Share

Bab 7

Penulis: ERIA YURIKA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 00:06:21

“Kamu mau lapor siapa Dara, lupa ya kalau saya ini anggota dewan? Sekali ngomong aja mereka pasti nurut apa yang saya mau,” ucap Mas Jerom dengan penuh percaya diri.

 

Dia masih saja seangkuh ini padahal aku yakin ia juga pasti panik karena akan dilaporkan polisi.

 

“Sudahlah Mas, mau sampai kapan sih bawa anak orang.”

 

“Bawa bagaimana? Kita pegang dokumen yang sah.”

 

“Dara jangan mau kalah, kamu juga pegang dokumen surat kelahiran. Kamu lebih berhak atas apa pun dari pada mereka,” ucapku.

 

Saat itu aku bisa melihat Dara melihatku dengan pandangan terkejut.

 

“Aku enggak akan diam aja, enggak peduli polisi mau menindak lanjuti kasus ini atau enggak, kami akan tetap mengusahakan agar bayi itu kembali,” ucap Dara sembari menatap tajam ke arah Jerom.

 

“Kamu enggak usah ngancam begitu, punya power apa kamu ngancem saya! Cuma buang-buang uang waktu dan tenaga.”

 

“Ternyata begini ya kelakuan pejabat negara, wow lebih dari hewan,” ucap Rey.

 

Sontak saja semua orang yang berada di sini terlonjak kaget.

 

“Kenapa kaget gitu mukanya? Emang bener ‘kan?” tanya Rey sembari mencoba bangkit dari tempat duduknya.

 

Ia masih saja bersikap santai, bahkan kurasa terlampau santai.

 

“Sudahlah Dara enggak ada gunannya di sini. Orang sombong ini mending ke depan banyam wartawan.”

 

“Kamu mau ngapain sama mereka? Mau siarin berita yang enggak jelas tentang saya? Enggak akan ada yang media yang berani menayangkannya,” ucap Mas Jerom sembari mengendurkan dasinya.

 

Sesekali aku bahkan melihat pria itu tampak menyentuh area hidungnya.

 

“Kenapa Pak Dewan jadi panik?” tanya Rey.

 

“Saya enggak panik ya, kamu jangan asal ngomong.”

 

“Terserah saya dong, mulut juga punya saya. Apa hak Anda melarang-larang?”

 

Mas Jerom bahkan sampai mengepalkan lengannya karena kesal. Lagi pula siapa yang tidak akan marah kalau cara Rey bicara seperti itu. Namun, tanpa memberi kesempatan untuk Mas Jerom untuk menjawab Dara malah keluar dari ruangan. Begitu pun Rey yang ikut menyusulnya.

 

“Bilangin istrimu jangan lancang!” ucap Mas Jerom sambil membuka dasinya.

 

Ia bahkan duduk dikursinya dengan cara yang sangat kasar.

 

“Ajarin juga istrimu Mas, jangan jadi pencuri anak!”

 

“Hay, apa kamu bilang? Itu juga kakak kandungmu sendiri.”

 

“Kakak secara biologis, kenyataannya dia enggak layak jadi kakak. Sudahlah urusan kita enggak selesai di sini. Jangan hanya karena saya enggak biss tegas selama ini, kalian bisa semena-mena!”

 

“Bukannya kamu memang selalu begitu. Bagaimana pun kamu yang selalu. Terlalu lemah jadi lelaki. Lebih bagus kalau anakmu aku yang didik.”

 

“Apa bagusnya dididik oleh pencuri. Jangan sampai anakku ketuluran sikap busuknya kalian!”

 

Aku tidak tahu kenapa bisa bicara selancar ini, padahal sebelumnya aku selalu menahan diri setiap kali berhadapan dengan Mas Jerom. Semua karena ibu yang memintanya, alasannya apa lagi kalau bukan Mbak Eca. Ia tidak mau kehilangan statusnya sebagai mertua dari anggota dewan. Sayangnya, hari ini aku sudah tidak peduli lagi pada kehormatan semu yang memuakkan.

 

Aku hanya ingin bayi kami kembali dan pria yang di samping Dara pergi. Aku sangat tidak suka ada pria lain yang Dara andalkan selain aku.

 

Begitu keluar ruangan aku melihat Dara yang berjalan sendirian di lorong. Aku pikir ia sudah pergi duluan, mengingat jarak aku dan Dara keluar dari sini cukup lama.

 

Aku jadi curiga, apakah dia mencuri dengar pembicaraanku dengan Mas Jerom tadi? Ah, sudahlah untuk apa juga berpikir sepercaya diri itu. Tujuan Dara menguping juga untuk apa? Bahkan, jika benar adanya semua itu pasti demi tujuan utamanya yaitu bayi Mita.

 

Aku mengikuti ke arah mana Dara melangkah.

 

“Dara tunggu Abang, kenapa jalannya cepat banget? Perutmu masih proses pemulihan. Jangan dibawa jalan cepat.”

 

“Abang yang lama, aku yang baru melahirkan aja sudah bisa jalan cepat. Kenapa Abang yang sehat walafiat enggak bisa mengimbangi?”

 

Aku tahu sebenarnya maksud Dara bukan semata-mata tentang jalan saja. Ia pasti sedang menyinggungku.

 

“Dara aku tahu kamu marah, khawatir, tapi kesehatan kamu juga harus dipikirin.”

 

“Bahkan jika aku harus enggak ada umur demi anakku selamat, aku enggak masalah sama sekali.”

 

“Jangan ngomong sembarangan!”

 

“Kenapa? Cinta ibu ke anaknya memang sebesar itu, begitu pun aku. Abang mungkin enggak akan merasakan perasaan seperti karena enggak tahu rasanya hamil dan melahirkan. Aku yang melewati semua itu, jadi tolong jangan halangi aku mencari Mita. Dia satu-satunya alasan kenapa aku harus hidup.”

 

Bahkan sekarang ia tak lagi menyebut jika akulah salah satu alasan kenapa dia masih ingin melanjutkan hidupnya. Sekarang ia pasti sangat membenciku. Setelah beberapa menit berlalu dengan tanpa kata, kami memutuskan untuk menunggu di lobi.

 

“Kamu nunggu Rey?” tanyaku yang penasaran.

 

Apa lagi saat itu pandangan Dara juga tertuju ke arah luar di mana Rey sedang mendatangi sebuah kantin di mana ada sekelompok orang yang entah siapa.

 

“Ya, dia mau coba ngomong sama wartawan.”

 

“Kamu yakin dia bisa?”

 

“Yang jelas dia lagi usaha biar anak aku ketemu.”

 

“Anak kita, Dara.”

 

“Kalau memang anak kamu kenapa dikasih gitu aja ke orang lain. Terus kenapa justru orang yang enggak ada hubungan apa-apa sama Mita malah lebih mau direpotin dari pada ayah sekaligus orang yang udah bikin bayiku hilang?”

 

Aku hanya mengela nafas lega. Sepertinya apa pun yang aku lakukan selalu salah di matanya. Sayangnya, baru saja melangkah Rey sudah kembali.

 

“Gak bisa Ra, mereka enggak mau nayangin beritanya. Kayaknya memang sudah diatur sama Jerom.”

 

Aku tidak tahu kalau mereka bahkan bisa diatur. Namun, aku juga tidak ingin menyerah. Aku kembali menyambangi kerumunan wartawan dengan menjelaskan kronologi bukti dan apa pun itu yang menguatkan jika berita yang kami sampaikan memang benar.

 

“Gini aja Mas, saya turut prihatin sama kondisinya. Saya mungkin gak bisa bantu, tapi ada teman yang bisa bantu. Saya kasih nomornya aja!” ucap salah seorang pria dia sana.

 

Aku lantas mulai mengetikkan nomornya di ponsel, lalu mencoba menghubunginya. Setelah bicara panjang lebar akhirnya Exsa wartawan yang akan meliput kasusku bersedia menemuiku 1 jam lagi.

 

Mendengar kabar baik ini, aku jelas saja langsung memberitahukannya pada Dara. Namun, entah kenapa dari kejauahan wajah Dara seperti kebingungan.

 

“Dek, kenapa?” tanyalu yang penasaran, katena sejak tadi baik Rey maupun Dara terus saja sibum memainkan ponselnya.

 

“Aku enggak tau kenapa video yang aku posting kena pelanggaran terus! Sekarang malah terhapus. Bahkan aku enggak bisa posting lagi,”

 

“Kamu iuga kehapus, Rey?” tanyaku.

 

“Iya, punya kemampuan juga ya itu si Jerami,” ucap Rey dengan wajah sengitnya.

 

“Terus bagaimana, Rey?” tanya Dara dengan wajah yang penuh harap.

 

Hay, harusnya kamu bertanya padaku!

 

“Adek tenang aja Abang udah janjian.mau ketemu media yang bakal beritain kasus kita.”

 

“Syukurlah, tapi kalau di sosial media kehapus terus bagaimana bisa bantu viral lebih cepat? Waktu itu sangat berharga bagi aku, jadi aku pengen bange masalah ini cepat selesai.”

 

“Kamu udah coba di X?” tanyaku.

 

“Ya ampun aku enggak kepikiran tadi baru di TT, I* sama f* aja,” ucap Dara.

 

“Aku udah coba di X, memang enggak kehapus tapi enggak ada perkembangan juga.”

 

Saat sedang diskusi dengan mereka. Tiba-tiba saja ponselku berbunyi, rupanya itu panggilan dari Mas Jerom.

 

[Bagaimana postingannua viral enggak? Hahaha sudahlah nyerah aja!]

 

Mas Jerom malah semakin terbahak-bahak. Mendengarnya begitu, sontak saja ku langsung mematikan ponselnya.

 

“Aku ada cara lain! Kita ikutin aja si Jerami!” ucap Rey.

 

“Aku juga ada cara lain,” ucapku yang tidak mau kalah.

 

“Memang Abang punya cara apa?” tanya Dara.

 

“Kenapa kita enggak coba bayar buzzer? Abang rasa itu cukup efektive supaya postingan kita viral juga.”

 

Aku bisa melihat Rey mengela nafasnya, mungkin kesal karena aku terus menyela.

 

“Boleh, apa pun itu lakuin aja. Emangnya Abang tahu cara bayar buzzernya ke mana?”

 

Ah, itu dia aku bahkan tidak tahu harus menghubungi siapa.

 

“Tahu, kamu tenang aja!” ucapku sambil menarik Dara ke dalam pelukan. Aku hanya tidak suka Dara terus mengandalkan orang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 54

    "Abang mungkin bisa nitip ke penjaga makam kalau Mbak Eka ke makam, biar telepon kamu atau minta nomor hpnya.""Kamu yakin Dek, kalau Mbak Eka bakal ke makan secara rutin.""Aku sih mikirnya Mbak Eka kalau memang bener-bener berubah, seharusnya bakal ke sana."Cara ini mungkin membutuhkan banyak waktu, tapi faktanya mencari Mbak Eka juga sesulit itu. Saka juga sudah menanyakan pada orang-orang di sekitar rumahnya, tapi tak ada yang pernah menemui Mbak Eka selain orang-orang yang rumahnya dekat pemakaman. Jadi, Saka hanya bisa menitipkan pesan pada temannya yang kebetulan punya rumah dekat makam juga, untuk memberinya kabar kalau Mbak Eka ziarah.Sebulan berlalu, akhirnya Saka mendapatkan informasi kalau Mbak Eka ziarah ke makam ibu. Tanpa pikir panjang Saka yang kala itu masih berada di rumah makan langsung meluncur ke sana. Untungnya temannya yang dititipkan pesan oleh Saka mencoba untuk menahan Mbak Eka dengan mengajaknya bicara banyak hal, alhasil begitu Saka samp

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 53

    "Dara, bagaimana kabar kamu?"Kala itu wajah semringah Dara langsung berubah. Rupanya ia masih belum melupakan kejadian di masa lalu."Mbak mau ngapain ke sini? Mita udah enggak ada, tolong jangan ambil anakku lagi."Dara mungkin sudah mencoba mengiklaskan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi siapa yang menyangka kalau ketika dihadapkan pada orang yang bersangkutan secara langsung. Ada sedikit rasa khawatir yang ia sendiri pun tidak mengerti kenapa bisa terjadi."Dara, maafin Mbak. Aku datang ke sini bukan mau ambil anak kamu. Mbak cuma mau silaturahmi aja.""Bang...."Kala itu Dara menatap Saka dengan wajah yang nanar. Rupanya Saka pun demikian, kenyataannya pria itu masih sedikit khawatir kalau perempuan ini punya niat yang tidak baik. Dari banyaknya waktu kenapa Mbak Eka harus datang tepat kala Dara baru saja melahirkan. Siapa juga yang tidak akan menaruh curiga."Mbak sebaiknnya kita bicara di luar aja ya, tunggu sebentar."Kala itu Saka jug

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 52

    "Apa aku hamil ya?""Hah, Adek serius? Emang udah telat?""Udah 2 bulan sih enggak halangan.""Loh, kenapa enggak bilang Sayang?""Aku enggak mau aja bikin Abang berharap kalau beneran hamil.""Ya udah nanti di sana paling diperiksa. Apa mau beli test pack aja?""Boleh.""Ya udah nanti mampir ke apotek sebentar, Abang belikan buat kamu.""Makasih, ya!"Dara mendadak tak bisa tenang, jantungnya bahkan berdentum-dentum tak karuan, membayangkan jika ia harus kembali mengecewakan Saka. Entah kenapa rasa tidak tega, melihat Saka begitu bersemangat tatkala pria itu membelikan alat tes kehamilan untuknya."Apa pun hasilnya, sama sekali enggak akan mengurangi rasa cinta dan sayang Abang ke kamu."Dara hanya tersenyum tipis, jelas di hatinya ia merasa khawatir kalau hal serupa akan kembali terulang. Namun, entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Ia masih hafal bagaimana rasanya hamil dan yang tengah ia rasakan saat ini sama persis.Di toilet Dar

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 51

    Begitu Dara kembali untungnya keadaan sudah seperti semula. Rey sudah meninggalkan meja mereka, tetapi sepertinya Saka masih kesal dengankehadiran pria itu di sini.“Abang kenapa sih kok cemberut gitu? Ada yang bikin kesel?” tanya Saka.“Udah enggak ada sih sekarang, kita pulang aja sekarang yuk!”“Ayo! Ini juga udah siap kok.”Merasa Saka tampak terburu-buru, hal ini rupanya membuat Dara smenjadi semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya disembunyikan suaminya.Terbukti di perjalanan sampai mereka tiba di rumah pun Saka lebih banyak diam.“Abang, kenapa? Beneran enggak mau cerita?” tanya Dara kala mereka sudah sampai di rumah.Awalnya Saka tidak ingin menceritakan hal ini, ia bahkan tampak menatap istrinya hingga cukup lama. Seolah tampak begitu berat.“Enggak masalah kalau belum mau cerita sekarang atau Abang enggak mau cerita sama sekali. Adek enggak akan maksa.”“Abang tadi ketemu Rey di resto.”“

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 50

    “Hehe, iya Sayang. Maaf. Ya udah sekarang kita ngapain?”“Keluar aja yuk.”“Abang enggak ada mobil.”“Mobil aku juga mobil Abang juga. Itu juga yang beli Abang, akukasih sticker aja makanya ganti warna.”“Kamu tuh ya, suka banget sama warna pink. Emang semuanya haruspink?”Kala itu saking gemasnya, Saka malah mencubit pipi istrinya.Sayangnya, keinginan mereka untuk jalan-jalan harus tertunda, karena banyak halyang harus diurus, terutama rumah mereka yang masih berantakan.Pada akhirnya mereka baru bisa jalan-jalan dengan tenang keesokanharinya. Ata juga sudah kembali ke Pontianak, karena memang ia hanya ambil masacuti 2 hari saja. Jadi di rumah ini hanya ada Saka dan Dara. Orang tua Darajuga sudah kembali ke rumahnya, Tante Disa memutuskan untuk memperjuangkanpernikahannya, meskipun ia tahu kali ini tidak akan mudah.“Sayang, hm kamu kapan bisa ke Pontianak juga?”“Kapan aja bisa. Sekarang juga boleh.”

  • Putriku Bukan Barang yang Bisa Dipinjam   Bab 49

    “Aku duluan!”Sontak saja Dara langsung berjalan cepat kearah toilet. Di momen itu setelah menuaikan salah sunah pengantin, akhirnyarasa rindu mereka yang selama ini hanya bisa terpendam benar-benar terbayar.“Makasih banyak ya Sayang, maaf dulu Abanggagal jadi suami yang baik buat kamu.”“Aku juga bukan istri yang baik buat kamu.Yang lalu biarlah berlalu, kita hidup di masa sekarang. Aku yakin Allah pastienggak akan kasih ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya.”“Benar, tapi jujur ujian kita berat banget.”“Maafin aku ya, dalam hal ini aku jugamengambil peranan yang cukup banyak. Aku bikin Abang memusuhi keluargasendiri.”“Enggak Sayang, kamu sama sekali enggak perluminta maaf. Enggak ada asap kalau enggak ada api. Abang sudah mencoba berdamaisama semuaya. Semoga kali ini kita tetap bisa sama-sama dalam menghadapi ujianapa pun.”“Aamiin.”Sedang asyik mengobrol pintu kamar merekamalah diketuk dari arah luar.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status