Share

PERJANJIAN HITAM DI ATAS PUTIH

“Kau berubah pikiran?”

Manu, pria itu menyambut Bella dengan wajah yang begitu santai, seolah sudah bisa memprediksi perubahan keputusan yang wanita itu pilih. Kemarin, setelah kehilangan pekerjaan, tiba-tiba Bella juga ditimpa kesialan lain yang beruntun.

Pria tua yang membuatnya dipecat datang ke tempat kosnya dan menagih hutang. Pria licik itu bahkan mengubah surat perjanjian yang telah Bella tanda tangani sebelumnya, demi hutang tersebut bisa lunas segera. Setelah pria tua tersebut pergi, datang lagi ibu kos yang juga menagih tunggakan sewa. Semua kebutuhan yang mendesak itu benar-benar membuat Bella frustrasi. Ia sudah tidak punya jalan keluar lagi, selain mendatangi pria bernama Manu ini.

 

"Duduklah," ujar Manu kembali usai mereka memasuki ruang kerja pria itu.

Bella lantas duduk di sofa panjang yang ada di depan Manu, sementara pria menawan dan dingin itu membuka sebuah map.

Bella meihat map tersebut dengan pandangn seribu arti. “Apa itu?” Pasalnya, pria itu seperti telah mempersiapkan semua dengan matang, padahal Bella baru memberitahukan kedatangannya melalui telepon beberapa menit yang lalu.

"Baca dan tandatangani." Tanpa berbasa-basi sedikitpun, Manu lantas mendorong pulpen dan map tersebut ke arah Bella.

Bella menatap kedua benda itu dengan nanar, kemudian bergantian menatap Manu dengan kerutan di dahi. Namun agaknya, Bella salah lawan. Pria di hadapannya justru tak berekspresi sama sekali.

Menghela napas panjang, Bella akhirnya membuka map tersebut kemudian membaca surat perjanjian yang ada di dalamnya dengan teliti. Setelah beberapa menit berlalu, Bella menyerahkan kembali surat perjanjian itu, tapi belum menandatanganinya.

"Apa yang salah?" tanya Manu membuat Bella menghela napas panjang.

"Nomer 4. Bukankah ini terlihat seakan-akan aku adalah budakmu, Kak?"

Bella menunjuk perjanjian yang ia maksudkan di dalam surat perjanjian tersebut. Ia hanya merasa dirugikan—walaupun  kenyataannya ialah yang membuat Manu rugi besar dengan memberinya uang sebesar 15 Miliar. Namun, tetap saja menurut Bella tetap saja harga semahal itu pun tak sebanding jika dibandingkan dengan Manu yang juga akan mendapatkan apa yang selama ini ia dan istrinya harapkan.

"Itu demi kebaikan calon anakku yang akan kau kandung nanti."

Mendengar jawaban santai dari Manu, Bella tentu tak terima. "Apa-apaan? Tetap saja, aku ingin perjanjian ini dihapuskan."

Manu menjawab dengan lantang. "Apa salahnya mendengarkan perintahku dan menghindari laranganku?"

"Tentu salah, kau seakan-akan mengharuskanku tunduk padamu," sahut Bella sedikit tak terima.

"Kau tahu kan posisiku di Ibukota? Selain memiliki banyak teman bisnis, aku juga memiliki banyak musuh." Manu mendengus. "Lagipula selain demi anak yang akan kau kandung, bukankah itu juga demi kebaikanmu?" Manu akhirnya kembali berceloteh panjang setelah merasa bahwa Bella tidak akan kunjung mengerti jika tidak dijelaskan.

"Tetap saja, aku tak terima. lagipula apa kau kira dirimu ini Tuhan yang harus kuikuti perintahnya dan kujauhi larangannya? Aku memang membutuhkan uang, tapi bukan berarti aku mau melakukan apapun yang kau inginkan, Kak."

Manu lantas mengehela napas pelan karena Bella yang begitu keras kepala.

"Apa maumu selain penghapusan perjanjian nomer 4?" tanya Manu to the point.

"Revisi," sahut Bella cepat.

Manu dengan sigap mengambil alih pulpen itu dari tangan Bella kemudian menuliskan sesuatu di samping perjanjian tersebut.

Setelah selesai, barulah Manu memberikannya lagi pada Bella. Bella membacanya dengan cermat kemudian mengangguk ragu.

"Setuju?"

"Iya, aku setuju," sahut Bella kemudian mengambil alih pulpen tersebut dari Manu.

Saat Bella ingin menandatanganinya, tangan Bella terasa kaku, dadanya terasa kian menyesak. Namun, demi kelangsungan hidupnya, ia perlahan menggoreskan pulpen itu di atas kertas perjanjian.

Bella tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa yang tengah ia tanda tangani saat ini adalah sebuah perjanjian hitam di atas putih.

Setelah melihat Bella menandatangani surat perjanjian itu, Manu kembali menyimpan map tersebut ke dalam tas dan membuat wanita itu menaruh curiga. "Kenapa kau tidak menandatanginya, Kak? Jangan bilang kau berniat menjebakku saja?"

"Aku akan menandatanganinya setelah istriku."

Bella tak menyahut. Sepertinya saat ini diam adalah jalan terbaik yang memang harus ia ambil untuk mengendalikan dirinya sendiri.

“Tuan Muda!”

Atensi Bella teralihkan. Matanya menatap ke sumber suara kemudian mengernyitkan dahinya bingung. Seorang perempuan dengan jas putih yang menjadi ciri khasnya kini berdiri sekitar 3 meter dari tempatnya duduk. Namun, setelah melihat Manu bangun dan menghampiri dokter tersebut, Bella mengangguk-angguk seolah-olah ia tahu maksud kedatangan dokter itu.

“Sepertinya kau kedatangan tamu. Aku akan pulang saja.”

Bella bangun, hendak melangkahkan kakinya pergi dari sana. Namun, suara Manu yang terdengar lebih berat dari sebelumnya membuat Bella mengurungkan niatnya.

“Pulang?”

“Ada apa?” tanya Bella bingung.

Manu tertawa sinis. “Kau pikir, kau bisa keluar dari sini buru-buru?”

Dahi Bella kembali berkerut. “Bukankah semuanya sudah selesai?"

Lagi dan lagi Manu berdecih. Hal tersebut membuat Bella kebingungan. Perempuan itu benar-benar tidak dapat menebak sedikit pun apa yang ada di otak pria itu.

Senyum miring tiba-tiba tercetak jelas di wajah tampan milik Manu. Terlihat serasi dan candu, tapi sedikit menyeramkan. Hal tersebut membuat Bella sedikit was-was, terlebih kini Manu terus melangkah maju mendekatinya.

"Kau belum mengandung keturunanku, kenapa kau terburu-buru untuk pergi hmm?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ni Kadek Ilda Junisa
Lanjut dunkkk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status