Share

MALAM YANG MENAKUTKAN

Nerisha dan Natasha berlari membelah dunia yang telah berselimut gelap dan minimnya manusia yang masih terjaga. Matahari yang terik dikala siang kini telah berganti terangnya sinar bulan seolah menjadi teman kedua gadis itu. Lalu lintas di sekitar terpantau mulai sepi. Para penjual yang membuka pertokoan di sepanjang jalan terlihat mulai menutup toko mereka.

Orang-orang yang biasa duduk santai di emperan pertokoan, sembari bercanda gurau dengan teman-teman kini terlihat mulai tidak ada. Bukan mereka yang menghilang, melainkan ini sudah waktunya beristirahat.

Waktu menunjukan pukul 23.25 menit, tandanya sudah hampir tengah malam. Pantas saja jika jalan ini mulai sepi. Namun, itu tidak menyurutkan semangat Nerisha dan Natasha. Kedua gadis yang sama-sama kpopers itu berlari menuju tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. 

"Ayo, cepat kakak!" 

Nerisha memberi semangat pada gadis manis berusia 21 tahun memakai sweater hitam yang tertinggal di belakang, sedangkan Natasha yang memang sudah merasa lelah itu harus menambah kecepatannya demi adik tercinta. Meski napas sudah terengah-engah bukan berarti Natasha harus berleha-leha. Ada hal yang perlu dirinya gapai di depan sana.

*****

Tidak berselang lama, setelah berlari hampir 10 sampai 15 menit akhirnya Nerisha dan kakaknya sampai juga di tempat tujuan. Sebuah rumah yang terletak di antara gang komplek yang cukup sempit. Roda empat tidak akan bisa melewati jalan ini, karena jalannya hanya diperuntungkan untuk roda dua semata.

Nerisha dan Natasha sudah berdiri di depan gedung berlantai dua. Jika berpatok pada gambar sebelumnya. Maka petunjuk rumah itu terletak di lantai dua. Jika mengikuti arahan hologram serta foto yang sempat dilihat sampai akhirnya menghilang tersapu angin.

"Bagaimana ini, Kak? Apa kita harus naik ke atas?" tanya Nerisha menunggu keputusan pasti dari kakaknya.

"Menurutmu? Apa kita harus memeriksanya?" Natasha malah berbalik melempar pertanyaan pada adik kecil berambut hitam tebal dan sedikit ikal di bagian ujungnya. Tentunya Nerisha tak langsung menjawab itu.

Keduanya sama-sama mendongak melihat ke atas, mengamati gedung dua lantai yang sepertinya tidak memiliki penghuninya. Tampak tidak ada yang aneh dari gedung dengan cat berwarna hijau muda bercampur biru telor asin tersebut. Rumah ini seperti rumah-rumah sekitarnya, hanya saja area ini minim sosialisasi. Jika dilihat dari sepinya jalan.

Maksudnya orang-orang yang tinggal di area sekitar jarang bertegur sapa sesama tetangga, yang membuat komplek ini menjadi sepi. Itu saja pengamatan dari Nerisha dan Natasha.

"Kak!" Nerisha memanggilnya satu kali, tetapi tidak ada jawaban dari gadis memakai kacamata minus tersebut.

"Kakak!"

"Hm?"

Di kedua kalinya Natasha baru menyahut, meski fokusnya tetap pada langit-langit rumah yang berada di lantai dua.

"Maafkan kakak, sepertinya kakak melamun tadi." Natasha membuka senyumannya sembari mata indah bulat seperti biji buah kelengkeng itu terus melihat ke atas. 

"Sebenarnya kakak sedang memikirkan apa?" tanya heran Nerisha. Jika dilihat sejak tadi Natasha tidak pernah mengedipkan matanya. Maka dari itu gadis cantik pemilik gigi gingsul tersebut menegur Natasha sampai dua kali.

Memang tidak seperti biasanya Natasha diam saat melihat sesuatu, serta ditambah dia yang terlihat tidak mengedipkan mata menambah curiga Nerisha.

"Bukan apa-apa, adikku Sayang," ungkap gemas Natasha, sambil mencubit kedua pipi pembam Nerisha. Rasanya kenyal layaknya bakpao yang baru saja matang.

"Kakak!" Adiknya membalas kesal. Wajah cemberut ciri khas Nerisha terlihat kembali.

"Kakak hanya merasa seperti mengenal tempat ini. Gedung ini tampak tidak asing bagi kakak. Namun, kakak berpikir. Mengapa kakak memiliki firasat buruk pada rumah ini? Kakak tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya," ungkap Natasha, merasakan keanehan pada dirinya. 

Bukan hanya firasat, tetapi seluri bulu romanya ikut berdiri seolah ikut merasakan hal yang terjadi di sekitar.

"Itu hanya perasaan kakak saja mungkin. Kakak mengatakan baru pertama kali melihat tempat ini bukan, tadi? Jadi, menurutku itu hanya perasaan halusinasi yang dibuat oleh pikiran kakak saja dan tentu itu menimbulkan ketakutan pada diri kakak, yang sebenarnya tidak pernah ada," balas Nerisha bersugesti.

"Sepertinya kau benar. Mungkin itu hanya hayalan kakak saja. Jika dipikirkan lagi memang benar kakak baru pertama kali datang ke tempat ini. Dapat dipastikan ini hanya perasaan takut kakak saja," lanjut Natasha membalas.

"Ya sudah, mari kita naik ke atas! Atau kakak ingin kita hanya berdiri di sini dan membiarkan nyamuk-nyamuk nakal ini terus menghisap darahku!" tuntas Nerisha mengeluh.

Tepok sana, tepok sini. Nerisha sudah kesal karena serangan para nyamuk-nyamuknya mulai tak terkendali. Mungkin beberapa dari mereka sudah mati, tetapi pasukan lain datang untuk membalas. Alhasil jika terus dibiarkan bisa saja nyamuk akan membopongnya pergi.

"Tentu kita harus masuk ke dalam. Potongan gambarnya mengarah ke rumah yang ada di atas sana bukan? Jadi kita harus memeriksa rumahnya, baru setelah itu kita tahu misi kita selanjutnya apa," papar Natasha selesai.

"Ayo!" Nerisha setuju dengan ajakan kakaknya. Dia memilih naik daripada harus menunggu di sini dengan para nyamuk yang nakal.

Lalu keduanya memutuskan untuk masuk tanpa adanya keraguan. Tidak peduli apa yang akan terjadi di dalam, yang jelas mereka harus naik dan menyelidiki rumah itu untuk bisa menemukan petunjuk untuk misi selanjutnya.

*****

Dalam kisahnya akan ada satu amplop yang berisikan potongan gambar sebagai petunjuk bagi Nerisha dan Natasha untuk menyelesaikan misi. Misi apa yang dimaksud? Tentunya sesuatu yang misteri dan rahasia? 

Pertanda amplop atau surat akan datang ditandai dengan detak jantung Nerisha yang berdegup begitu kencang secara tiba-tiba. Tidak peduli di mana tempatnya. Jika surat itu hendak datang maka rasa sakitnya akan menyerang dan biasanya surat itu datang pada Natasha terlebih dahulu.

Namun, pertanyaannya siapa yang mengirim itu? Keanehan yang lain. Surat itu datang dengan cara melayang di udara, tetapi tidak ada yang bisa melihatnya kecuali Natasha dan Nerisha saja.

****

Berlanjut.

Mereka berdua menaiki anak-anak tangga untuk bisa sampai ke lantai dua. Tidak ada yang aneh dari setiap anak tangganya. Mungkin karena ini sudah malam, membuat suasana sekitar menjadi menakutkan.

Minimnya cahaya lampu membuat gedung ini terlihat cukup seram. Namun, sepertinya tidak terlalu menakutkan hanya terlihat sepi saja. Terus melangkah naik sampai akhirnya mereka berdiri di depan pintu masuk dari rumah yang terletak di lantai dua itu.

"Jangan!" 

Nerisha semula ingin langsung mengetuk pintunya, tetapi Natasha menahan dia untuk melakukan itu.

"Kenapa?" tanyanya dengan suara berbisik.

"Apa kau tidak merasa aneh? Kenapa dari lantai satu sampai dua kita tidak melihat seseorang di sini? Apa gedung ini tidak berpenghuni?" Rasa curiga kakaknya bukanlah sebuah alasan belaka.

Nerisha berpikir. 'Memang benar yang kakak katakan itu. Aku juga merasa ini cukup aneh. Kenapa gedung ini sepi, dan lampunya juga tidak menyala. Apa betul gedung ini tidak ada yang menghuninya?"

Keduanya satu pemikiran. Jadi keputusannya tidak usah mengetuk pintu, takutnya memang tidak ada orang di dalam. Namun, ini semakin mengundang rasa penasaran di hati masing-masing.

"Kita masuk saja ke dalam, bagaimana?"

Ajakan Natasha tidak terlalu buruk. "Boleh juga. Namun, tunggu! Aku akan nyalakan dulu kamera video untuk merekam saat kita masuk. Bagaimana, Kak?" usul Nerisha demikian.

"Iya, rekam saja. Itu ide yang tidak buruk menurut kakak."

Karena sudah sama-sama setuju, jadi Natasha membuka saja pintunya tanpa permisi lagi. Toh memang tidak ada orang juga yang menempati rumah tersebut.

Natasha meraih daun pintu itu. Tangan kanannya perlahan memutar daun pintu untuk memastikan itu terkunci atau tidak.

Krek …. 

Ternyata pintunya tidak terkunci. Sebab ketika digerakkan pintu langsung saja terbuka. Tanpa keraguan sedikitpun mereka masuk bersama-sama, Nerisha pula merekam setiap detik momen yang terjadi.

Lima langkah pertama tidak terjadi apa-apa. Ketika masih berdiri di bibir pintu sambutan dari beberapa hewan kecil penghuni rumah sudah merepotkan Nerisha dan Natasha. Jaring laba-laba dan kotoran dinding menghambat langkah keduanya. Mereka bersusah payah menyingkirkan itu semua.

"Halo! Apa ada orang di rumah ini?"

Setelah dibersihkan di langkah selanjutnya Nerisha mencoba menyapa, guna memastikan apakah ada orang yang menghuni rumah tersebut. Sembari merekam dengan kamera kecil, Nerisha dan Natasha masuk lebih dalam.

"Halo! Apa ada orang di rumah ini? Jika ada tolong jawab panggilan kami!"

Kini giliran Natasha yang berseru. Dia cukup takut saat tidak ada jawaban yang terdengar. Dari ruangan pertama hingga mata memandang yang terlihat hanya kegelapan dan memaksa keduanya harus menyalakan senter yang ada pada ponsel.

Sembari berjalan perlahan, dan meraba-raba apakah ada saklar lampu di dekat sana. Ternyata ada, tetapi itu sudah tidak berfungsi. Langkah kakak beradik ini mulai memasuki ruangan tengah.

"Halo. Tuan, dan nyonya! Apakah kami boleh masuk? Kami datang bermaksud baik ingin bertemu kalian!" teriakan Nerisha yang mengada-ada.

"Benar, tuan dan nyonya! Kami ingin bertemu kalian. Apa kalian bisa mendengar suara kami?"

Keduanya berteriak saling bergantian. Bukan hanya itu mereka seolah membuat kebisingan di tengah-tengah kegelapan ini.

Rumah yang cukup luas itu tampak sangat berantakan, terlihat ketika layar kamera Nerisha merekam setiap sudut yang ada. Barang-barang berserakan di atas lantai dan tampak berdebu pula. Seolah-olah rumah ini memang tidak pernah ditinggali bertahun-tahun.

Masuk lebih dalam. Tidak ada jawaban walau mereka sudah berteriak sekencang mungkin. Keduanya mendatangi salah satu kamar yang ada di sekitar sana. Sama seperti ruangan pertama dan bagian tengah. Saklar yang ada di kamar ini juga tidak berfungsi.

"Kakak sepertinya rumah ini memang kosong, tidak ada yang menghuninya. Apa sebaiknya kita pulang saja, Kak? Ini kan sudah larut malam dan aku juga sudah merasa lelah ingin cepat-cepat beristirahat."

"Hm? Baiklah. Kita sekarang pulang, tetapi besok kita harus kembali lagi, bagaimana kau setuju?"

"Iya, baiklah. Aku setuju," balas Nerisha menerimanya.

Keputusan terakhir Nerisha dan Natasha memilih pulang saja. Alasannya ini sudah sangat larut malam, serta cukup gelap untuk menelusuri seluruh areanya. Jadi mau tidak mau mereka menghentikan dulu pencahariannya dan dilanjut besok.

"Baiklah. Kami pulang!" teriak keduanya bersahutan.

Dengan kamera dan senter yang masih menyala, Nerisha dan Natasha mulai meninggalkan ruangan kamar yang kosong itu. Mereka berjalan dengan perlahan, karena banyak pecahan kaca yang tercecer di sepanjang lantai.

Sebelum sampai keluar, tiba-tiba mereka dikejutkan sesuatu.

Brak! 

Benda keras terjatuh ke lantai tepat di depan mata mereka.

"Kakak!" Nerisha menjerit dan melompat memeluk kakaknya.

*****

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status