Adrian melihat Caroline dan Ester berlari keluar dari pintu istana dan menghampirinya. Adrian melihat juga para pengawal dan Julian mengejar mereka.
“Tuan Putri, Cepat Naik!” Adrian bergegas membantu Caroline naik ke atas kuda.
Caroline, Adrian dan juga Ester memacu kuda mereka dengan kencang. Julian masih terus mengejarnya. Para pengawal dan juga Julian tak henti-hentinya menghujani mereka dengan anak panah. Caroline terus memacu kudanya tanpa arah hingga mereka memasuki hutan yang sangat gelap dan berkabut. Julian menarik tali kudanya dengan keras untuk berhenti ketika akan memasuki hutan itu. Dia melihat ke arah Caroline.
“Kenapa kita berhenti tuan,” ujar salah seorang pengawal
Julian tersenyum melihat Caroline lenyap di dalam kegelapan hutan. ”Biarkan mereka pergi, tanpa kita bunuh pun, mereka akan mati oleh binatang di hutan.”
Julian memutuskan untuk pergi meninggalkan hutan dan untuk merayakan kemenangannya menaklukkan Rosweld Kingdom.
Julian memacu kudanya kembali ke istana, dia memacu kudanya dengan teriakan bahagia ketika memasuki istana itu.
Raja Alexander sudah berdiri untuk menyambut kedatangan putranya. Dia tertawa dan memandang penuh dengan rasa bangga.
“Kau memang sangat pemberani, Putraku,” ucap Raja Alexander
Julian tertawa puas dan memandang seluruh Istana “Kita sudah menaklukkan kerajaan ini, dan sekarang kita akan menjadi penguasa di Dunia.”
“Bagus Nak, Ayah bangga padamu,” ucap Raja Alexander
“Caroline sudah aku singkirkan, Dia akan mati di dalam Hutan yang gelap itu.” Pandangan Julian lurus menatap arah Hutan.
Sedangkan di dalam hutan, Adrian memacu kudanya sangat kencang. Dia tak melihat jika Caroline dengan susah payah mengendalikan kudanya. Pandangannya mulai gelap, kabut yang menyelimuti serta dinginnya hari yang sudah mulai malam membuat Caroline sesak napas. Caroline memegang bahunya dan menarik anak panah yang menancap tepat di bahu sebelah kiri.
“Akhs…” Caroline mendesis ketika menarik anak panah itu.
Adrian yang baru menyadari jika Caroline tertinggal jauh di belakang kembali untuk menyusul Caroline.
“Yang Mulia, Anda terkena panah?” Adrian terlihat cemas melihat darah yang menetes dari bahu Caroline.
Pandangan Caroline mulai gelap, dia ambruk dari atas kudanya dan dengan sigap Ester menangkapnya.
“Adrian, kita harus mencari sebuah rumah untuk Yang Mulia, Badannya sudah mulai demam.” Ester panik, dia terus memeluk Caroline yang sudah dalam keadaan pingsan.
“Baiklah, biar aku yang membawa Yang Mulia.” Adrian meletakkan Caroline di atas kudanya.
Mereka terus menerobos kegelapan dan keheningan hutan itu. Hutan yang sangat berkabut dan gelap, bahkan sinar matahari tak mampu menembus pohon-pohon besar yang menutupi hutan itu.
Adrian menghentikan kudanya ketika dia merasakan jika ada sesuatu yang sedang mengamati mereka. Adrian dan Ester saling berpandangan seolah berkata untuk tetap waspada. Adrian turun dari kuda dan mulai menarik pedangnya, matanya terus mengamati sekeliling yang mana dipenuhi dengan tumbuhan ilalang.
Suara erangan dan desisan mulai terdengar, Adrian bisa melihat mata merah itu dari kejauhan. Bau anyir itu menyeruak ke dalam hidung hingga membuat siapapun yang menciumnya akan muntah.
“Siapa kau?” tanya Adrian seraya menghunuskan pedangnya.
Tapi tak ada jawaban apa pun dari sosok makhluk itu.
“Kami di sini tidak untuk mengganggu kalian, kami…” Belum sempat Adrian menyelesaikan ucapanya, makhluk itu sudah mulai menyerangnya.
Makhluk dengan tiga kepala itu menyerang Adrian. Kepala depan adalah Serigala sedangkan di kepala tengah berupa kambing dan yang bagian belakang adalah seekor ular berbisa. Adrian tak bisa menghalaunya. Adrian bergelut untuk mempertahankan dirinya agar tak tergigit. Adrian membantingnya hingga makhluk itu terpental kearah sisi kuda Adrian. Makhluk Serigala melihat Adrian yang menghunuskan pedangnya. Dia ingin menyerang kembali tetapi tiba-tiba Serigala itu terdiam. Lalu dia berbalik, berjalan mendekati tubuh Caroline. Ternyata kepala ular menginginkan Caroline, ular itu mulai menjulurkan badannya mendekati Caroline. Adrian berlari dan mengayunkan pedangnya kearah ular itu tetapi serigala itu kembali menyerang Adrian dan melemparkan Adrian hingga tubuhnya membentur pohon. Begitu pun dengan Ester yang ingin melindungi Caroline. Kepala kambing itu juga melemparkan Ester hingga terkulai lemas.
Ular itu terus mendekati Caroline dan bersiap untuk menancapkan taringnya. Tetapi tiba-tiba sesuatu membuat Makhluk itu terpental. Sosok perempuan dengan kekuatan supernya menghempaskan Makhluk berkepala tiga itu. Sosok serigala itu mengaung memanggil kawanan nya.
“Baiklah, Kau memang Makhluk yang membuatku sangat muak.” Ujar wanita itu ketika melihat kedatangan para makhluk berkepala tiga itu berbondong-bondong mendekat kearahnya. Ester dan Adrian terpaku melihat makhluk-makhluk mengerikan itu.
Wanita berjubah merah itu bertarung melawan sekelompok makhluk itu. Dia mempunyai kekuatan, dia juga bisa terbang dan juga menghilang. Dia membuat beberapa Makhluk itu kabur dengan mengeluarkan kekuatannya. Tetapi dia lengah ketika ada salah satu makhluk yang berhasil menggapai Caroline dan menancapkan taringnya.
“Oh,SIAL!” wanita itu menyerang makhluk yang telah melukai Caroline dan membunuhnya dengan mematahkan kepalanya.
Melihat itu Ester dan Adrian berlari menghampiri Caroline.
“Yang Mulia, Yang Mulia.” Ester terus memanggil Caroline yang dalam sekejab berubah menjadi pucat dan warna kebiruan muncul dari urat nadinya.
“Dia terkena racun dari Chimera, Kalian kuburkan saja di dalam laut, jika kalian kubur di dalam tanah dia akan tersiksa karena dia tidak bisa membusuk.” Wanita itu berbicara sangat santai sambil membetulkan jubahnya dan mengambil keranjang yang berisi tumbuh-tumbuhan itu dari tanah.
“APA?” Ester tak percaya dengan omongan wanita ini.
“Apa maksud anda nyonya?” tanya Adrian.
“Racun Chimera kepala ular adalah racun kematian dengan cara abadi, tubuhmu tidak akan membusuk jika terkena racun itu.” Jawabnya enteng sambil berlalu dari hadapan Ester dan Adrian.
Adrian terduduk lemas, dia termenung menyaksikan wajah Caroline yang sudah memucat.
“Tidak, dia tidak boleh mati, dia harus merebut kembali haknya dan membunuh pembantai itu.” Ester menangis sambil merangkul tubuh Caroline.
“Nyonya tolong bantu kami menyembuhkannya.” Adrian memohon dan bersujud pada kaki wanita itu.
“Tidak, ini bukan urusanku. Jika dia memang ditakdirkan untuk meninggal maka itulah yang terjadi.” Wanita itu melangkahkan kakinya dan berjalan pergi.
“Tuan Putri, Yang Mulia Ratu telah mengorbankan nyawanya untuk melindungimu walaupun dia dalam keadaan hamil. Aku mohon, bangunlah.” Ester meraung tak menerima kenyataan pahit yang harus dia terima. Janjinya melindungi Putri Caroline telah gagal.
Wanita itu terhenti setelah mendengar tangisan Ester, dan berkata “Bawa dia ke rumahku.”
Adrian dan Ester terkejut dan dengan segera membawa Caroline mengikuti wanita itu.
Caroline menyeringai kala dia melihat sekawanan makhluk mengerikan itu dengan perlahan menuju ke arahnya. Kilatan cahaya jingga mulai menjalari tubuh Caroline. Arus air laut yang awalnya tenang tiba-tiba berubah semakin deras menerpa tubuh Caroline. Shiren menatap tajam Charoline dengan mata hijaunya.Pertarungan antara Caroline dan Shiren sangat sengit. Dengan begitu banyak Shiren yang mengepungnya, Caroline tak sekalipun gentar. Dia dengan sangat beringas mematahkan tulang-tulang Shiren itu lalu menghisap ruh mereka sampai habis tak tersisa."Hentikan!" Salah satu Shiren yang masih berusia sangat muda berteriak dan menghentakkan ekor ikannya ke permukaan laut membuat Caroline dan para Shiren yang lain terpental menjauh satu sama lain.Amarah sudah menguasai Caroline hingga dia tidak bisa membedakan benar dan salah untuk saat ini. Dia menatap tajam kepada gadis cilik itu dan dengan secepat kilat mencengkeram leher gadis itu."TIDAK!" Salah satu Shiren me
Desiran ombak menyapu lautan gelap nan dingin itu. Sinar purnama menyinari hamparan air di lautan lepas. Hembusan angin dari pohon-pohon di pinggir lautan itu menusuk pori-pori para nelayan yang tengah mencari ikan di lautan. Sudah menjadi kegiatan rutin untuk para nelayan mencari ikan di tengah malam. Walaupun mereka sadar ancaman maut di depan mata. Tapi demi mencukupi kehidupan keluarga, para nelayan itu rela mempertaruhkan hidupnya. Seperti halnya sekarang ini, dengan berbekal menyumbat telinga yang terbuat dari topi bulu domba itu. Para nelayan itu nekat untuk berlayar di tengah isu yang beredar. “Kita harus segera kembali.” Salah satu teman pelayan itu menghampirinya untuk duduk bergabung bersamanya. “Apakah fajar sudah mau terbit?” tanya nelayan itu. “Belum, tapi kau dengar kan kalau jam segini waktunya dia keluar?” jawab temannya itu. “Tapi kita masih belum dapat apapun. Aku tidak mau pulang dengan tangan kosong. Anak dan istriku sudah
Caroline membaringkan Maggie di atas tempat tidur kayu yang dilapisi oleh bulu domba setelah sampai ke rumah mungilnya. Charoline menatap Maggie dengan iba, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Maggie yang sudah mulai pucat.Minotur masuk untuk memberikan ramuan agar tenaga Maggie kembali pulih. Caroline dengan segera mengambil ramuan itu dari tangan Minotur dan memberikannya kepada Maggie. Caroline mengangkat tubuh Maggie dan meminumkannya ramuan itu. Caroline kembali menidurkan Maggie dan menyelimutinya.Caroline meninggalkan Maggie, membiarkannya untuk beristirahat setelah apa yang dia lalui. Caroline berjalan keluar dari kamar Maggie untuk menemui Minotur.Dia melihat bagaimana Minotur tengah sibuk membuat api dari batang-batang kayu. Caroline datang mendekatinya.“Apakah dia akan pulih seperti semula?” tanya Caroline dengan pandangan nanar.Minotur yang mendengar itu menghentikan kegiatannya lalu memandang Caroline dengan taj
Maggie terlihat sangat pucat, wajahnya nampak begitu lesu. Kini dia terlihat sangat kurus dan malang. Raja Alexander tak memberikan setetes air pun pada Maggie. Dia sangat menikmati pemandangan menyedihkan itu.Para pengawal pun tak berani untuk memberikan air kepadanya, mereka hanya bisa melihat Maggie dengan miris.Maggie mencoba membuka matanya dan melihat Hybrid terbang mengitari sel besi tempatnya. Dengan sekuat tenaga Maggie mengangkat tubuhnya. Tak lama setelah Hybrid terbang mengitari atas sel nya, langit berubah menjadi gelap. Matahari terik yang membakar kulit Maggie sekarang hilang tertutup oleh awan mendung yang gelap.Para penjaga istana seketika mendongakkan kepala mereka ketika tiba-tiba langit menjadi gelap dengan kilatan-kilatan petir yang mulai menyambar.“Sepertinya akan ada badai hari ini?” ucap salah satu penjaga.“Kita harus membunyikan genderang untuk memperingatkan warga.”“Biar aku yang
Para pengawal memasukkan Maggie pada gerobak jeruji besi dan menariknya dengan kuda keluar dari hutan menuju ke kota Rosweld. Maggie masih tak sadarkan diri semenjak serbuk mawar itu mengenai dirinya. Entah bagaimana Raja Alexander bisa menemukan kelemahan Maggie.Para penduduk kota Rosweld menatap ngeri ketika kuda yang menarik gerobak itu melewati pemukiman penduduk.“Apa dia siluman?” bisik salah satu penduduk.“Bukan, aku kira dia adalah seorang penyihir.”“Benarkah? Sungguh mengerikan ada seorang penyihir di dunia ini.”Para penduduk kota Rosweld bergunjing dan menatap penuh kengerian kepada Maggie. Mendengar keributan itu Maggie tersadar dari lelapnya. Dia membelalakkan mata ketika mengetahui bahwa dirinya sedang digiring untuk dijadikan bahan tontonan.Maggie menutupi wajahnya ketika salah seorang pria melemparinya dengan tomat busuk, Maggie semakin membenamkan wajahnya saat lemparan demi lemparan i
Caroline, memandang kedua peti mati itu dengan raut kesedihan. Terlalu dalam luka di hatinya hingga membuatnya lupa akan cara untuk meneteskan airmata. Jasad Ester dan Adrian dimakamkan di dalam hutan tepat di bawah pohon Hura Crepitans. Pohon dengan duru-duri tajam yang terletak di seluruh batangnya. Hura Crepitans adalah pohon yang sangat berbahaya. Siapa pun yang memakan buahnya yang seperti labu itu akan keracunan, getah pada daunnya bisa membuat mata buta dan buah pohon yang sudah mengering bisa meledak, menembakkan duri-durinya dengan kecepatan 241 km/jam. Alasan Caroline memutuskan menguburkan jasad mereka pada pohon itu adalah untuk menjaga mereka dan sebagai rasa penyesalan karena dia telah gagal melindungi mereka. Caroline menabur beberapa bunga di atas makam Ester dan juga Adrian. Maggie menyentuh bahu Caroline, berusaha untuk menenangkannya. Caroline dengan setelan gaun berwarna hitam itu tak bergeming. Dia pergi begitu saja tanpa menghira