener berubah, seharusnya bakal ke sana."Cara ini mungkin membutuhkan banyak waktu, tapi faktanya mencari Mbak Eka juga sesulit itu. Saka juga sudah menanyakan pada orang-orang di sekitar rumahnya, tapi tak ada yang pernah menemui Mbak Eka selain orang-orang yang rumahnya dekat pemakaman. Jadi, Saka hanya bisa menitipkan pesan pada temannya yang kebetulan punya rumah dekat makam juga, untuk memberinya kabar kalau Mbak Eka ziarah.Sebulan berlalu, akhirnya Saka mendapatkan informasi kalau Mbak Eka ziarah ke makam ibu. Tanpa pikir panjang Saka yang kala itu masih berada di rumah makan langsung meluncur ke sana. Untungnya temannya yang dititipkan pesan oleh Saka mencoba untuk menahan Mbak Eka dengan mengajaknya bicara banyak hal, alhasil begitu Saka samp
"Dara, bagaimana kabar kamu?"Kala itu wajah semringah Dara langsung berubah. Rupanya ia masih belum melupakan kejadian di masa lalu."Mbak mau ngapain ke sini? Mita udah enggak ada, tolong jangan ambil anakku lagi."Dara mungkin sudah mencoba mengiklaskan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi siapa yang menyangka kalau ketika dihadapkan pada orang yang bersangkutan secara langsung. Ada sedikit rasa khawatir yang ia sendiri pun tidak mengerti kenapa bisa terjadi."Dara, maafin Mbak. Aku datang ke sini bukan mau ambil anak kamu. Mbak cuma mau silaturahmi aja.""Bang...."Kala itu Dara menatap Saka dengan wajah yang nanar. Rupanya Saka pun demikian, kenyataannya pria itu masih sedikit khawatir kalau perempuan ini punya niat yang tidak baik. Dari banyaknya waktu kenapa Mbak Eka harus datang tepat kala Dara baru saja melahirkan. Siapa juga yang tidak akan menaruh curiga."Mbak sebaiknnya kita bicara di luar aja ya, tunggu sebentar."Kala itu Saka jug
"Apa aku hamil ya?""Hah, Adek serius? Emang udah telat?""Udah 2 bulan sih enggak halangan.""Loh, kenapa enggak bilang Sayang?""Aku enggak mau aja bikin Abang berharap kalau beneran hamil.""Ya udah nanti di sana paling diperiksa. Apa mau beli test pack aja?""Boleh.""Ya udah nanti mampir ke apotek sebentar, Abang belikan buat kamu.""Makasih, ya!"Dara mendadak tak bisa tenang, jantungnya bahkan berdentum-dentum tak karuan, membayangkan jika ia harus kembali mengecewakan Saka. Entah kenapa rasa tidak tega, melihat Saka begitu bersemangat tatkala pria itu membelikan alat tes kehamilan untuknya."Apa pun hasilnya, sama sekali enggak akan mengurangi rasa cinta dan sayang Abang ke kamu."Dara hanya tersenyum tipis, jelas di hatinya ia merasa khawatir kalau hal serupa akan kembali terulang. Namun, entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Ia masih hafal bagaimana rasanya hamil dan yang tengah ia rasakan saat ini sama persis.Di toilet Dar
Begitu Dara kembali untungnya keadaan sudah seperti semula. Rey sudah meninggalkan meja mereka, tetapi sepertinya Saka masih kesal dengankehadiran pria itu di sini.“Abang kenapa sih kok cemberut gitu? Ada yang bikin kesel?” tanya Saka.“Udah enggak ada sih sekarang, kita pulang aja sekarang yuk!”“Ayo! Ini juga udah siap kok.”Merasa Saka tampak terburu-buru, hal ini rupanya membuat Dara smenjadi semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya disembunyikan suaminya.Terbukti di perjalanan sampai mereka tiba di rumah pun Saka lebih banyak diam.“Abang, kenapa? Beneran enggak mau cerita?” tanya Dara kala mereka sudah sampai di rumah.Awalnya Saka tidak ingin menceritakan hal ini, ia bahkan tampak menatap istrinya hingga cukup lama. Seolah tampak begitu berat.“Enggak masalah kalau belum mau cerita sekarang atau Abang enggak mau cerita sama sekali. Adek enggak akan maksa.”“Abang tadi ketemu Rey di resto.”“
“Hehe, iya Sayang. Maaf. Ya udah sekarang kita ngapain?”“Keluar aja yuk.”“Abang enggak ada mobil.”“Mobil aku juga mobil Abang juga. Itu juga yang beli Abang, akukasih sticker aja makanya ganti warna.”“Kamu tuh ya, suka banget sama warna pink. Emang semuanya haruspink?”Kala itu saking gemasnya, Saka malah mencubit pipi istrinya.Sayangnya, keinginan mereka untuk jalan-jalan harus tertunda, karena banyak halyang harus diurus, terutama rumah mereka yang masih berantakan.Pada akhirnya mereka baru bisa jalan-jalan dengan tenang keesokanharinya. Ata juga sudah kembali ke Pontianak, karena memang ia hanya ambil masacuti 2 hari saja. Jadi di rumah ini hanya ada Saka dan Dara. Orang tua Darajuga sudah kembali ke rumahnya, Tante Disa memutuskan untuk memperjuangkanpernikahannya, meskipun ia tahu kali ini tidak akan mudah.“Sayang, hm kamu kapan bisa ke Pontianak juga?”“Kapan aja bisa. Sekarang juga boleh.”
“Aku duluan!”Sontak saja Dara langsung berjalan cepat kearah toilet. Di momen itu setelah menuaikan salah sunah pengantin, akhirnyarasa rindu mereka yang selama ini hanya bisa terpendam benar-benar terbayar.“Makasih banyak ya Sayang, maaf dulu Abanggagal jadi suami yang baik buat kamu.”“Aku juga bukan istri yang baik buat kamu.Yang lalu biarlah berlalu, kita hidup di masa sekarang. Aku yakin Allah pastienggak akan kasih ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.”“Benar, tapi jujur ujian kita berat banget.”“Maafin aku ya, dalam hal ini aku jugamengambil peranan yang cukup banyak. Aku bikin Abang memusuhi keluargasendiri.”“Enggak Sayang, kamu sama sekali enggak perluminta maaf. Enggak ada asap kalau enggak ada api. Abang sudah mencoba berdamaisama semuaya. Semoga kali ini kita tetap bisa sama-sama dalam menghadapi ujianapa pun.”“Aamiin.”Sedang asyik mengobrol pintu kamar merekamalah diketuk dari arah luar.