Beranda / Historical / Queen of Heart - Istri Sang Duke / 5. Pangeran Alden dan Taktiknya

Share

5. Pangeran Alden dan Taktiknya

Penulis: Amethyst re
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-29 18:00:55

…..

“Dengan siapa kau datang ke pesta besok, Sander?” tanya Carl di tengah waktu istirahatnya selepas berlatih pedang tiga jam. Pria itu tampak memeras sehelai handuk kecil yang basah kuyup oleh keringat. “Sepertinya aku datang sendiri.”

“Keputusan ayahmu?”

Carl mengangguk. “Demi keamanan calon istriku.”

Lama terjun di bidang kemiliteran, Keluarga Leander memiliki pengaruh besar pada pertahanan Elinor. Mereka biasanya ditugaskan untuk membantu prajurit kerajaan menekan pemberontakan, menangani aksi terorisme, menjaga perbatasan serta menghalau serangan musuh. Pekerjaan kotor berisiko tinggi dengan bayaran tinggi adalah makanan sehari-hari para ksatria Leander yang gagah dan pemberani.

Namun, belakangan ini permintaan jasa Elinor rupanya mulai berganti haluan. Jika sebelumnya, kerajaan memanfaatkan kekuatan Leander untuk mengamankan wilayahnya. Tujuan mereka sekarang berubah ke arah ekstrim, yakni rencana invasi wilayah lain. Tentu saja situasi ini memanaskan hubungan Elinor dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Tak ayal, banyak pihak yang menyalahkan Leander dan menaruh dendam kepada mereka. Sebuah pelampiasan amarah yang terkesan salah alamat.

“Kau belum jawab pertanyaanku,” seru Carl yang menunggu.

“Ah, masalah itu. Aku sudah mengajak Lady Austin, tetapi untuk sementara ini, aku belum menerima jawabannya.”

Tersiksa oleh rasa gerah, Carl bergegas melepas atasannya, berdoa angin segar segera datang memberikannya kesejukan. Pria kaku itu tidak keberatan bertelanjang dada selama berada di lapangan latihan. Ia tahu, tempat ini jarang dilalui siswa perempuan sehingga tubuhnya aman dari jangkauan mata nakal. “Proposal pertunanganmu sudah diterima?”

Sander menggelengkan kepala, memandangi langit biru yang bersih dari gumpalan awan. “Aku belum menerima jawaban apa pun. Setelah melihatnya di aula kemarin, aku menjadi semakin berharap.”

“Lady Austin wanita hebat. Dia mampu membuatmu gelisah seperti ini.”

“Kau benar,” ujar Sander, lantas tertawa. “Aku memang kurang berpengalaman kalau masalah hati.”

Carl tiba-tiba berdiri, melempar pedang kayunya kepada Sander. “Daripada bengong tidak ada pekerjaan, bantu aku latihan.”

Memandangi pedang kayu yang teronggok di pangkuan, Sander beranjak dari tempatnya duduk sembari menghela napas panjang. “Kawanku, kau masih belum puas mengayunkan pedangmu? Sudah berapa banyak pedang kayu dan semangat ksatria muda yang sudah kau hancurkan hari ini?”

Meninggalkan Sander dan berlari ke arah keranjang berisi tumpukan peralatan latihan, Carl mengambil pedang kayu baru sebagai senjatanya. “Yang tadi hanya pemanasan. Butuh lawan sepadan untuk bisa disebut sparing.”

…..

Turun dari kereta kuda sewaan, Cleo berjalan memasuki butik La Belle Époque—toko pakaian yang menjadi langganan para lady di Ibu Kota, untuk membeli gaun yang akan dikenakannya di pesta dansa kerajaan. Ini adalah pesta dansa resmi pertama Cleo. Ia ingin memastikan penampilannya sempurna. Setelah mengantarkan surat balasan ke asrama Akademi Kerajaan, Cleo sudah tidak sabar menunggu Duke Muda Sander datang menjemputnya.

Seorang pelayan butik yang melihat kedatangan Cleo bergegas menyambut. Usai basa-basi ringan, pelayan itu mempersilakan Cleo duduk ke area tunggu tamu, lalu menunjukkan deretan gaun yang dirancang khusus untuk pesta kerajaan. Ketika sibuk memilah-milah gaun mana yang menarik perhatiannya, suara bariton familiar menyapa Cleo dari belakang.

“Lady Austin, siapa sangka kita akan berjumpa lagi di sini?”

Cleo menoleh, terkejut, lalu buru-buru berbalik. Di hadapannya, telah berdiri sosok Alden. Pria itu mengenakan pakaian kasual kerajaan yang mencerminkan status darah birunya.

“Y-yang Mulia?!" seru Cleo, panik bukan main. “Saya pun tidak menyangka akan berjumpa dengan Anda di tempat ini.”

Pangeran Alden tertawa kecil, terlihat senang. “Aku sering mengunjungi butik ini untuk memesan hadiah, meski biasanya tidak datang sendiri.”

“Oh begitu.”

“Lady Austin."

"Ya?"

"Kau dan rembulan, kalian berdua pasti bermusuhan."

"Kenapa Yang Mulia berpikir demikian?" tanya Cleo dengan wajah kebingungan.

"Karena kecantikanmu membuat rembulan merasa rendah diri.”

Cleo merasakan pipinya yang memanas saat mendengar rayuan Alden. Ia mencoba memusatkan kembali perhatian pada gaun-gaun cantik yang ditunjukkan pelayan butik, tetapi pangeran justru melangkah lebih dekat. “Sedang mencari gaun untuk pesta dansa kerajaan, ya?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Bagaimana nasibku besok, Lady Austin? Pesta itu dirayakan untukku, tetapi kehadiranmu akan mencuri perhatian semua tamuku,” Alden berkata sembari mengerlingkan mata.

Cleo yang lengah tidak menyadari, semenjak pergi meninggalkan penginapan pagi ini, Alden telah mengikutinya dari kejauhan. Pria itu merencanakan pertemuan ini dengan sengaja. “Astaga, Anda bisa saja,” balasnya malu.

Ketika pelayan butik datang membawakan beberapa gaun untuk dicoba, Alden sejenak melangkah mundur, memberikan Cleo ruang bebas. Begitu wanita itu selesai memilih gaun, Alden kembali mendekat, memangkas cepat jarak di antara mereka.

“Lady Austin, apakah kau mau meluangkan sedikit waktumu untuk mencicipi kue terbaik di Ibu Kota? Ada toko kue di dekat sini yang menjadi favoritku dari kecil.”

Sikap santai Alden membuat Cleo sungkan menolak ajakan tersebut. Selain untuk kesopanan, akan membahayakan reputasinya jika terus merendahkan harga diri sang pangeran. Menolak satu kali itu cukup, menolak kedua kali dan tanpa alasan, namanya menantang. Para bangsawan akan menganggapnya wanita kurang ajar karena sok jual mahal, padahal ia hanyalah seorang lady dari keluarga bangsawan pinggiran.

“Dengan senang hati, Yang Mulia.”

Selesai melakukan pembayaran, Alden menawarkan tangannya kepada Cleo. Sempat bertingkah sedikit ragu, Cleo akhirnya menerima tawaran tersebut. Mereka berjalan bersisian keluar dari butik. Sepanjang jalan, Cleo merasa menjadi tontonan orang-orang. Kehadiran mereka tampak mencolok karena di belakang mereka, sekumpulan pengawal kerajaan mengikuti dari jarak dekat.

“Seberapa suka kau dengan makanan manis, Lady Austin?” tanya Alden di tengah perjalanan menuju toko kue langganannya.

“Saya sering menikmatinya saat acara minum teh,” jawab Cleo.

Kegiatan utama Cleo di Ibu Kota adalah menghadiri undangan para bangsawan. Selagi masih lajang, Cleo memanfaatkan waktunya sebijak mungkin untuk mencari relasi. Ia yang sedang belajar investasi suka mencari informasi tentang berbagai bisnis yang tengah dijalankan orang-orang Ibu Kota. Jika bisnis itu dinilai potensial untuk berkembang, Cleo akan menemui konsultan keuangan kenalannya sebelum memutuskan langkah berikutnya.

“Mungkin dari sekarang, sebaiknya aku mulai meluangkan waktuku menghadiri undangan bangsawan supaya bisa berbincang-bincang denganmu lagi,” seru Alden melancarkan aksinya menggoda Cleo.

“Selagi agenda pekerjaan Anda di istana kosong, Anda diterima dengan tangan terbuka, Yang Mulia.”

Ketika Alden dan Cleo sampai di depan toko kue, suara lembut nan manis tiba-tiba memanggil dan menghentikan langkah mereka. “Yang Mulia? Cleo?”

Cleo menoleh, mencari keberadaan si pemilik suara. Matanya sontak berbinar kala mendapati sosok Zelda yang berdiri tak jauh dari tempat mereka berada. Wanita itu mengenakan gaun biru pucat beraksen perak yang cantik. “Zelda!” seru Cleo senang. “Aku kira kau sibuk hari ini.”

Zelda berjalan mendekat, menunduk hormat kepada Alden sebelum memberikan pelukan kepada Cleo. Jika biasanya Zelda menyambutnya dengan kehangatan penuh, kali ini Cleo merasakan secerca kegelisahan pada diri sahabatnya.

“Yang Mulia,” Zelda berkata sopan, “Saya kira Anda tidak menyukai makanan manis.”

Alden tersenyum ramah, melirik papan berukir nama toko kue dengan sorot risi. Pria itu tampak khawatir kebohongannya akan terendus Cleo. “Aku membawa Lady Austin kemari untuk mencicipi beberapa kue terbaik mereka.”

Zelda mengalihkan pandangan kepada Cleo. Ekspresinya ramah, kendati tatapannya sulit untuk diartikan. “Pilihan yang bagus. Di kampung halamanmu pasti sulit menemukan toko kue mewah seperti ini.”

“K-kau benar,” balas Cleo, menyadari sindiran tersirat pada pernyataan itu.

“Lady Austin,” panggil Alden meminta atensi. “Sebaiknya kita segera masuk sebelum kehabisan kursi. Percayalah padaku, kau akan menyukai croissant almond buatan mereka.”

“Oh, tentu,” jawab Cleo sambil tersenyum canggung. “Yang Mulia, bagaimana kalau kita mengajak Zelda?"

Alden tampak kurang menyetujui saran itu. Namun, sulit baginya menolak permintaan Cleo tanpa membuatnya merasa curiga. "Zelda, maukah kau bergabung bersama kami?”

Zelda yang sadar kehadirannya tak diharapkan dengan cepat menggelengkan kepala. Perasaan campur aduk memenuhi pikirannya. Ia telah lama menerima fakta bahwa Alden tertarik pada Cleo, tetapi mustahil baginya menyalahkan Cleo atas ketertarikan pangeran. Di sudut hatinya yang terdalam, Zelda bertanya-tanya, apakah ia bisa mengatasi situasi ini tanpa harus melukai persahabatan ataupun harapan keluarganya.

“Tidak, Yang Mulia. Terima kasih atas tawaran Anda. Saya masih memiliki agenda lain hari ini. Senang bisa bertemu kalian.”

…..

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   113. Kebahagiaan di Atas Tragedi

    …..Sir Cato berusaha menenangkan kudanya yang meringik gelisah ketika dipasangi pelana. Tugas malam ini cukup merepotkan. Sang duke muda memerintahkannya pergi ke penjara bawah tanah, menjemput tahanan yang rencananya akan dipindahkan ke wilayah terluar Dorian. Demi keamanan, proses pemindahan sengaja dilakukan saat tengah malam untuk menghindari kecurigaan.“Hari ini akan jadi hari yang panjang,” ujar Sir Cato sembari merapatkan jubah hitamnya. Meski musim panas, udara malam di Dorian tetap terasa dingin. “Hah… setidaknya satu masalah di manor berhasil dibereskan.”Pintu masuk penjara terbuka. Beberapa bawahan Sir Cato tampak menyeret keluar seorang tahanan wanita. Gaun lusuh berdarah masih ia kenakan. Tanpa mempedulikan rintihan pilunya, para bawahan Sir Cato melemparkan wanita itu ke dalam kereta barang. Mereka lalu mengunci pintu kereta, memastikan agar tahanan tak bisa kabur selama perjalanan.“Musnahkan semua barang-barangnya. Jangan sisakan satu bukti pun,” perintah Sir Cato p

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   112. Kelahiran Koa Dorian

    …..“Pelan-pelan, atur napas Anda!” seru dokter yang memimpin proses kelahiran bayi Abby. “Tarik napas melalui hidung, keluarkan melalui mulut. Ya… betul, seperti itu.”Sesuai perkiraan, Abby melahirkan di pertengahan musim panas, tepat saat musim sosial baru dimulai. Jika biasanya para calon ibu ditemani suami mereka menghadapi situasi genting ini, maka berbeda dengan kasus Abby. Ia tak bersuami dan tak berkeluarga. Gadis malang itu berjuang sendirian, melahirkan bayinya di dalam penjara.“Bagus! Tetap rileks. Ujung kepala bayinya sudah terlihat!” seru dokter pada asistennya.Jeritan Abby menggema di sepanjang lorong batu yang lembap. Suara itu parau dan terputus-putus oleh isakan. Butiran keringat bercucuran di pelipisnya, menetes ke leher, membasahi gaun lusuh yang kini berlumuran darah dan air ketuban. Tubuhnya tampak kejang menahan sakit. Setiap kontraksi datang seperti gelombang siksaan yang membuatnya hampir kehilangan kesadaran.“S-saya… tidak kuat…” ratapnya di sela tangis.“

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   111. Konsekuensi dari Iri Hati

    …..Lengkingan rasa sakit menyentak kesadaran para penghuni Istana Dahlia. Tamparan keras yang menyapu pipi kiri Zelda sukses merontokkan sikap arogan wanita itu. Alden, yang selama ini selalu sibuk mengurus masalah negara, tiba-tiba saja bertandang ke kamar hanya untuk menghardiknya di hadapan para pelayan. Disergap rasa malu yang tak tertahankan, Zelda menangis dalam kebisuan.“Selain Putri Mahkota, semua orang segera tinggalkan tempat ini!” teriak Alden penuh amarah.Kamar pribadi Zelda menjadi lengang begitu dikosongkan. Teror menbanjiri batin wanita itu. Kepalan tangan Alden yang kokoh tampak menyakitkan. Sembari berusaha menciptakan jarak aman, kepala Zelda sibuk bertanya-tanya. Kejahatan mana yang telah terendus Alden hingga pangeran bisa semarah ini?“Yang Mulia, saya tahu bahwa selama ini Anda tidak pernah mencintai saya. Namun, apakah perbuatan yang bijak mempermalukan istri Anda seperti ini?” seru Zelda mencoba membela diri. “Bagaimana pun juga, saya adalah ibu dari Pangera

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   110. Persiapan Serangan Balasan

    …..Jika membandingkan kehidupan penjara sebelum dan sesudah kehamilannya terkonfirmasi, Abby bersyukur karena sekarang ia diperbolehkan menikmati makanan hangat yang layak konsumsi, atau matras tipis pengganti lantai batu sebagai tempat pembaringannya. Meskipun sikap para petugas penjara masih dingin, mereka tidak lagi memperlakukannya sekasar dulu. Sembari mengelus perut yang belum membesar, setiap waktu Abby selalu menyempatkan diri untuk mengucapkan beribu-ribu terima kasih pada janin dalam kandungannya. Tanpa kehadiran janin ini, mungkin Duke Muda Dorian sudah lama menghabisinya, lalu membuang jasadnya ke dasar laut di pantai selatan.Selain menunggu jatah makanan atau melakukan pemeriksaan rutin bersama dokter, kegiatan sehari-hari Abby selama masa kehamilannya di penjara adalah belajar membaca dan menulis. Sebagai seseorang yang hidupnya kurang beruntung, buku ia anggap layaknya benda keramat. Menyentuhnya saja sulit, apalagi memilikinya. Selama bekerja menjadi pelayan pribadi

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   109. Apakah Kau Yakin?

    …..Derit pintu yang terbuka menyedot perhatian Sander dari buku di tangannya. Penjelasan tentang dasar ilmu ekonomi makro langsung buyar dari kepala. Pria itu mengira, setelah pertengkaran sengit pagi ini, rasa lelah akan mengantarkannya ke alam mimpi. Sayang sekali, amarah yang tak kunjung padam justru menghalanginya untuk jatuh terlelap.Sementara itu, di ambang pintu ruang kerja, terlihat sosok Cleo Austin, tengah memandanginya dengan wajah putus asa.“Lord, kita perlu bicara.”“Jika kau masih belum berubah pikiran, lebih baik tinggalkan aku sendiri.”“Kenapa bukan Anda saja yang berubah pikiran?”Kening Sander mengernyit dalam. Pria itu segera menyingkirkan buku yang menghalangi pandangannya. Ia yang awalnya berbaring santai di atas sofa tamu, buru-buru duduk sembari menampilkan ekspresi tegang. Butuh satu menit untuknya mencari balasan yang tepat.“Kau sungguh egois.”Cleo meremas lipatan gaunnya, menahan rasa dongkol yang bercongkol di dada. Menurutnya, kata egois lebih cocok d

  • Queen of Heart - Istri Sang Duke   108. Permintaan Egois

    …..Perut Cleo bergejolak tatkala indera penciumannya mengendus bau penjara yang pengap dan lembap. Sekujur tubuhnya merinding, merasakan udara dingin menusuk jubah panjang berbulu yang dikenakannya. Kondisi itu semakin diperparah begitu bau pesing bercampur darah datang menghajarnya. Cleo yang tak tahan dengan sambutan tak mengenakkan ini akhirnya tumbang, memuntahkan isi perutnya di pojok ruangan.“Madam!” seru Sir Hale panik. Pria itu gelagapan, tak terbiasa melayani seorang perempuan. Tangannya meraba-raba kantong baju dan celana, berharap menemukan selembar sapu tangan bersih. “Jika Anda tidak kuat, Anda tidak perlu menemui pelayan itu. Mari, saya antarkan pulang ke manor.”Cleo terbatuk kecil, tersedak ludahnya. “Uhuk! Jangan,” tolaknya cepat. “Aku harus melihat dengan mata kepalaku sendiri dan memastikan kebenarannya.”Sebelum memutuskan masuk ke penjara, Sir Hale sudah lebih dulu memberitahu informasi terpenting dari pertemuan ini. Tentu saja, kabar kehamilan Abby membuat Cleo

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status