“Kau berubah pikiran?”
Manu, pria itu menyambut Bella dengan wajah yang begitu santai, seolah sudah bisa memprediksi perubahan keputusan yang wanita itu pilih. Kemarin, setelah kehilangan pekerjaan, tiba-tiba Bella juga ditimpa kesialan lain yang beruntun.
Pria tua yang membuatnya dipecat datang ke tempat kosnya dan menagih hutang. Pria licik itu bahkan mengubah surat perjanjian yang telah Bella tanda tangani sebelumnya, demi hutang tersebut bisa lunas segera. Setelah pria tua tersebut pergi, datang lagi ibu kos yang juga menagih tunggakan sewa. Semua kebutuhan yang mendesak itu benar-benar membuat Bella frustrasi. Ia sudah tidak punya jalan keluar lagi, selain mendatangi pria bernama Manu ini.
"Duduklah," ujar Manu kembali usai mereka memasuki ruang kerja pria itu. Bella lantas duduk di sofa panjang yang ada di depan Manu, sementara pria menawan dan dingin itu membuka sebuah map.
Bella meihat map tersebut dengan pandangn seribu arti. “Apa itu?” Pasalnya, pria itu seperti telah mempersiapkan semua dengan matang, padahal Bella baru memberitahukan kedatangannya melalui telepon beberapa menit yang lalu.
"Aku akan menandatanganinya setelah istriku."
Bella tak menyahut. Sepertinya saat ini diam adalah jalan terbaik yang memang harus ia ambil untuk mengendalikan dirinya sendiri. “Tuan Muda!” Atensi Bella teralihkan. Matanya menatap ke sumber suara kemudian mengernyitkan dahinya bingung. Seorang perempuan dengan jas putih yang menjadi ciri khasnya kini berdiri sekitar 3 meter dari tempatnya duduk. Namun, setelah melihat Manu bangun dan menghampiri dokter tersebut, Bella mengangguk-angguk seolah-olah ia tahu maksud kedatangan dokter itu. “Sepertinya kau kedatangan tamu. Aku akan pulang saja.” Bella bangun, hendak melangkahkan kakinya pergi dari sana. Namun, suara Manu yang terdengar lebih berat dari sebelumnya membuat Bella mengurungkan niatnya. “Pulang?” “Ada apa?” tanya Bella bingung. Manu tertawa sinis. “Kau pikir, kau bisa keluar dari sini buru-buru?” Dahi Bella kembali berkerut. “Bukankah semuanya sudah selesai?" Lagi dan lagi Manu berdecih. Hal tersebut membuat Bella kebingungan. Perempuan itu benar-benar tidak dapat menebak sedikit pun apa yang ada di otak pria itu. Senyum miring tiba-tiba tercetak jelas di wajah tampan milik Manu. Terlihat serasi dan candu, tapi sedikit menyeramkan. Hal tersebut membuat Bella sedikit was-was, terlebih kini Manu terus melangkah maju mendekatinya. "Kau belum mengandung keturunanku, kenapa kau terburu-buru untuk pergi hmm?""Kak Ma-Manu ...."Bella meneguk salivanya susah payah. Kedua tangannya terkepal erat, pasokan oksigen yang ada di sekitarnya seperti menipis dari waktu ke waktu.Tatapan Manu yang begitu mengintimidasi mampu membuat semua syarafnya terasa berhenti bekerja seakan-akan ia mengalami kelumpuhan secara mendadak. Bella sebisa mungkin berusaha unuk melangkahkan kakinya mundur karena wajah Manu semakin dekat dengannya. Naasnya, ia malah terpeleset ke belakang karena tersandung oleh kakinya sendiri."A-akh!"Bella memejamkan matanya erat tatkala ia merasa badannya melayang. Ia kira punggungnya akan terasa remuk, beruntungnya sensasi empuklah yang ternyata menyambutnya dengan hangat. "Ck!"Decakan sarkas yang menusuk indera pendengaran Bella membuat perempuan itu membuka matanya dengan cepat. Jangan lupakan raut bingung yang menghiasi wajahnya.Melihat respon Bella, Manu berdecih kemudian memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya. "Kenapa? Kau berpikir aku akan menahanmu agar tida
"BRENGSEK! LEPASKAN!"Bella menjerit kuat hingga urat-urat lehernya menyembul jelas seperti siap untuk menembus kulitnya. Kedua tangannya kini tengah dicekal erat ke belakang tubuhnya oleh salah satu bodyguard anak buah pria paruh baya itu. Sementara satunya lagi berusaha keras melepaskan satu persatu kancing kamejanya karena Bella terus berusaha menunduk untuk mempersulit bodyguard di depannya."AKH! BRENGSEK!" Tubuh Bella merinding hebat saat ia merasa kulit lehernya disapu oleh benda kenyal berlendir. Tepat kala itu juga kamejanya berhasil ditanggalkan. Bella semakin menjerit sekuat tenaga dengan air mata yang jatuh berlomba-lomba membasahi pipinya.Meskipun sepertinya sia-sia, Bella tetap berusaha memberontak. Naasnya, tak berbeda jauh dengan kejadian di jalan kemarin malam, rambut Bella dijambak kencang hingga kepalanya menengadah. Sialnya lagi, sapuan benda kenyal di lehernya itu kian membabi buta, bahkan Bella dibuat serasa ingin menjatuhkan dirinya dari atap gedung tersebut s
Sepersekian detik telah terlewatkan dengan hawa panas yang terasa begitu mencekik. Geram dengan respon Bella yang tidak melakukan apa yang ia inginkan, Manu terlihat perlahan menunduk. Amarah meledak-ledak yang ditahan Manu terasa begitu jelas lewat hembusan nafas panas yang menerpa wajah Bella. Sontak, Bella benar-benar dibuat mati kutu saat tangan pria itu baru saja menarik dagunya dengan satu tangan agar pandangan mereka bertemu. "Jadi kau ingin aku yang melakukannya, hmm?"Lidah Bella terasa kelu dan tak dapat digerakkan untuk menjawab sindiran keras nan menusuk Manu. Syaraf tubuhnya seakan-akan tak berfungsi saat pria itu mengusap bibir Bella kemudian menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, memperlihatkan senyum miring layaknya senyum seorang iblis yang begitu menakutkan."Apa mereka juga berhasil mendapatkan ini?" Manu tertawa sinis saat melihat Bella hanya diam saja tak merespon apapun. Perempuan itu hanya menatap matanya dengan sorot yang begitu Manu benci, sorot sayu yang ber
"Sayang, apa yang terjadi?"Laura tentu dibuat bingung saat mendapati suaminya tiba-tiba pulang dengan tampang tak bersahabat. Lagi pula bukankah pria itu mengatakan akan pulang sedikit terlambat karena harus menyelesaikan permasalahan tentang calon anak mereka nantinya? Kenapa pria itu pulang bahkan sebelum matahari digantikan oleh bulan?"Sayang ...."Laura kini terlihat membuntuti Manu yang lantas pergi ke dapur setelah berhasil masuk ke dalam Mansion mereka. Manu terlihat masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab, hanya suara langkah yang terdengar begitu berat saja yang ada."Sayang, apa aku melakukan kesalahan?" Laura mendekat dan menghapus jarak di antara mereka saat melihat Manu baru saja selesai menegak habis gelas berisikan air putih itu. "Kenapa kau tiba-tiba mengabaikanku seperti ini?" lanjut Laura.Laura menangkup kedua pipi Manu, dengan satu tangan di antaranya beralih mengelus lembut rahang tegas yang nampak mengetat itu. Manu hanya menatap datar Laura meskipun s
"Jadi, hal itulah yang membuatmu kesal tadi?"Laura mendongak, menatap Manu yang kini menunduk untuk menatap wajahnya. Usapan hangat tangan kekar Manu di surai lembut milik Laura perlahan terhenti secara perlahan. "Aku benar kan?" ulang Laura sekali lagi saat Manu terlihat tak kunjung menjawab pertanyaan sederhana darinya."Iya." Jawaban Manu begitu singkat, langsung pada intinya. Namun, hal itu malah membuat Laura merasa semakin tak tenang. Laura yang memulai semua ini, tapi kenapa ia merasa begitu menyesal setelah mendesak Manu tadi hingga pria itu akhirnya buka mulut?Laura sedikit meringis. Kenyataan bahwa tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang itu hanya ditutupi oleh selimut ternyata tak mampu membuat Laura merasa lebih baik. Keduanya baru saja bermain panas di atas ranjang, dan tepat setelah mendapatkan kepuasannya masing-masing, Laura sendirilah yang mulai memancing Manu dengan membicarakan masalah sebelumnya. Laura kira Manu 'butuh waktu sendiri' karena masalah perusah
Laura men-dial nomor suaminya dengan jari gemetar, dalam hati ia terus memohon agar Manu mengangkat teleponnya. Saat Manu akhirnya mengangkat telepon, suaranya terdengar tenang namun Laura bisa merasakan kekhawatiran yang terpancar dari suaranya. "Laura, ada apa?" tanya Manu di seberang sana. Pria yang kini tengah berjalan di lobby gedung perusahaannya terlihat menerka-nerka kemungkinan apa yang membuat Laura tiba-tiba menelponnya padahal mereka baru berpisah sekitar 20 menit lalu."Sayang ...." Suara lirih Laura bergetar hebat. Perempuan itu kini tengah menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Wajahny nampak terlihat begitu pucat pasi dengan mata memanas dan berkaca-kaca."Laura, apa yang terjadi?" Langkah Manu terhenti, membuat Bram, sekretaris yang berjalan di belakangnya itu ikut menghentikan langkahnya."Perempuan itu tidak ada di Rumah. Dia ... dia sepertinya kabur ...." Manu terhenyak selama beberapa saat. Pria itu kemudian lantas memutar tumitnya saat otaknya baru bisa mena
"Kak! Lepaskan! Kau menyakiti--akkh!"Bella membulatkan matanya sempurna tatkala Manu baru saja melepaskan cekalan di pergelagan tangannya. Perempuan itu terhenyak, karena Manu sedikit mendorong tubuhnya ke depan yang membuat Bella hampir saja tersungkur ke lantai.Bella membalikkan tubuhnya, menatap Manu yang menatapnya dengan tatapan dingin khasnya itu. Kenapa dari waktu ke waktu pria itu berubah semakin kasar bagaikan iblis?!"Apa yang kau pikirkan, Bella?" Manu memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya, memancarkan aura sinis bercampur arogan yang tak pernah Bella lihat. "Apa yang kau inginkan dengan kabur begitu saja, huh?! Aku pikir kau tidak sepikun itu untuk mengingat perjanjian yang telah ka tanda tangani!"Manu kembali menyudutkan Bella, tak membiarkan perempuan itu membela diri barang sedikit pun. Tatapan dinginnya kian menyala, memancarkan emosi yang berusaha ia tahan."Apa kau kira aku pengangguran yang tak punya pekerjaan sehingga bisa terus menyelesaikan masalah
Bella mencengkeram erat gelas berisikan air putih yang ada di tangannya sembari memejamkan mata. Sedetik kemudian, perempuan itu berusaha meneguk habis cairan bening yang begitu ia benci hingga habis tanpa sisa. Bella kemudian membalikkan badannya, berniat mencuci gelas tersebut, tapi saatmendapati sosok jangkung yang kini menatapnya dingin beberapa langkah di depannya membuat Bella terkejut hingga gelas yang dipegangnya jatuh.Manu berdecih melihat apa yang baru saja terjadi di depan matanya. "Tanganmu patah, hmm?"Bella tahu Manu tengah menyindirnya. Bella menatap beling-beling yang berserakan di lantai, sedikit bersyukur karena ia tak tergores sedikitpun. "Kenapa kau tak mengunci pintu depan?" Bella menggigit bibir bawahnya. Sial!! Dia benar-benar lupa untuk menguncinya tadi. "Meminta maaf lagi?" sela Manu saat melihat Bella bersiap membuka bibirnya. "Apa permintaan maaf bisa menolongmu nanti jika kau dalam bahaya? Beruntung yang ada di depanmu saat ini adalah aku, bagaimana ji