Yura tidak bisa mencegah kepergian Abidzar. Dada terasa sesak melihat suaminya memilih untuk pergi. Ada rasa tidak rela yang membuat matanya berkaca-kaca. Sepenting itu kah Renita sampai Abidzar mengabaikan kesehatannya sendiri? "Andai Kakak tahu, hilangnya Renita untuk mengembalikan apa yang mereka rampas," batin Yura sambil menatap kepergian Abidzar sampai hilang oleh jarak. "Tenangkan hatimu Yura, kita doakan saja Abidzar selalau dalam lindungan Allah. Semoga ia segera menemukan Renita agar cepat kembali. Setelah itu kita pulang kampung ya dan memulai hidup baru di sana!" ujar Umi Hafsah yang sangat memahami perasaan Yura sebagai seorang istri. Mendengar itu Yura memeluk ibu mertuanya sambil menahan tangis. Sungguh ia tidak sanggup membayangkan Abidzar, kalau sampai menemukan Renita. Apakah suaminya akan memeluk wanita itu dan mengatakan semua akan baik-baik saja. "Ya Allah, aku tidak mencintai Abidzar. Tapi kenapa hati ini terasa nyeri melihat suamiku pergi mencari wanita itu?
Abidzar mengabaikan pesan itu karena tidak mau tertipu lagi seperti mencari Yura kemarin. Sampai suara panggilan masuk, baru ia menerima dan terlibat pembicaraan empat dengan seseorang. "Siapa?" tanya Rio ingin tahu."Ibunda Renita menyuruh aku bertanggungjawab atas hilangnya putri mereka!" jawab Abidzar yang telah disalahkan. Rio menepuk bahu Abidzar seraya berkata, "Sabar ya, aku yakin semua masalah yang kamu hadapi akan berakhir!" "Aamin," sahut Abidzar singkat. Sebenarnya keluar dari rumah sakit Abidzar berencana pulang ke kampung keluarga Umi Hafsah. Ia ingin memfokuskan diri untuk beribadah sekalian menjaga ibunya dan membimbing Yura. Namun, Allah punya rencana lain yang harus dihadapinya. "Oh ya, apakah kamu sudah mendapatkan info siapa Yura sebenarnya?" Abidzar baru ingat kalau sedang menyelidiki istrinya secara diam-diam. "Yura tercatat sebagai penduduk Indonesia dengan alamat rumahmu yang kebakaran. Ia juga istrimu secara hukum dan agama selebihnya tidak ada keterangan
"Selamat malam, kami mau melakukan pemeriksaan," ujar dokter yang tiba-tiba datang bersama seorang suster. "Silahkan Dok!" sahut Yura yang merasa ini kesempatannya menghindari pertanyaan Abidzar. Ia kemudian ke luar dari kamar inap dan menemui Umi Hafsah untuk menanyakan apa yang telah terjadi. Yura melihat Ibu mertuanya sedang menelepon seseorang di dekat loket administrasi rumah sakit. "Ya sudah ada berapa saja tidak apa-apa , soalnya Umi perlu sekali!" ujar Umi Hafsah sambil memegang struk biaya rumah sakit yang harus dibayarnya. Yura langsung menghampiri petugas administrasi dan menanyakan biaya rumah sakit atas nama Abidzar yang dirawat di kelas VIP. "Semua totalnya dua puluh juta Mbak. Sudah termasuk biaya kamar, jasa dokter dan obat-obatan selama beberapa hari," ujar administrasi memberitahu. Tanpa berpikir panjang lagi Yura langsung membayarnya. Setelah itu ia menemui Umi Hafsah. "Umi," panggil Yura yang membuat ibu mertuanya terkejut. "Iya Nak, kok kamu ke luar Abidza
Suara takbir bergema di langit malam. Semua orang bersuka cita menyambut hari kemenangan. Seperti Umi Hafsah dan anak-anak serta menantunya. Akan tetapi, untuk kali ini mereka akan merayakan idul fitri dengan sederhana. Tidak ada lagi masakan yang melimpah ruah seperti tahun-tahun sebelumnya. Tentu saja tidak ada yang pernah membayangkan atau menginginkan keadaan jadi seperti ini. Namun, Umi Hafsah selalu mengingatkan musibah demi musibah yang mereka alami jangan membuat iman jadi goyah. Pasti ada hikmah dari semua cobaan hidup ini. "Reyhan dan Farid belum datang, Umi?" tanya Abidzar ketika melihat ibunya sedang menatap ke luar jendela melihat orang-orang mengumandangkan takbir. "Reyhan, katanya mau beli apa gitu sama Santi, kalau Farid dan Risa belum ada kabar mau datang kapan jadinya sekarang atau besok," jawab Umi Hafsah sambil mendekati dan duduk di samping Abidzar. "Maafkan aku Umi, kali ini kita harus lebaran di rumah sakit," ucap Abidzar dengan sendu. Umi Hafsah tersenyum
"Lepasin, tanganmu bau ikan Rain!" seru Miss Flo sambil meronta. Setelah mereka masuk ke salah satu kamar hotel dan merasa sudah aman, Rain baru melepas bekapannya. "Gara-gara Dragon datang, lupa cuci tangan aku," sahut Rain sambil melihat ke luar jendela dan bertanya, "Siapa pria yang mengejar kamu tadi?""Namanya Rio, teman Abidzar suaminya Yura," jawab Miss Flo yang membuat Rain terkejut. "Oh, kirain aku pria yang mau booking kamu." Rain memberikan tanggapan dengan asal. Dengan kesal Miss Flo menyahuti dengan bertanya, "Sembarangan, kapan sih otakmu itu nggak mesum terus Rain?""Entahlah, sepertinya aku sedang butuh pelampiasan," jawab Rain sambil mendekati Miss Flo dan menatapnya dengan intens. "Mau ngapain kamu? Jangan macam-macam Rain!" Miss Flo menggertak. "Aku tahu sebenarnya kamu juga ingin kan?" tebak Rain yang membuat Miss Flo jadi salah tingkah. "Aku nggak mau tidur sama kamu, meskipun dibayar mahal!" sahut Miss Flo sambil membelalakkan matanya. Mendengar penolak
Yura membuka matanya dengan perlahan. Ia kembali terpejam ketika melihat sorot lampu yang menyilaukan. Aroma air garam begitu kuat tercium ditambah lagi suara kicauan burung camar. Seolah bersatu membuat nada yang merengkuh kesadarannya berada di sekitar laut. Gadis itu langsung terjaga dan melihat seorang pria sedang menatapnya dengan penuh kekhawatiran. "Licik, sudah kehabisan akal kau menangkap aku dengan cara pengecut seperti ini?" maki Yura dengan kesal. "Kalau aku tidak datang tepat waktu, kau sudah mati sekarang," sahut Dragon sambil menatap kelepas laut. Yura terdiam menelaah kata-kata Dragon. Ia kemudian berkata dengan ketus, "Dasar munafik, kalau bukan kamu siapa lagi yang melakukannya?" "Seharusnya aku yang bertanya siapa orang yang telah berhasil mengalihkan duniamu Lea. Sehingga kau jadi lemah dan lengah seperti ini?" sahut Dragon dengan lantang. "Tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku harus pulang sekarang juga!" sahut Yura sambil beranjak, tetapi tiba-tiba ambruk di