Share

6. Godaan Hidup Bebas

Auteur: Amethyst re
last update Dernière mise à jour: 2025-01-30 16:41:55

…..

Selepas menyampaikan niat baik keluarganya, Marquess William diam-diam menghadiahkan Sander foto kelulusan Cleo Austin supaya pria itu tahu seperti apa paras putrinya. Ketika pertemuan di aula Akademi Kerajaan terjadi, bukan hal mengherankan jika Sander langsung menyadari bahwa salah satu wanita yang ia temui adalah calon tunangannya.

“Dibandingkan foto, wujud nyatanya jauh lebih cantik,” puji Sander sambil memandangi foto Cleo yang tersimpan di jam saku.

Suara ketukan dari arah pintu mengejutkan Sander. Pria itu buru-buru menyimpan jamnya ke laci meja belajar. Setelah merapikan diri, ia bergegas memeriksa tamu yang datang berkunjung. Saat pintu dibuka, terlihat seorang pelayan asrama telah menunggu.

“Ada yang bisa saya bantu?”

“Surat untuk Anda, Lord Sander.”

“Terima kasih.”

Meski tak kentara, air muka Sander berubah cerah begitu menemukan nama Cleo Brisena Austin. Tak berniat membuang waktunya lebih lama lagi, Sander membuka segel surat tersebut. Ia berharap Cleo membawakannya berita baik.

“Dia menerimaku,” seru Sander, sontak bernapas lega. “Syukurlah. Aku tidak mengecewakan ayah.”

Perjodohan Sander dengan Cleo adalah keinginan pribadi Duke Adam Dorian. Menurut beliau, pasangan Sander haruslah wanita dari keluarga pendukung setia Keluarga Dorian. Duke tidak ingin orang luar ikut campur urusan dukedom, apalagi memanfaatkan posisi Sander sebagai penerus tampuk kepemimpinan, entah untuk kepentingan pribadi ataupun golongan.

Keluarga Austin yang keturunannya dikenal cerdas dan terdidik, lalu ditambah fakta bahwa mereka sudah mengabdi lama kepada Keluarga Dorian dinilai cukup memenuhi kualifikasi Duke Adam. Fakta umur Cleo yang lebih tua lima tahun dari Sander pun tidak jadi halangan.

Sander melipat surat balasan Cleo dengan hati-hati. Senyuman samar masih terulas di bibirnya. Saat hendak menyimpan surat itu ke laci, wangi bunga mawar tak sengaja tercium. Ia berhenti sejenak, mengangkat surat tersebut, menghirupnya ragu.

Sang Duke Muda termenung, menyadari bahwa wangi ini mirip aroma parfum yang ia cium saat pertama kali bertemu Cleo di sekolah. Sudut bibirnya kini melengkung lebih lebar, tak disangka merasa tergoda.

Sander menatap surat itu lama, menyusuri kembali setiap baris tulisan tangannya. Kata-kata yang sopan, terasa hangat dan akrab. Wangi mawar itu menyempurnakan sentuhan personal yang membuat Sander merasa semakin dekat dengan sosok yang sebelumnya hanya diketahui lewat selembar foto.

“Cleo dan mawar, mereka cocok,” gumam Sander. Pria itu menyandarkan punggung ke kursi, menatap langit-langit kamar dalam keheningan. “Aku harus berterima kasih kepada ayah.”

Suara pintu yang dibuka kasar menyentakkan Sander. Ia geleng-geleng kepala, pasrah ketika mengetahui siapa pelakunya. Alden dengan segala tingkah laku liarnya, masuk ke kamar Sander tanpa mengucapkan permisi.

“Aku mengganggumu?” tanya Alden saat menemukan kawannya duduk santai di meja belajar. “Kalau iya, aku keluar lagi.”

“Sudahlah, Yang Mulia.” Sander bergegas menyimpan surat Cleo ke laci, menguncinya cepat. “Masalah apa lagi yang sedang Anda kerjakan?”

Alden melemparkan tubuhnya ke ranjang Sander. Pria itu tertawa melihat reaksinya yang sesuai prediksi. “Berteman denganku membuatku hidupmu tidak pernah tenang, ya Sander? Kalau begini terus, lama-lama kau bisa mati muda karena darah tinggi.”

Ujian kelulusan—cobaan terberat siswa tahun akhir telah lama berlalu. Kebanyakan teman-teman angkatan mereka memilih pulang ke rumah, menunggu pengumuman nilai ujian akhir bersama keluarga. Sander yang notabennya bukan warga asli Ibu Kota menganggap pilihan menetap di asrama sampai acara kelulusan jauh lebih efesien dibandingkan kembali ke Dorian.

Pria itu sedikit menyesali keputusannya setelah mengetahui sahabatnya—Alden, senang menganggu dengan mengajaknya menghabiskan waktu untuk hal-hal tak berguna.

“Minggu depan Carl keluar dari asrama, kan?” tanya Alden kepada Sander. “Kudengar, tanggal pernikahannya dipercepat. Dia juga bilang tidak bisa menghadiri pestaku.”

“Carl ingin menyelesaikan semua urusan di rumah sebelum berangkat menggantikan Duke Leander berjaga di perbatasan utara.” Sander memutar kursi agar tidak membelakangi Alden. “Anak itu sudah berpamitan?”

Alden mengangguk. “Tadi aku menyapanya di lapangan.”

“Anda terlihat sedih.”

“Mau bagaimana lagi. Waktu muda kita berjalan begitu cepat. Terkadang aku gelisah memikirkan masa depanku sendiri.”

Alden, Sander dan Carl, peran mereka di masyarakat telah ditentukan sejak mereka dilahirkan ke dunia. Setelah keluar dari Akademi Kerjaan, sudah tugas mereka untuk menjalankan perannya masing-masing, tidak peduli siap atau tidak. Peran yang dimaksud adalah peran mereka sebagai raja Kerajaan Elinor, sebagai duke dari Dorian Dukedom, sebagai duke dari Leander Dukedom. Seiring berjalannya waktu, dipisahkan jarak dan kewajiban, kehangatan pertemanan mereka bisa dipastikan memudar mengikuti tata aturan yang berlaku.

Sander menyilangkan kedua tangan di dada, menyadari ekspresi murung Alden meluruh, digantikan senyum menjengkelkan biasanya. Perubahan suasana hati yang sangat mencolok itu membuat Sander heran. Jangan-jangan sahabatnya memiliki gangguan mental?

“Siang ini aku bertemu Cleo,” ujar Alden girang.

Mendengar nama Cleo, Sander merasakan dadanya yang mengencang. Ia kurang suka dengan cara akrab Alden menyebutkan namanya. “Di mana Anda bertemu Lady Austin?”

“Di butik La Belle Epoque,” jawab Alden sambil duduk tegak. Pria itu kelihatan tidak sabar, ingin menjelaskan secara detail pertemuan tersebut.

“Oh begitu. Dunia ini memang sempit.”

“Aku pergi ke butik, memesan pakaian yang akan kuhadiahkan kepada beberapa wanita kenalanku. Dan kau tahu, ternyata Cleo sedang berbelanja di sana.”

“Lalu, apa yang terjadi?”

Alden melanjutkan dengan semangat menggebu-gebu. “Keanggunan dan pembawaannya berhasil mengalihkan jiwaku. Jangan lupakan wangi mawar yang selalu mengiringi ke mana pun dia melangkah.”

Wajah Sander tegang, matanya sedikit menyipit hingga membentuk bulan sabit. Mawar. Wangi itu lagi. Cerita Alden seolah mempertegas bayangan Lady Austin yang memenuhi pikirannya sepanjang hari. “Apa yang Anda lakukan?”

“Aku mengajaknya ke toko kue. Awalnya dia tampak ragu, tetapi pada akhirnya dia setuju. Kami mengobrol banyak, dan aku harus bilang, berbincang-bincang dengannya terasa menyenangkan. Dia memiliki cara bicara yang cerdas, terbuka terhadap segala hal.”

Sander mengamati sahabatnya dengan seksama. Cara Alden menceritakan kisahnya bersama Cleo terasa tidak asing. Benar. Alden selalu kegirangan setiap kali menemukan target baru untuk kesenangannya. Perasaan khawatir sontak menggenangi benak Sander. Alden memang hobi menggoda wanita, dan kebanyakan dari mereka menikmati perhatian yang diberikan Alden. Sander tidak ingin calon tunangannya menjadi bagian dari salah satu keisengan masa muda sang sahabat.

“Apa tujuan Anda mendekati Lady Austin, Yang Mulia?” tanya Sander tak lagi menahan diri.

Alden menoleh, menatap Sander dengan alis terangkat. “Kau membuatku terdengar seperti seorang penjahat kelamin, Sander.”

“Saya ingin memastikan bahwa Anda tidak membuat masalah lagi,” balas Sander tanpa basa-basi.

Alden tertawa kecil, tidak ada niatan buruk. “Aku menghargainya, Sander. Tetapi jangan khawatirkan Cleo, dia bukan wanita biasa. Berdasarkan penilaianku, Cleo memiliki kepribadian yang sulit ditaklukan. Sepanjang percakapan, meski selalu antusias menanggapi ceritaku, aku menyadari jika Cleo secara sadar membangun batasan di antara kami.”

Penjelasan Alden tidak serta merta melegakan kegelisahan di hati Sander. Ia tahu, Alden sering bertindak spontan tanpa memikirkan konsekuensi dari permainannya. “Saya tetap khawatir. Jika kabar ini sampai ke telinga para penggemar Anda, mereka yang pendek akal akan berbondong-bondong merundung Lady Austin.”

“Hahaha, astaga Sander. Aku tahu hatimu lembut, tapi otak kreatifmu jago sekali mengarang cerita gila.”

Sander memalingkan wajah, menyembunyikan ekspresi cemas yang mulai menyeruak ke permukaan. Pria itu bangkit dari kursi, melangkah ke jendela, memandangi langit sore yang terlihat memerah. Tak kunjung mendapatkan ketenangan yang dicari, Sander menghela napas panjang, tangannya secara refleks meremas tepian jendela.

“Sander?” Suara Alden memecah keheningan sore itu. “Kau mendengarkanku?”

“Ya?”

“Kau terlalu serius belakangan ini,” Alden berkomentar sambil merenggangkan tubuhnya di atas ranjang. “Oh ya, nanti malam senggang?”

“Jam tujuh saya diminta menghadiri pertemuan siswa tingkat empat angkatan akhir. Anda juga diundang, bukan?”

“Ayolah, kawan,” suara menjengkelkan Alden kembali memenuhi ruangan. “Perkumpulan itu hanya buang-buang waktu. Sebentar lagi kita lulus. Apa gunanya membicarakan masa depan dengan orang-orang yang jelas akan sibuk sendiri?”

“Perkumpulan itu penting. Kita bisa saling bertukar informasi dan strategi,” jawab Sander tegas, mempertahankan pendirian. “Dan seperti yang Anda katakan, sebentar lagi kita semua lulus. Artinya, tidak ada waktu lagi untuk bermain-main.”

Alden mendecakkan lidah, bangkit dari ranjang dengan gerakan malas. Ia berjalan mendekati Sander sambil mengibaskan tangan, seakan argumen Sander tidak berarti apa-apa. “Dengar, malam ini aku punya janji kencan dengan Lady Violet. Dia siswa baru di tingkat tiga. Aku berencana mengajaknya nonton opera. Karena aku teman yang baik, aku mengajakmu ikut denganku.”

Sander menatap Alden skeptis. “Anda serius?”

Alden mengangkat bahu. “Tentu saja.”

“Yang Mulia,” suara Sander penuh penekanan. “Saya mempunyai kewajiban lain malam ini. Undangan pertemuan siswa bukan sesuatu yang bisa saya abaikan begitu saja.”

Alden mengerutkan kening, tertawa mengejek. “Kau tidak bosan dengan segala formalitas dan diskusi kaku itu, Sander? Apa salahnya melewatkan satu malam, menikmati sedikit kebebasan?”

“Saya menolak tawaran Anda.”

Sang pengeran mendekati Sander, menepuk santai bahu sahabatnya. “Terkadang aku benar-benar tidak mengerti dirimu, kawan. Namun baiklah, aku tidak akan memaksa. Kalau kau berubah pikiran, temui kami di depan gedung budaya jam delapan.”

…..

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   83. Percakapan di Balkon Kapal

    …..Ratu Shopie telah menetapkan jadwal ketat selama masa kehamilannya. Zelda tidak diperbolehkan menghadiri pesta dansa dan tidak diizinkan keluar tanpa pendamping resmi yang ditunjuk langsung oleh istana. Kebebasannya dirampas, dan kini, satu-satunya hiburan Zelda adalah menyapa para tamu lansia yang datang atas undangan sang ratu, mengajaknya bermain kartu, atau mengenang masa muda yang tidak pernah relevan dengannya.Sepanjang hari, Zelda hanya bisa tersenyum palsu sembari membelai perutnya yang mulai membuncit. Alden bahkan tidak tidur sekamar lagi dengannya. Sibuk. Terlalu banyak urusan parlemen, pertemuan diplomatik, dan persiapan kunjungan kenegaraan ke Anzoria untuk menjemput selir baru.Zelda gigit bibir, menahan rasa getir yang sudah berbulan-bulan mengendap. Seharusnya masa kehamilan seorang wanita menjadi momen paling berharga dalam hidupnya. Seharusnya ia dipuja, dimanjakan, dan dimuliakan. Bukankah ia sedang mengandung pewaris masa depan tahta Elinor?Sekarang, istana

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   82. Pesona Para Ksatria di Lapangan

    …..Cleo Dorian duduk bersila di atas permadani, dikelilingi lautan kain satin, renda-renda tua, dan beberapa kotak penyimpanan yang dibuka setengah hati. Di depannya, tergelar beberapa potong gaun malam warna pastel yang sudah tidak ia pakai lebih dari dua musim. Gaun-gaun itu masih cantik, tetapi sebagian besar sudah ketinggalan tren.“Sudah waktunya kalian mendapatkan pemilik baru.”Kewalahan dengan banyaknya gaun yang terlantar, Cleo memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia terlihat membaca katalog kain dan busana yang didapatkannya dari rumah mode terkenal yang biasa menjadi langganan bangsawan. Mendadak, Cleo merasa tergoda untuk memborong beberapa karya mereka setelah melihat koleksi dari sketsa gaun musim dingin.Ketika asyik membolak-balikan halaman katalog, mata Cleo tak sengaja menangkap bayangan seorang gadis di ambang pintu.Abby.Pelayan muda itu mengenakan celemek abu pucat. Begitu menyadari Cleo sedang memandanginya, Abby yang sempat gelagapan akhirnya melangkah maju.

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   81. Kesepakatan Bersama

    …..Ketukan ringan terdengar dari arah pintu. Cleo yang sedang asyik berdandan segera bangkit untuk membukanya sendiri. Wanita itu tampak terkejut melihat siapa yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Lady Adelaine Denta Leander datang berkunjung.“Selamat pagi, Lady Austin,” sapanya santun.“Selamat pagi, Lady Denta,” jawab Cleo. “Silakan masuk.”Adelaine mengikuti Cleo dan berhenti tak jauh dari meja teh yang belum dibereskan pelayan. Di tangannya, ia memegang sebuah kotak kayu. Kotak itu tampak tua, tetapi terawat dengan sangat baik.“Saya tahu waktu Anda terbatas,” ujar Adelaine, matanya masih enggan menatap langsung. “Dan saya bukan orang yang pandai bicara. Sebelum Anda berangkat, saya ingin menyampaikan permohonan maaf.”Cleo kembali terkejut. “Ya?”“Jika selama ini saya bersikap kasar atau menutup diri, itu semua bukan karena saya membenci Anda.” Adelaine menyodorkan kotak yang dibawanya. “Ini... untuk Anda. Hadiah perpisahan.”Kotak itu segera diterima Cleo dengan dua tangan.

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   80. Pengumuman Pernikahan Politik

    …..Kicau burung dari kebun bawah berpadu harmonis dengan denting halus cangkir porselen yang disentuhkan Cleo ke piring tatakan. Uap teh beraroma kamomil mengepul pelan di sela mereka.Sander duduk bersandar ringan di kursi berlengan, mengenakan jubah tidur berwarna hitam dan kemeja tipis. Rambutnya masih berantakan, dan satu kancing di bagian atas bajunya dibiarkan terbuka, memperlihatkan sedikit kulit lehernya yang hangat tersentuh sinar matahari pagi. Sorot matanya tertuju pada Cleo yang tampak lebih gelisah dari biasanya, meskipun ia berusaha menyamarkan dengan senyum tenang dan tangan yang terampil menuangkan teh kedua untuknya.Tanpa berkata apa-apa, Sander menyentuh jemari Cleo pelan, membiarkan punggung tangannya menyentuh punggung tangan sang istri. Sentuhan itu ringan—seperti isyarat bahwa ia ada, dan mendengarkan.“Sepertinya sesuatu mengganggumu sejak kemarin,” ucap Sander pelan. Ia tidak menyuarakannya sebagai tuduhan, melainkan sebagai undangan untuk bicara.Cleo menata

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   79. Pertemuan Sahabat Lama

    …..Kereta kuda melaju pelan di jalanan menurun, dibayangi pohon-pohon pinus yang tinggi menjulang di sisi kanan dan kiri. Embun pagi masih menggantung di udara, menyelimuti segala sesuatu dengan kelembapan lembut yang menenangkan. Di kejauhan, kabut mulai terangkat dari aliran air perak yang membentang seperti pita raksasa—Sungai Luminari, garis perbatasan alami yang selama berabad-abad memisahkan dua dunia, Dorian di barat dan Elinor di timur.Cleo menyingkap tirai kereta dan menatap keluar. Matanya menangkap pemandangan jembatan batu yang terbentang megah melintasi sungai itu. Struktur kokohnya berdiri tegak di atas arus yang deras. “Apakah itu Luminari?” tanyanya dengan suara tertahan.Sander mengangguk. “Ya, dan seberangnya nanti adalah tanah Leander Dukedom.”Kereta berhenti di kaki jembatan. Sander turun lebih dulu, lalu menawarkan tangannya pada Cleo. Mereka berjalan hingga tengah jembatan, membiarkan angin membawa suara riak sungai dan aroma basah dari rerumputan di kejauhan.

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   78. Festival Lentera

    …..Langit malam di Pegunungan Adler tampak benderang oleh cahaya bulan yang menggantung utuh, membasuh lembah dengan sinar keperakannya yang lembut. Udara dipenuhi aroma rumput basah dan kayu pinus, menguar dari rimbunnya hutan di sekeliling. Seolah alam pun tengah bersiap menyambut sesuatu yang sakral dan tak terucapkan.Dari villa yang berdiri anggun di lereng bukit, Cleo melangkah turun bersama Sander. Gaun musim panasnya yang sederhana tersembunyi sebagian di balik mantel ringan berbahan wol. Rona keemasan dari lentera di halaman memantulkan kilau halus pada rambutnya, yang ia biarkan terurai malam itu.“Saya mendadak merasa gugup,” bisiknya, setengah kagum saat pandangannya tertuju ke seberang lembah. Nyala obor dari rumah-rumah penduduk desa tampak seperti kunang-kunang yang merayap menuruni lereng, membentuk alur cahaya yang hidup.Sander tersenyum kecil, menyesuaikan langkahnya agar selaras dengan Cleo. “Festival lentera dimulai setelah matahari benar-benar tenggelam,” ujarny

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status