Home / Romansa / RAHASIA ISTRI BERCADARKU / Bab 3. Aku Bukan Asisten

Share

Bab 3. Aku Bukan Asisten

Author: Aryan Lee
last update Last Updated: 2025-04-09 11:56:49

Beberapa hari menjelang puasa, Abidzar dan Yura melakukan ijab qabul secara sederhana di KUA setempat. Rencananya pesta pernikahan baru akan digelar setelah lebaran nanti sekalian halal bihalal. Bahkan adik-adik Abidzar tidak diberitahu. Semua Umi Hafsah yang mengatur, kedua mempelai tampak menurut saja.

Setelah Yura resmi jadi menantunya, Umi Hafsah merasa tenang dan lega. Wajah wanita paruh baya itu bahkan tampak berseri-seri. Kini ia sudah siap, kapan pun dipanggil menghadap sang pencipta.

Abidzar senang melihat ibunya sangat bahagia sekali. Sudah lama sekali Umi Hafsah tidak tersenyum seperti itu.

"Ya Allah jika menikah dengan Yura membuat Umi bahagia, aku ikhlas menerima perjodohan ini. Tumbuhkanlah rasa cinta di hati kami, amin," lirih Abidzar di dalam hati sambil mengatur letak barang-barang di kamarnya karena mulai hari ini akan tidur bersama Yura.

"Umi tahu kamu tidak mencintai Yura, tapi percayalah rasa itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu!" ujar Umi Hafsah sambil merapikan pakaian Abidzar agar ada tempat untuk baju Yura.

Abidzar menjawab, "Amin, insya Allah aku akan membimbingnya."

Mendengar itu Umi Hafsah tampak tersenyum, meskipun merasa sedikit takut Abidzar akan menyakiti Yura karena mereka bersatu bukan karena cinta, tetapi keinginannya.

"Aku akan menjadikan kamar Farid sebagai ruang kerjaku. Nanti aku yang bicara, kalau dia protes," ujar Abidzar sambil mengeluarkan meja dan kursi.

Setelah membantu Abidzar merapikan kamar, Umi Hafsah menemui Yura yang sedang menyetrika pakaian.

"Yur sekarang sudah jadi istri Abidzar, jadi tidak usah cari kerja lagi!" ujar Umi Hafsah sambil menyerahkan ATM yang selama ini dipegangnya.

Dengan heran Yura bertanya, "Ini ATM siapa Umi?"

"Punya Abidzar, tapi sekarang milik kamu juga. Semua gajinya di kirim ke sini mulai sekarang Yura yang mengatur keuangan di rumah ini ya!" ujar Umi Hafsah yang membuat Yura terkejut.

"Yura nggak mau, Umi lebih berhak dari pada aku!" Yura mengembalikan ATM itu.

Umi Hafsah menolaknya seraya berkata, "Anak laki-laki memang harus berbakti sama ibunya, tetapi untuk urusan nafkah istrinya jauh lebih berhak. Lagi pula Umi punya penghasilan sendiri untuk membeli keperluan pribadi."

Yura merasa sangat terharu mendengarnya. Jujur ia tidak berharap mendapatkan nafkah atau harta sedikit pun dari Abidzar. Yura hanya ingin membuat Umi Hafsah bahagia saja.

"Mulai nanti malam kamu tidur di kamar Abidzar ya!" ujar Umi Hafsah yang dijawab anggukan oleh Yura. "Umi mau siap-siap pengajian dulu ya!" sambungnya kemudian.

"Iya Umi," jawab Yura yang kembali melanjutkan menyetrika baju.

Tiba-tiba Abidzar datang sambil bertanya, "Umi, kemeja aku sudah disetrika belum?"

"Sudah Kak, yang mana?" jawab Yura sambil menunjuk setumpuk pakaian.

"Taruh saja di kamar, nanti aku pilih sendiri!" jawab Abidzar yang segera berlalu.

Selesai menyetrika baju, Yura segera membawa setumpuk pakaian ke kamar Abidzar dan meletakkannya di atas tempat tidur. Ia melihat kamar itu cukup rapi dengan wangi maskulin yang menyeruak indra penciumannya. Sebuah lemari berdiri kokoh di sebelah rak kecil berisi buku-buku.

"Kak, aku mau bicara!" ujar Yura ketika Abidzar masuk ke kamar.

Meskipun sudah menikah baik Abidzar dan Yura tidak banyak bicara. Bahkan keduanya tetap menjaga jarak, selayaknya dua orang asing yang tinggal dalam satu rumah.

Sambil mengangguk Abidzar menyahuti, "Katakanlah!"

"Aku belum siap, tolong beri waktu untuk Kakak miliki setutuhnya!" pinta Yura sambil meremas ujung gamis berbordir itu dengan gusar.

"Kakak akan menunggu sampai kamu siap lahir dan batin." Abidzar ingin mengenal Yura lebih jauh lagi karena merasa pernikahan ini terlalu terburu-buru.

"Terima kasih Kak, tapi kita harus merahasiakan ini dari Umi!" ujar Yura yang dijawab anggukan oleh Abidzar.

"Kamu pasti tidur di kamar ini. Tapi maaf, kalau sering sendirian karena aku harus kerja," ujar Abidzar sebelum Yura kecewa.

Mendengar itu Yura pun bertanya, "Kalau boleh tahu, pekerjaan Kakak apa. Sampai jarang pulang dan sering meninggalkan Umi sendirian?"

"Memangnya Umi belum ngasih tahu kamu?" tanya Abidzar yang dijawab gelengan kepala oleh Yura. "Aku kerja sebagai agen--"

Tiba-tiba terdengar suara ponsel berdering. Menghentikan pembicaraan keduanya. Ternyata Abidzar menerima telepon dari seseorang.

"Kamu tanya sama Umi saja ya, kakak mau ke luar sebentar!" ujar Abid yang dijawab anggukan oleh Yura.

Yura juga bergegas ke luar dari kamar. Pada saat yang bersamaan Umi Hafsah sudah siap untuk berangkat pengajian.

"Yura, Umi mau penutupan pengajian RT dulu di mesjid," pamit Umi Hafsah.

"Iya Umi, mau aku antar?" tanya Yura yang siap menemani ibu mertuanya.

"Tidak usah dekat kok, kamu siapkan bahan-bahan buat masak saja. Besok kedua adik iparmu akan datang!" tolak Umi Hafsah dan berucap, "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," sahut Yura sambil mengantar Ibu mertuanya sampai teras.

Yura kemudian memandangi kepergian Umi Hafsah dengan perasaan campur aduk. Jujur pernikahannya dengan Abidzar membuat hatinya jadi tidak tenang. Ia takut suami dan Umi Hafsah tahu akan rahasia yang disembunyikannya selama ini. Baru saja gadis itu hendak masuk ke rumah, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil.

"Hei, buka pintu gerbang cepat!" seru seorang pengemudi dari dalam mobil.

Yura bergegas masuk ke rumah untuk mengambil cadar. Setelah memakainya, ia segera membuka pintu gerbang dan dua buah mobil mewah masuk ke garasi.

Beberapa orang turun dari kendaraan itu dan menghampiri Yura.

"Mbak asisten baru ya, pantes lama banget bukan gerbangnya!" omel seorang pria tampan berpakaian casual.

Seorang wanita cantik membuka bagasi mobil sambil berseru, "Mbak cepat bawa semua barang di sini!"

"Buah-buahan ini bawa juga ya dan tata di meja makan!" seru wanita yang memakai banyak emas itu.

Yura tampak mengangguk dan segera mengerjakan apa yang mereka suruh.

Dua pasang insan manusia itu segera masuk ke rumah. Meninggalkan Yura yang kerepotan membawa barang-barang dari bagasi mobil. Padahal kalau seorang saja membawa satu bungkusan pasti akan ringan.

"Cepat buatkan kami minuman dingin!" seru pria dengan yang memakai kaos dan celana pendek.

Yura langsung membuatkan seteko es teh manis dan menyuguhkannya untuk para tamu itu.

"Hei, kamu tahu nggak siapa kami?" tanya wanita cantik sambil menatap Yura dengan sinis.

"Maaf, saya tidak kenal karena baru sebulan tinggal di sini," jawab Yura dengan jujur.

"Kami itu majikan kamu, jadi nggak usah pakai cadar di hadapan kita, cepat buka!" seru wanita itu dengan ketus.

"Maaf, saya tidak bisa membuka cadar ini karena Kakak berdua bukan muhrimku," tolak Yura sambil melihat kedua pria itu secara bergantian.

Kedua pria itu tertawa mendengarnya dan seorang berkata dengan lantang, "Baru belajar islam ya?"

"Iya," jawab Yura sambil mengangguk.

"Oh pantes masih bodoh," hina wanita yang memakai perhiasan banyak sambil menghampiri. "Kamu itu pembantv jadi harus menunjukan wajah sama kami!" Ia langsung menjambak cadar yang menutupi wajah Yura.

Namun, dengan gerakan lebih cepat Yura segera menangkap tangan wanita itu.

"Jaga sikapmu, aku bukan asisten!" ancam Yura sambil mencengkeram dengan kuat.

"Sakit, lepasin!" lirih wanita itu sambil menarik tangannya.

"Heran deh Umi, kenapa mau memperkerjakan wanita kurang ajar seperti dia. Aku akan mengajarkannya sopan santun!" sahut pria berpakaian casual itu dengan geram.

Yura langsung mengambil ancang-ancang seraya berkata, "Kamu mau apa? Jangan macam-macam ya atau aku laporkan sama Umi!"

"Makin lancang saja mulutmu, rasakan ini!" pria yang memakai kaos tiba-tiba melempar pajangan dari kayu jati ke arah Yura.

Pada saat yang bersamaan sebuah buku melayang menyambar pajangan itu. Semua mata terbelalak melihat ke arah pintu. Di mana seseorang berdiri sambil menatap dengan tajam.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 57. Akhir Sebuah Kisah

    Langit Makkah terlihat cerah hari ini, tapi hati Yura mendadak dicekam kekhawatiran. Di tengah lautan jamaah yang melantunkan doa-doa, Umi Hafsah tiba-tiba limbung dan jatuh dalam pelukannya."Umi!" seru Yura panik. Abidzar yang berada tak jauh langsung berlari menghampiri, wajahnya pucat.Ia segera membopong ibunya dan membawa ke pusat kesehatan terdekat. Akan tetapi, setelah diperiksa dokter jantung Umi Hafsah kian melemah. Jadi dirujuk ke rumah sakit terdekat. "Ya Allah, tolong beri kekuatan untuk ibu hamba!" doa Abidzar yang mulai cemas. Sepanjang perjalanan, Yura juga sangat khawatir. Ia menggenggam tangan ibu mertuanya dengan erat. Berulang kali memanggil namanya, berharap Umi Hafsah cepat membuka mata. "Umi, sadarlah!" ujar Yura yang takut terjadi apa-apa. Tidak lama kemudian, Umi Hafsah siuman. Nafasnya lemah, tapi senyum lembut tersungging di bibirnya. Ia menatap anak dan menantunya secara bergantian dan berkata lirih, "Yura, Abidzar…." Umi Hafsah meraih kedua tangan me

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 56. Ketika Takdir Berkata

    Agar tidak menjadi pusat perhatian, mereka berjalan perlahan ke sisi Masjidil Haram yang teduh. Duduk bersisian sambil menenangkan diri. Sungguh baik Abidzar maupun Yura tidak pernah membayangkan bertemu di tempat sebersih dan sesuci ini, setelah semua yang terjadi. "Aku tidak menyangka kita akan bertemu di sini," ujar Yura membuka pembicaraan. "Aku pun tak pernah menduga, Yura. Tapi mungkin pertemuan ini jawaban dari semua doa yang kita bisikkan dengan penuh harapan," balas Abidzar yang bersyukur dipertemukan dengan Yura lagi. “Maaf, aku tak pernah bermaksud meninggalkan Kakak dengan seperti itu,” ucap Yura sambil meremas pakaian ihramnya. “Aku tak menyesali perpisahan kita, tapi ....” Abidzar menarik nafas panjang. "Aku belum bisa menerima kehilangan yang tidak pernah bisa dijelaskan. Tentang cinta yang tidak bisa dimiliki. Selama tujuh tahun, aku hidup seperti bayangan yang masih terikat dalam sebuah janji. Aku selalu mencoba melupakanmu, tapi tidak bisa. Bahkan setiap malam na

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 55. Pertemuan di tanah suci

    Langit Makkah membentang dengan cahaya keemasan. Angin padang gurun berhembus lembut, membawa bisikan doa yang tak berkesudahan. Di antara lautan manusia yang mengelilingi Ka'bah, Yura menggenggam tangan mungil putranya, Arya, dengan erat. Seolah tak ingin melepaskan dunia yang kini menjadi satu-satunya alasan ia berdiri tegak.“Subhanallah,” bisiknya lirih, setiap langkah mengiringi lafaz zikir yang terangkai dari kerinduan dan ketundukan. Matanya sembab oleh tangis yang ia tahan selama bertahun-tahun. Inilah perjalanan suci yang didambakan, bukan hanya ingin menyempurnakan ibadah. Aka tetapi, memanjatkan doa untuk menyelesaikan masa lalu yang masih membelenggunya. "Kenapa kamu mengajak kami ke sini? Menangkap ikan sambil berenang Arya dan Maura juga sudah senang kok," tanya Rain yang tidak suka tempat ramai seperti masjidil haram. "Entahlah aku hanya mengikuti kata hati," jawab Yura dengan santai. "Kamu benar-benar nekat Yura, pergi ke sini tanpa pemandu dan pengawal. Bisa ngamuk

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 54. Hujan ajarkan aku lupa

    "Mami, jangan diam saja ayo kita ke Bali!" ajak Arya sambil menarik ujung gamis Yura. Yura tampak berpikir keras agar Arya tidak ikut ke Bali. Bukan tidak percaya menitipkan anaknya sama Dragon. Akan tetapi, ia takut akan kemungkinan yang terjadi. "Sayang, kamu nggak bisa ikut Dady ke Bali karena kita mau. " Yura membisikan sebuah ide yang tiba-tiba terbesit di benaknya. "Aku mau Mami, Maura kamu mau ikut nggak ke--" Arya meniru Yura berbisik di telinga gadis kecil itu. Sambil bersorak girang Maura menyahuti, "Iya aku mau ikut, hore!" Yura tampak tersenyum lega karena berhasil membuat Maura dan Arya berubah pikiran. Akan tetapi, tidak dengan Dragon. Jujur ia masih tidak terima wanita itu belum bisa melupakan Abidzar."Ya sudah ayo kita siap-siap!" ajak Yura sambil menggandeng Arya dan Maura meninggalkan tempat itu. "Jangan egois, kamu sudah tahu bagaimana rasanya cinta tidak bisa memiliki, kalau mencintai Yura biarkan dia bahagia!" saran Rain terdengar bijak. Dengan dingin Drag

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 53. Luka yang Tak Terlihat

    Malam itu kian merambat jauh, semilir angin menghapus jejak yang tertinggal di jalanan. Yura berdiri diam di ambang pintu, memandangi suaminya yang tertidur lelap di ranjang. Ia kemudian menulis surat yang telah dibacanya berulang kali, tapi tak pernah terasa cukup. Masa-masa kebersamaan mereka kini telah menyatu dengan gema kenangan yang tak bisa ia buang. Queenazalea dulu dikenal sebagai pembunuh bayaran paling tangguh dan hebat di timnya, The Ghost. Dengan julukan Phoenix ia menyelesaikan setiap misi dengan sempurna dan tanpa cela sedikitpun. Hingga satu hari tanpa sengaja ia mendengar percakapan rahasia ketua The Ghost dan putra tunggalnya Daren atau Dragon."Kau harus menikah dengan Letizia!" ujar Ramos dengan serius. "Tidak bisa, aku mencintai Lea." Dragon menolak dijodohkan.Mendengar penolakan putranya Ramos membentak dengan lantang, "Jangan gila kau, dia adikmu!" "Dia bukan adik kandungku!" sahut Dragon dengan berani. "Justru itu Ren, Lea bukan siapa-siapa. Lihatlah k

  • RAHASIA ISTRI BERCADARKU   Bab 52. Tindakan Rain

    Rain yang baru pulang bergegas masuk ke kamar Yura sambil membawa pesanan adiknya itu. Ia tampak terkejut melihat Dragon ada di dalam kamar. "Ada apa ini?" tanya Rain sambil melihat wajah Yura dan Dragon yang tegang secara bergantian. Dragon lupa mengingatkan penjaga untuk tidak membiarkan siapa pun masuk. Ia kemudian mencabut senjata api dari balik jaketnya dan menodongkan ke arah Rain. "Jangan ikut campur, cepat lakukan Lea!" ujar Dragon yang membuat Rain terkejut bukan kepalang. "Jangan lakukan Yura!" seru Rain yang membuat Dragon bersiap menarik pelatuk. "Ayo tembak, kau boleh mengira aku bodoh selama ini Dragon. Tapi kalau aku tidak mengoperasikan lap top dalam sejam semua polisi dunia akan tahu di mana markas The Ghost. Kau akan tahu kan akibatnya, mereka akan membunuh kita semua!" ancamnya yang sudah memperkirakan tindakan Dragon. Kali ini ia tidak akan membiarkan pria itu semena-mena lagi.Dragon menarik kerah baju Rain dan menatapnya dengan geram. "Kurang ajar, mau jadi p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status