"Aku nggak bisa antar kamu pulang dalam keadaan kayak gini, Dek," kata Alvin saat menghentikan mobilnya di sebuah kafe dan menggandeng Nana menuju ke sebuah bangku privat.Nana yang sejak meninggalkan rumah Alvin seolah kehilangan kata-kata, hanya menurut saja saat pemuda itu mendudukkannya di kursi. Saat pelayan datang dan menyodorkannya daftar menu, Alvin pun tanpa berpikir panjang langsung memesan makanan dan minuman favorit calon istrinya tanpa bertanya lebih dulu."Dua moccachino latte dan kentang goreng ukuran besar," katanya.Alvin sudah hafal, dalam keadaan tak enak hati biasanya Nana akan minum kopi atau coklat dan ngemil makanan yang berasal dari kentang. Gadis itu sangat menggilai cemilan berbahan kentang, apalagi saat dalam keadaan tertekan."Kita bicarakan masalah ini dulu ya, Dek. Setelah itu baru kuantar kamu pulang," ucap Alvin saat pelayan meninggalk
Dalam gelap lelaki tua itu termenung, menatap entah pada apa, karena di ruang biasa dia membaca sekelilingnya sedang sangat gelap gulita. Hanya ada sedikit cahaya yang masuk dari celah pintu dimana istrinya sedang memperhatikannya dengan raut prihatin.Rukmini tahu, suaminya tidak sedang baik-baik saja. Bahkan saat dia mengatakan sesuatu dengan kalimat lantang yang membuat ketiga anak gadisnya sempat bersamaan menitikkan air mata beberapa saat yang lalu, Rukmini bisa merasakan hati Harsa juga terluka."Masuklah, Bu. Aku tahu kamu ada di situ." Suara berat itu mengagetkan Rukmini yang berdiri di balik pintu ruang kerja suaminya. Ruangan itu memang sudah beberapa tahun ini jarang dipakai karena Harsa telah pensiun. Dulu biasanya Harsa akan sangat betah berlama-lama di sana saat hatinya sedang gundah karena bertengkar dengan sang istri. Dan Rukmini sudah sangat hafal dengan perilaku suaminya yang seperti itu. Saat Harsa
"Bapak titip Nana. Tolong jaga dia baik-baik, jangan sampai membuat dia terluka," ucap Harsa lirih menepuk-nepuk ringan bahu menantu bungsunya.Alvin yang diajak bicara hanya menunduk sambil sesekali menganggukkan-anggukkan kepalanya."Insyaallah saya akan jaga Nana baik-baik, Pak.""Bapak tahu kamu lelaki yang baik, Vin. Untuk itulah kenapa bapak tidak ragu menyerahkan anak bungsu bapak padamu. Tapi ingat ya Nak, jika suatu saat Nana terluka karena kamu, bapak tidak segan-segan untuk ...."Harsa belum sempat melanjutkan kalimatnya saat tiba-tiba istri dan putri bungsunya muncul dari dalam rumah."Kalian benar-benar ingin pindah ke kontrakan hari ini?" tanya Rukmini sambil menyeret salah satu koper milik putrinya. Sementara Nana yang berjalan di belakangnya juga sedang menyeret sebuah koper yang ukurannya lebih besar. "N
"Sudah siap?" Alvin memperhatikan istrinya yang baru keluar dari kamar dengan balutan dress panjang warna peach dan pashmina warna senada. Terlihat anggun sekali Nana siang itu di mata Alvin."Ngliatinnya gitu amat, Mas?" Nana salah tingkah dipandangi sedemikian rupa oleh suaminya."Kan sudah jadi istri. Boleh dong mau diapain aja," goda Alvin. "Kamu cantik, Sayang."Alvin bangkit dari kursi tamu, lalu berjalan mendekati sang istri dan mengelus pipinya yang kini bersemu merah."Makasih Mas, biarpun aku tau ini pujian cuma buat nyenengin aku aja kan?" ucap Nana sedikit ragu."Kok gitu sih, Dek? Mas tulus lho tadi ngomongnya. Kamu memang cantik kok, Na." Alvin mendaratkan ciumannya di kedua pipi sang istri dengan gemas."Tapi sepertinya keluarga mas nggak sependapat sama mas?"
"Mobil? Kenapa dengan mobil kantor Alvin, Bu?"Alvin menarik salah satu kursi teras untuk digunakannya duduk. Kemudian menarik tangan istrinya untuk mengajaknya duduk pula."Gini, Vin. Kamu kan sudah tinggal sendiri sekarang. Di rumah sudah tidak ada mobil lagi. Kami jadi akan repot kalau sewaktu-waktu harus mengantarkan bapak kamu berobat. Sementara di sini kan kamu punya dua mobil. Apa nggak sebaiknya mobil kamu ditinggal di rumah bapak saja? Kalian cukup kan pakai satu mobil?" ucap sang ibu kemudian.Alvin dan Nana saling pandang. Alvin yang nampak jelas merasa tak enak hati pada istrinya akibat ucapan ibunya itu. Ayah Nana yang ditawari untuk menggunakan salah satu mobil mereka menolak dan lebih memilih menggunakan mobil tuanya. Sementara ibunya sendiri justru menginginkan salah satu dari mobil mereka."Soal bapak, ibu nggak usah khawatir. Alvin
Alvin sudah meninggalkan rumah sejak 3 jam yang lalu untuk berangkat ke kantor. Hari ini rencananya dia juga akan melaksanakan niatnya untuk mengembalikan fasilitas mobil ke kantornya.Nana yang masih mempunyai satu hari libur dari kantornya berniat ingin membereskan beberapa barang di rumah kontrakan mereka yang masih belum sepenuhnya tertata rapi.Dengan bersimpuh di karpet, Nana mulai menata buku-buku bacaan favoritnya ke rak buku yang sengaja dia bawa dari rumah orangtuanya.Sedang asik dengan kegiatannya, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu depan."Siapa yang datang? Sepertinya dari tadi tidak ada kendaraan yang terdengar berhenti di halaman rumah?" tanya Nana dalam hati. Lalu dia pun segera bangkit dan berjalan menuju ke ruang tamu."Eh, ibu? Sama siapa ke sini?" Nana celingukan saat dibukanya pintu ru
Sore itu Alvin pulang dengan taksi online. Dia benar-benar telah mengembalikan mobil kantornya. Nana menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman hangat. Ini hari pertamanya merasakan menjadi istri sepenuhnya, menyambut suami pulang kerja di depan pintu rumah sendiri.Usai menyiapkan handuk dan baju suaminya, Nana menunggui Alvin yang sedang mandi di meja makan. Dua cangkir kopi telah menunggu mereka untuk menghabiskan waktu sore itu."Kita duduk-duduk di depan aja yuk, Dek. Enak kayaknya sambil liatin orang lewat," ajak Alvin usai menyelesaikan ritual mandi sorenya.Nana mengangguk. Lalu Alvin pun membawa dua cangkir kopi yang masih panas itu ke teras, diikuti Nana yang membawa setoples kue kering dan camilan kentangnya."Mobilnya jadi dibalikin tadi, Mas?" tanya Nana basa-basi saat mereka sudah mendudukkan diri dengan nyaman di kursi teras.
Kekesalan Alvin rupanya terbawa sampai di rumah. Tak biasanya dia menjadi lebih banyak diam. Bahkan dia yang biasanya sangat bersemangat saat istrinya mengajaknya segera beristirahat, malam ini justru lebih memilih duduk sendirian di teras rumah."Kamu tidur dulu aja, Dek. Nanti mas susul," katanya dengan nada sedikit malas.Nana yang masih belum mau beranjak di kursi sebelahnya hanya menarik nafas berat."Mas masih mikirin Dian?" tanyanya ragu. "Dari sejak makan di kafe tadi mas nggak banyak bicara.""Aku agak curiga dengan teman Dian yang bernama Jeslin itu." Alvin menatap istrinya, berharap Nana memahami apa yang dia rasakan saat ini."Mas curiga kalau si Jeslin itu mau berbuat jahat sama Dian?" Dahi Nana berkerut."Persis.""Tapi mana mungkin, Mas?