Share

Chapter 2 Terusir

Satu Minggu yang lalu….

Masalah tak pernah usai selagi kau masih bernyawa, tapi masalah datangnya selalu berbarengan, hingga membuat kita kewalahan. Seperti halnya yang dihadapi oleh Safira, entah dari mana para warga mendapatkan informasi dan entah siapa yang menfitnahnya hingga harus merasakan akibat dari fitnah tersebut.

Malam itu adalah malam petaka bagi Safira. Kenapa tidak, malam itu adalah malam terakhirnya dirinya tinggal di rumah Fatma. Malam itu adalah malam yang membuatnya harus terusir, dan di pandang hina oleh para masyarakat jalan Rintis.

Fitnah. Ya, salah satu yang membuat dirinya harus lebih waspada terhadap orang-orang yang di temuinya. Fitnah yang sengaja disebarkan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.

Fitnah yang menyebar dari mulut kemulut membuatnya harus menanggung derita berkepanjangan. Kejadian itu berawal saat dirinya baru saja pulang dari club. Di depan rumah bu Fatma, terlihat banyak sekali orang dan menimbulkan kegaduhan.

"Usir, Usir, Usir dari sini." teriak para warga beramai-ramai.

Perlahan dia mendekati kerumunan, salah satu warga berteriak marah ketika melihat Safira berjalan mendekati rumah Fatma.

"Itu dia, wanita  yang meresahkan warga kita. Wanita ini, adalah wanita malam. Sudah seharusnya kita mengusirnya. Wanita seperti ini, hanya bisa merusak citra tempat kita." teriak para warga kemudian mendorong Safira. Safira hanya tercenung, di pikirannya siapa dalang yang memfitnahnya.

"Saya bukan wanita malam. Semua itu fitnah." akhirnya Safira angkat bicara. Siapa sih dalang dari semua ini? Siapa orang yang selalu membuatnya mendapatkan masalah.

"Bapak dan ibu-ibu semuanya, jangan asal bicara dan jangan asal fitnah tanpa bukti. Saya tidak melakukan apapun yang kalian bicarakan." jelasnya membela diri.

"Dasar wanita malam. Mana ada seorang PSK mengaku sebagai kupu-kupu malam." warga memprovokasi, di ikuti oleh warga lainnya yang terus meneriakkan kata "Usir".

"Lebih baik kau pergi dari sini. Bikin malu saja!" kemudian bu Fatma melempar tas ukuran besar di hadapan Safira.

"Dan ini, bukti kebejatanmu wanita malam." teriak bu Fatma semakin keras, di ikuti oleh aksi teriakkan, dorongan, dan aksi-aksi kasar lainnya dari warga.

Akhirnya Safira mengalah ketika pembelaan dirinya tidak berlaku sama sekali. Malam itu juga Safira meninggalkan rumah Fatma. Dia berjalan menembus malam tanpa tujuan. Sesekali Safira menghela nafas panjang. Malam itu dia tertidur di depan sebuah ruko.

Safira terbangun ketika seseorang menguncang-nguncang tubuhnya, dan ternyata itu adalah sang pemilik ruko yang hendak membuka tokonya. Pemilik toko tidak memarahinya, hanya saja memberitahu kalau hari sudah pagi.

“Maaf pak. Saya akan pergi,” ucap Safira meninggalkan ruko. Safira berjalan kaki menuju kantor polisi.

“Saya mau bertemu dengan bapak Haikal Ghaidan Hadi.” kata Safira dingin.

“Sudah membuat janji?” tanya pria itu menatap Safira.

“Saya tidak perlu membuat janji.” ketusnya.

“Maaf, jika belum membuat janji, adek tidak bisa bertemu dengan bapak Haikal. Bapak Haikal sangat sibuk.”

“Pertemukan saya…. Jika tidak, akan saya hancurkan kantor ini.” bentaknya mengebrak meja.

“Seharusnya anda bisa bersikap lebih sopan nona,” jelas polisi itu, menatap Safira tajam.

“Kenapa harus bersikap sopan? anda saja tidak sopan dengan saya. Kenapa harus membuat janji terlebih dahulu baru bisa bertemu?” celutuknya kesal. Safira meneriakkan nama pak Haikal, dan para polisi mencoba mengamankannya.

“Lepaskan dia.” perintah Haikal tiba-tiba muncul.

“Ada apa? Kamu sepertinya sangat suka ya, membuat keributan.” cibir pak Haikal.

“Langsung ke inti nya saja. Saya paling tidak suka bertele-tele. Kedatangan saya ke sini, hanya ingin mengatakan, saya bersedia bekerja sama dengan anda. Tapi dengan satu syarat, saya minta uang mukanya terlebih dahulu.”

“Saya butuh tempat tinggal, jika saya tidak memiliki tempat tinggal, bagaimana saya bisa bekerja dengan anda. Saya baru saja di usir oleh saudara saya. Jadi tolong kerja sama nya. Anda membutuhkan saya, dan saya membutuhkan uang. Bagaimana? Deal?”

Jelas Safira dengan wajah dingin dan tak lupa dengan tatapan tajamnya. Haikal tersenyum melihat sikap Safira yang terlihat sangat angkuh. Setiap kata yang terucap dari bibirnya, bukan terdengar meminta tolong, tapi lebih memerintah.

“Baiklah. Semoga kamu betah dengan pekerjaanmu ini. Saya percaya padamu, kamu bisa melakukan pekerjaan ini.”

“Ini fasilitas untukmu. Pergunakan dengan baik! kamu bisa memakainya saat kamu membutuhkannya. Tapi semua kerusakannya di tanggung olehmu, jika kerusakan terjadi di luar jam kerja.” jelas Kapolres Haikal memberikan kunci motor, yang langsung di ambil oleh Safira.

“Baiklah.” Safira menerima uang muka dari pak Haikal.

Safira menerimanya dengan wajah datar dan langsung keluar dari kantor polisi dengan angkuh tanpa melihat sekitarnya. Safira pun bergegas mencari kos-kosan dengan menaiki motor, fasilitas yang di beri oleh Kapolres Haikal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status