Share

TAWARAN RENTENIR

"Kak Ma-Manu ...."

Bella meneguk salivanya susah payah. Kedua tangannya terkepal erat, pasokan oksigen yang ada di sekitarnya seperti menipis dari waktu ke waktu.

Tatapan Manu yang begitu mengintimidasi mampu membuat semua syarafnya terasa berhenti bekerja seakan-akan ia mengalami kelumpuhan secara mendadak.

Bella sebisa mungkin berusaha unuk melangkahkan kakinya mundur karena wajah Manu semakin dekat dengannya. Naasnya, ia malah terpeleset ke belakang karena tersandung oleh kakinya sendiri.

"A-akh!"

Bella memejamkan matanya erat tatkala ia merasa badannya melayang. Ia kira punggungnya akan terasa remuk, beruntungnya sensasi empuklah yang ternyata menyambutnya dengan hangat.

"Ck!"

Decakan sarkas yang menusuk indera pendengaran Bella membuat perempuan itu membuka matanya dengan cepat. Jangan lupakan raut bingung yang menghiasi wajahnya.

Melihat respon Bella, Manu berdecih kemudian memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya. "Kenapa? Kau berpikir aku akan menahanmu agar tidak jatuh?"

Bella membulatkan matanya sempurna tatkala baru menyadari jika ia ternyata mendarat di sofa panjang yang ia duduki tadi. Dengan tergesa-gesa ia lantas segera bangun dan membenahi pakaiannya yang terlihat sedikit berantakan. Beruntungnya Manu bersedia mundur beberapa langkah yang membuat Bella memiliki sedikit lebih banyak ruang dari sebelumnya.

"Maaf, aku--"

"Kau bisa mencelakai calon anakku jika kau seceroboh ini," sela Manu sarkas membuat Bella memilih bungkam.

Bella merutuki dirinya sendiri yang bisa melupakan sesuatu hal yang tak seharusnya ia lupakan. Namun, di sisi lain ia juga masih berusaha mengontrol detak jantungnya. Deru napas Manu tadi benar-benar masih terasa melekat di wajahnya. Apa pria itu gila ingin menghamilinya di depan seseorang?

Bella perlahan menatap Manu. Wajah datar tanpa ekspresi yang seakan-akan menjelaskan bahwa tak terjadi sesuatu sebelumnya membuat Bella merasa sedikit jengkel.

"Tidak bisakah kita melakukannya di kamar saja?" tanya Bella cepat.

Sebelah alis Manu terangkat, tapi tak ada sepatah kata apapun yang keluar dari bibirnya.

Bella menggeram kesal. Rasa malu yang sempat menenggelamkannya kini telah berubah menjadi perasaan jengkel yang teramat dalam. "Kau yakin ingin membuatku hamil depan--"

Bella menghentikan ucapannya kemudian menatap dokter cantik yang masih berdiri anteng di sana. Ia tak lagi melanjutkan ucapannya, tapi matanya kembali menatap Manu.

"Ikuti prosedur dengan benar, ini demi calon anakku."

Bella mengerjapkan matanya beberapa kali. "Kau--"

Baru saja amarah Bella berniat meledak-ledak tanpa ampun, Manu telah terlebih dahulu memutar tumitnya dan pergi meninggalkan Bella.

Wajah Bella cengo, mulutnya sedikit menganga, tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Sebenarnya apa yang pria itu inginkan?!

"Mari, Nona."

Bella tersentak kaget untuk beberapa saat setelah mendapati dokter cantik itu telah berapa di depannya. Beruntungnya senyum dokter itu terlihat begitu manis, seakan-akan tak terjadi apapun tadi di sana.

"Tu-tunggu!"

Bella menahan jemari lentik yang baru saja menarik tangannya. "Kau akan membawaku ke mana?"

Dokter itu tertawa kecil. Sedikit gemas dengan Bella yang sepertinya masih tidak memahami keadaan.

"Nona, tenang saja. Aku hanya melaksanakan perintah Tuan Muda untuk memeriksa kesuburan rahimmu."

Bella semakin dibuat kehabisan kata-kata. Memeriksa kesuburan rahimnya? Jika begitu untuk apatadi Manu berlagak seakan-akan ia berniat membuat Bella mengandung keturunannya saat itu juga?! Apa pria itu sengaja ingin memperlihatkan kecerobohannya di depan perempuan lain?!

***

Bella menatap gedung tua yang ada di hadapannya. Ia sebenarnya tak ingin lagi melangkahkan kakinya ke sana, tapi keadaan seperti biasa selalu mendesak Bella untuk melakukan sesuatu yang tak ia inginkan.

Bella perlahan masuk ke gedung yang sepertinya sudah begitu lama tidak beroperasi hingga seperempat dindingnya sudah dikuasai tumbuhan menjalar. Ia sendiri tak tahu kenapa dari sekian banyaknya tempat mengapa rentenir itu memilik mengajaknya bertemu di gedungnya yang tidak terpakai ini.

Kakinya telah sampai di depan pintu yang akan membawanya masuk ke ruangan yang menjadi saksi bisunya menandatangani perjanjian dengan rentenir itu. Namun, Bella terlihat tak kunjung membuka pintunya. Sekelibat rasa tak enak mula tiba-tiba menyerangnya.

"Perasaan macam apa ini? Bukankah hutangku telah lunas? Bahkan aku telah membawa struk bukti pentransferan uangnya, tapi mengapa aku merasa tak nyaman seperti ini?" gumam Bella pelan.

"Ah, mungkin ini efek pemeriksaan tadi," lanjut Bella berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Menghela napas panjang, Bella berusaha mengabaikan perasaan tak enak itu. Ia kemudian perlahan memegang gagang pintu dan membukanya.

"Akhirnya kau datang juga."

Baru saja pintu itu terbuka, sosok pria paruh baya itu telah menyambut Bella dengan tatapan miringnya itu. Bella awalnya berusaha acuh, tapi dahinya terlihat mulai berkerut bingung setelah mendapati 2 orang pria bertubuh kekar berada di belakang rentenir itu.

"Kenapa kau membawa bodyguard? Apa kau mengira aku akan melakukan tindakan kriminal karena tak bisa melunasi hutang ayahku?" tanya Bella sinis.

Ia begitu tak suka melihat sesuatu yang janggal terlihat saat ia bersama dengan rentenir itu. Pria paruh baya itu begitu licik, ia tak ingin dijebak seperti sebelumnya.

"Santai, Bella. Kenapa kau begitu sinis setelah berhasil melunasi hutang ayahmu?" decak pria yang tengah bersandar di meja rapuh tersebut.

Bella tak ingin berlama-lama di sana. Ia segera meraih tangan pria paruh baya itu kemudian menukar map yang ada di tangan pria itu dengan struk yang menjadi bukti pelunasan hutangnya.

"Semua sudah selesai sampai di sini, kan?" Bella menjauhkan tangannya kemudian mundur selangkah dan dengan segera merobek surat perjanjian yang ada di dalam map tersebut. "Maaf jika aku terkesan tidak sopan. Namun, ini memang sudah menjadi bagian dari perjanjian bukan? Kau sendiri yang mengatakan aku boleh merobek kertas perjanjian ini sebagai tanda bahwa hutangku sudah benar-benar lunas!"

"Tolong jangan ganggu aku lagi. Kau sudah tak berhak untuk melakukan apa yang kau lakukan sebelumnya karena hutang ayahku telah lunas!" Lanjut Bella lagi.

Pria paruh baya itu meremas struk yang baru saja diletakkan oleh Bella di tangannya tadi, tapi wajah pria itu menyunggingkan seukir senyum.

"Padahal aku menyiapkan mereka berdua untuk meyeretmu jika kau tak melunasi hutangmu. Namun, ternyata aku salah." Rentenir itu tertawa kecil.

"Entah pria mana yang berhasil kau goda dan poroti kekayaannya sampai kau bisa membawa benda ini ke mari," lanjut rentenir itu sarkas.

Bella mengepalkan kedua tangannya erat. Ia sudah menduga jika rentenir ini akan menudingnya dengan berbagai kata-kata menyakitkan.

"Aku sangat meyayangkan fakta bahwa putraku mencintai perempuan murahan sepertimu. Aku juga tidak mengerti mengapa kau memilih menjual dirimu ketimbang menikah dengan Dodi untuk melunasi hutang ayahmu." Rentenir itu melempar kertas itu ke sembarang arah.

"Kutawarkan sekali lagi. Menikahlah dengan Dodi, maka akan kukembalikan semua uang yang kau transferkan ke rekeningku itu."

Bella menatap datar pria paruh baya di depannya. "Maaf, tidak. Terima kasih."

Bella membalikan badannya dengan cepat dan segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kumuh yang hawanya terasa panas tersebut.

"A-Akh!!"

Baru saja hampir keluar dari pintu, kedua tangan Bella tiba-tiba di tahan. Bella yang sadar bahwa pria paruh baya itu kembali bermain licik berusaha membrontak dengan keras. Ia mengigit tangan kekar yang mencengkeram lengannya membuat suara desisan terdengar dan ia pun mendapat celah untuk kabur. Namun, belum sempat ia bisa melarikan diri, tubuhnya telah ditarik kasar kemudian dihempaskan ke lantai.

"A-akh ...."

Bella memegangi kepalanya yang terasa pening. Lengannya kembali terasa dicengkeram, ia berniat kembali memberontak. Sayangnya, tenaga Bella tak sebanding dengan kedua bodyguard rentenir itu yang membuat tubuh Bella pada akhirnya terseret begitu saja dengan mengenaskan.

"SIALAN! APA LAGI YANG KAU LAKUKAN KALI INI?!" pekik Bella kesal setengah mati saat ia baru saja selesai diseret setelah sampai di depan pria paruh baya itu.

"LEPASKAN AKU!!" Pekik Bella dengan wajah memerah.

Rentenir itu menatap Bella penuh kemenangan. Tangannya segera meraih dagu Bella kemudian mencengkramnya erat. "kutanya sekali lagi, menikah dengan putraku atau--"

"PUTRAMU TAK AKAN SENANG JIKA DIA TAHU SEPERTI INILAH KELAKUKANMU!" sela Bella cepat.

Rentenir itu tertawa kencang. "Tentu tidak, dia pasti akan sangat bahagia jika tahu aku berusaha sekeras ini untuk menjadikanmu istrinya."

Bella berdecih sinis. "Itu tidak akan pernah terjadi!"

Rentenir itu mengangguk-anggukan kepalanya sembari memasang tampang percaya. "Baiklah, kalau begitu maka kau juga tidak boleh hidup bahagia bersama siapapun."

Rentenir itu kembali menyadarkan tubuhnya di meja kemudian merogoh saku celananya. Sebuah benda pipih ia keluarkan dari sana kemudian mulai mengotak-atiknya. Sejurus kemudian pria itu menggengam ponselnya seperti sedang merekam pemandangan di depannya.

"Lucuti dan hancurkan harga diri perempuan murahan itu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status