Luka fisik Ratu memang sembuh tapi tidak dengan luka psikisnya. Pasca kakinya diamputasi, Ratu selalu termenung di kamarnya. Ragam pikirannya bercampur aduk sekarang. Kadang Ratu tak bisa membedakan mana alam nyata dengan alam khayalnya. Seribu satu penyesalan ia hujamkan kedalam diri sendiri. Mengapa ia nekad menemui Reksa? Mengapa ia kalap menyetir mobil di kala hujan mendera? Apakah ia puas setelah ini? Apa yang ia dapatkan setelah apa yang ia perjuangkan tak dapat menghasilkan kemenangan? Tanpa sadar airmata sudah membasahi wajahnya.
Tak cukup sampai disitu. Gadis itu juga menolak keluar kamar kalau ada tamu, sanak famili atau keluarga jauh yang datang berkunjung ingin menjenguknya. Kenalan dan teman-teman semasa kuliah yang ingin menemuinya juga tak pernah digubris. Semua kecewa dengan sikap yang diambil Ratu. Namun mereka juga sadar dan memaklumi keadaan. Bagaimana perasaan mereka jika posisi Ratu adalah diri mereka sendiri? Sia-sia Bu Dibyo membujuk Ratu. Anak sulungnya itu tetap pada pendiriannya. Ratu tak mau menemui siapapun, kecuali saudara kandung dan orangtuanya di rumah. Kalau boleh jujur, Ratu bukannya menolak kehadiran mereka semua, namun semua itu Ratu lakukan karena ia tak punya cukup nyali untuk memperlihatkan fisiknya yang kini sudah tak sempurna. Ratu yang dulunya cantik, anggun dan memiliki kaki jenjang itu kini harus tampil dengan duduk diatas kursi roda seumpama nenek renta. Mereka pastilah akan memandangnya dengan iba dan… hina. Ratu belum siap dipandang dengan tatapan-tatapan penuh iba hanya karena kakinya yang kini tinggal sebelah. Tidak! Ratu tak mau itu terjadi. “Mama mengerti perasaan, Ratu. Tapi mereka datang bukan untuk melihat kekuaranganmu, tapi ingin memberimu penghiburan,” pujuk Bu Dibyo pada Ratu. “Nggak, Ma! Aku nggak mau mereka melihat aku dalam keadaan seperti ini. Mulut mereka memang akan menghiburku. Tapi mata mereka?” “Itu hanya perasaanmu, Ratu.” “Justeru itu, Ma. Aku sendiri belum bisa berdamai dengan perasaanku sendiri.”Kalau sudah seperti itu, sang mama terpaksa mengalah. Hanya seorang yang mau Ratu temui selain keluarganya. Dialah Lila, sahabat sekaligus rekan bisnisnya di DivaNine. DivaNine adalah nama distro yang didirikan Ratu dan Lila tiga tahun yang lalu, tepatnya saat mereka masih duduk di bangku kuliah, sebuah outlet fashion berlantai dua yang menjual aneka jenis pakaian yang tidak diproduksi secara massal, karena untuk mempertahankan keeksklusifan produk-produknya. Limited edition, istilah kerennya. Mereka memilih usaha distro karena peluangnya yang sangat besar saat itu dan melihat pangsa pasarnya yang bagus, yang diperuntukkan bagi kaum remaja tingkat menengah keatas. Mereka berdua memang perempuan-perempuan muda nan cerdas sekaligus jeli mempelajari situasi. Karena keuletan mereka berdua, DivaNine pun berkembang dengan sangat pesat. Dan tentunya kesuksesan itu bukan datang begitu saja. Mereka berdua sangat jitu dalam hal target pasar. Strategi pemasaran mereka juga matang. Selain itu Ratu dan Lila selalu melakukan evaluasi berkala yang rutin, hingga tahu mana langkah yang baik untuk kedepannya. Bisa dibilang DivaNine selalu peka jaman. Keduanya owner-nya selalu mengetahui trend yang sedang digandrungi anak muda jaman sekarang. Up-date dan kekinian. Selain itu, kualitas bahan serta desain yang unik selalu mereka jaga dan kembangkan demi kepuasan konsumen. Pada akhirnya, karena kesabaran, keuletan, kerja keras, dan jaringan pertemanan mereka yang sangat luas, DivaNine pun meraih keberhasilan dan mendapatkan keuntungan besar dalam dua tahun terakhir. Dengan keberhasilan yang mereka berdua raih, Ratu dan Lila seakan mematahkan pandangan orang-orang selama ini, jika perempuan hanya bisa menjadi konsumen, bukan produsen. Namun sekarang sayap Divaninie seolah patah sebelah. Kecelakaan yang menimpa Ratu membuatnya absen panjang dari distro tersebut. Walau masih bisa menghandle semuanya sendirian tapi Lila merasa ada bagian lain yang seharusnya terisi menjadi kosong. Dan tak seharusnya seperti itu, karena DivaNine adalah milik berdua, bukan individu. DivaNine bukan kepunyaannya sendiri tapi miliknya bersama Ratu. Lila maklum, bahkan sangat memaklumi dengan kondisi fisik dan psikis yang sedang dialami Ratu. Namun ia juga mau sahabatnya itu bangkit kembali. Kehilangan satu kaki bukan berarti Ratu kehilangan seluruh hidupnya, kan? Walau sekarang ia selalu duduk di kursi roda laksana nenek renta namun Lila yakin kalau Ratu masih bisa bekerjasama dengannya untuk menghidupkan DivaNine di hari-hari selanjutnya. “Aku nggak bisa apa-apa sekarang, La,” keluh Ratu. “Aku cacat.” “Kamu nggak boleh ngomong seperti itu, Ratu,” pujuk Lila sambil membelai rambut sahabatnya. Ia sebenarnya mau menangis saat pertama kali melihat kaki Ratu. Sepasang kaki jenjang yang indah itu kini tak lagi sempurna. “Kamu lihat sendiri bagaimana kondisiku sekarang,’ erang Ratu sambil memandangi tubuhnya yang sedang duduk diatas kursi roda. “Tidak Ratu. Aku yakin kamu masih bisa bekerja. Kita saling bahu membahu, membangun DivaNine,” hibur Lila. “Tapi aku tak bisa selincah dulu. Aku…” “Selama ini kita bekerja juga bukan dengan fisik, Ratu. Iya, kan? Kita hanya memanage dan menghandle semuanya dibelakang meja. Dari persiapan produk, membangun relasi hingga tim kerja dan strategi promosi. Dan untuk pelaksanaannya, ada orang-orang kita yang akan mengerjakan semuanya di lapangan,” jelas Lila panjang lebar, hal yang sebenarnya sudah diketahui oleh Ratu. Ratu tercenung. “DivaNine milik kita berdua. Ingat! Separuh sahamnya adalah milikmu.” “Aku nggak bisa lagi meneruskan DivaNine, La. Kamu atur sajalah bagaimana baiknya. Aku benar-benar nggak bisa…” Ratu terisak. Lila menghela nafas. Sia-sia dia meyakinkan dan membujuk sahabatnya itu, sepertinya kepercayaan diri gadis cantik itu sudah musnah sekarang. Lila kehabisan akal. Tapi terus memaksa Ratu juga tak mungkin. “Jujur aku juga merasa kehilangan, tapi dalam bentuk yang berbeda.” “Aku sudah kenyang dengan kalimat itu. Jangan kasihani aku,” sinis suara Ratu. “Maksud kamu,” Lila bingung. “Mereka-mereka seperti dirimu hanya bisa melantunkan kalimat penghiburan, namun lupa apakah kata-kata itu membuatku terhibur atau malah sebaliknya.” “Kamu jangan samakan aku dengan mereka. Aku tulus ingin membuatmu bangkit.” “Dengan menambah beban pikiranku?” sindir Ratu. “Ratu, maksud kamu…?” “Pulanglah, Lila. Aku ingin istirahat sekarang. Tinggalkan aku sendiri.” Lila akhirnya pulang dengan membawa sebongkah kekecewaan. Ia memang sudah menduga jika ini akan terjadi, Ratu bersikukuh menolak uluran tangannya untuk keluar dari gelimang gundahnya dengan cara mengelola perusahaan bersama mereka. Namun Lila tak menyangka jika sikap Ratu padanya berubah demikian drastis seperti ini. Sahabatnya itu bukan saja kehilangan kepercayaan dirinya, namun juga tak butuh orang untuk membantunya. Kemana perginya Ratu yang ceria? Kemana lenyapnya sahabat yang optimis dan penuh canda tawa? Apakah kecelakaan yang melenyapkan satu kakinya membuat Ratu memelihara kecewa dan akhirnya melahirkan putus asa? Baiklah, untuk saat ini Lila mengalah. Namun ia tak mau menyerah. Tak akan pernah… ***Begitulah sekarang keadaan Ratu. Pasca operasi amputasi kakinya, kondisi psikis gadis itu kian memburuk. Kehilangan sebelah kaki seakan melenyapkan seluruh harapan hidupnya. Jika boleh memilih, ia ingin mati saja daripada hidup dengan fisik yang tak lagi sempurna. Semua mencemaskannya. Semua sedih melihat kondisinya. Kedua orangtua dan juga adik kembarnya tak henti-hentinya menyemangati, namun sepertinya sia-sia. Harapan dan asa tak lagi milik Ratu. Semua telah padam seiring satu kakinya yang terbuang. “Kak… Kakak harus semangat lagi. Jangan buat kita ikutan sedih melihat Kakak seperti ini,” pujuk Raka dengan harapan yang tak pernah padam. Namun Ratu, diatas kursi rodanya, hanya tersenyum sumbang. “Kami tahu apa yang Kakak rasakan. Ini memang sulit untuk Kakak. Tapi, jika Kakak bersikap seperti ini terus,
Tak ada yang tak bisa di dunia ini selagi manusia mau berusaha. Upaya Pak Dibyo dan keluarga dalam penyembuhan fisik dan pemulihan psikis Ratu mulai menampakkan hasilnya. Kini Ratu tak lagi berkawan dengan kursi rodanya. Ia pun sekarang tampak lebih optimis dalam menjalani hari-harinya. Ratu juga selalu berusaha menggunakan prostesisnya dan selalu belajar berjalan layaknya orang yang berkaki normal. Untung kedua orangtuanya dan adik-adiknya sangat perhatian dan selalu membantu, jadi kemampuan Ratu dalam menggunakan prostesis terbilang cepat prosesnya. Suatu hari Lila datang kembali ke rumah Ratu. Tak seperti biasanya kali ini Ratu menyambut Lila dengan senyum yang sedikit merekah. Dari wajah cantiknya juga dibinari dengan harapan. Kepercayaan diri sahabatnya itu sepertinya perlahan sudah bangkit kembali, pikir Lila. Gadis berambut pendek itu sangat senang melihat perubahan sikap Ratu tersebut. Lila adalah salah
Hari pasti berganti, namun hati belum tentu bisa mengimbangi. Ada banyak peristiwa yang menimbulkan duka, menyisakan luka. Belum satu mongering, timbul lula baru yang menambah pedih. Namun apa yang bisa manusia lakukan demi menghadapi itu semua? Apakah terus terpuruk, berdiam diri dan kalah? Apa terus menyesali takdir dengan mengurainya tanpa berusaha untuk mengubah? Tuhan selalu menciptakan jalan untuk semua masalah yang diberikan. Berdoa dan berusaha adalah jalan terbaik untuk melenyapkan segala cobaan yang mendera. Pagi ini Reksa tidak ada jadwal siaran, jadi ia bisa beres-beres kamar dan juga nyuci baju yang kelihatannya sudah mulai menggunung. Kalau dulu, boro-boro beberes kamar dan nyuci baju, nyuci CD-nya sendiri saja pembantu di rumah yang mengerjakan. Ah, ingat rumahnya Reksa menjadi sedih. Walau bagaimanapun pahitnya, tapi banyak kenangan manis yang telah terlukis di sana. Sekarang keadaan su
Bertahan adalah salah satu sifat alami manusia yang dianugerahkan Tuhan. Kemana pun tempatnya dan kapan pun saatnya, jika hal itu terjadi makan manusia punya akal dan naluri untuk menyiasati. Ada banyak keraguan dan juga rasa enggan. Merubah kebiasaan dan beradaptasi dengan lingkungan memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk itulah akal dan pikiran manusia diciptakan, untuk membantu mengatasi segala macam masalah untuk menaklukan keadaan. Saat lamunan terus menjelajahi masa lalunya, menerobos lorong waktu, Reksa dikejutkan oleh sebuah suara. Tika, adik pertama Barudin, tiba-tiba mengetuk pintu kamar dan memanggil Reksa dari luar. Reksa terpaksa memutus lamunannya dan bangun dari rebahan. Terbersit heran dan tanya dalam hati Reksa. Tak seperti biasanya Tika memanggilnya seperti saat ini. Ada apa gerangan? Apakah sesuatu yang penting yang ingin disampaikan gadis kecil itu? &
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Lingkungan baru berarti kau harus mampu menyesuaikan diri, bahkan kadang dituntut menjadi pribadi yang baru. Saat semua tak dapat diatasi, maka masalah akan menanti. Adat dan kebiasaan setiap daerah memang berbeda, namun semua bisa diatasi dengan etika. Saat perilaku dibarengi dengan adab bertamu yang berlaku, maka aman sentosalah hidupmu yang baru. Begitu pula sebaliknya. Jodi Mulya adalah penyiar senior sekaligus manajer tak resmi di radio Gantara AM, tempat di mana sekarang Reksa bekerja. Radio Gantara AM adalah anak cabang dari radio Khatulistiwa FM yang ada di Pontianak yang cabangnya tersebar di beberapa kota yang ada di Kalimantan Barat seperti Mempawah, Singkawang, Ngabang, Ketapang, Sanggau dan juga Sintang. Kalau boleh jujur, sebenarnya pengelolaan radio Gantara AM sangat jauh kata manajemen sebuah ra
Persaingan antar manusia adalah ketentuan hukum alam yang tak bisa dielakkan. Jika kau lebih unggul maka kaulah yang akan menjadi pemenang. Dan jika kau orang yang lemah maka nama pecundang akan disandang. Keistimewaan datangnya dari Tuhan, dan tak ada manusia yang tak diberi kelebihan, walau dengan jenis dan kadar yang tentu saja berbeda-beda. Tinggal bagaimana manusia menjalani dan menjadikan kelebihan tersebut, mengolahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun terhadap orang lain. Ingatan Reksa mengembara. Dulu, setiap minggu radio Galaxy FM selalu mengadakan rapat mingguan yang dihadiri oleh seluruh penyiar, staf serta manajer untuk mengevaluasi siaran, termasuk perkembangan dari penyiar-penyiar freelance yang baru masuk. Jika penyiar freelance tersebut mengalami perkembangan yang cukup bagus di udara, melalui rating dan respon pendengar, maka ia akan diangkat levelnya menjadi pen
Usaha tak akan mengkhianati hasil. Jika kita bersungguh-sungguh menjalankan apa yang kita cita-citakan, niscaya akan berbuah manis hasilnya. Namun tak ada pencapian yang tanpa rintangan. Seperti pendaki, untuk mencapai puncak kita mesti melalui jalan yang terjal dan berliku. Tak jarang di sisi kanan kiri terdapat jurang yang mengintai dan menganga, yang setiap saat dapat membuat kita terpeleset dan jatuh jika lengah dan tak fokus saat menjalaninya. Namun setelah berhasil melewati itu semua apa yang kita dapat? Adalah kepuasan bathin yang melebihi segala-galanya. Lila menatap puas distro baru mereka, cabang DivaNine yang akan segera ia resmikan. Bangunan berlantai dua seluas 400m2 itu terlihat cantik dengan paduan warna orange dan putih yang elegan, khas distro. Logo DIV2NINE yang terpampang di atas bangunan, dengan hurup-hurup timbul yang terbuat dari bahan galvanis, membuat distro ini tak kalah keren den
Ternyata yang di dalam mobil itu adalah Ratu. Papanya yang turun lebih duluan membukakan pintu untuknya dan membimbing Ratu keluar. Tak terkira asa kaget yang melanda hati Lila. Bagaimana tidak? Ia yang sudah hopeless dengan kehadiran Ratu di dalam lingkar bisnis fashion mereka, tahu-tahu mendapatkan sosok mitra sekaligus sahabat itu ada disini. Benar-benar menjadi sebuah kejutan bagi dirinya dan juga bagi masa depan Div2Nine.“Ratu…!” Tak sadar Lila berteriak dan segera menyongsong Ratu. “Kok nggak kasi kabar, sih?” tanya Lila sambil menyunggingkan senyum dan mengangguk kearah Pak Dibyo.Ratu hanya tersenyum melihat kekagetan Lila. Ia sendiri senang membuat kejutan ini dan berhasil. Sudah seabad rasanya ia mengurung diri di rumah, sekarang saatnya ia mengepakan sayap untuk terbang, menikmati semesta alam yang tak berhenti menghadirkan keindahan baik di hati maupun perasaan.“Tiba-tiba Ratu minta diantar dis