Matanya terbelalak kala melihat baju Nicky yang mulai terbuka, tapi ia mulai sadar kalau saat ini bukan saatnya untuk terpesona. Puspita menghadap kebelakang, menetralkan debaran jantungnya juga rasa panas pada pipinya, yang benar saja pria tua satu itu. Nicky tertawa kecil, padahal baru tiga kancing yang ia buka, masih ada beberapa lagi. Entah kenapa melihat gadis itu malu, dia malah semakin ingin mengerjainya. Pria darah Luffblend mengalir pada tubuhnya mendekat kearah Puspita, kancingnya masih terbuka hingga membuat Puspita yang merasa ada pergerakan menoleh ke sampingnya. Matanya kembali terbelalak melihat. "Om, ma-mau apa?" Bibir Nicky mendekat ke kuping Puspita, tentu saja hal itu membuat tubuhnya meremang. "Ayo berangkat!" Bisikan itu membuat Nicky menghindar sambil tertawa geli, ia merapihkan lagi pakaian dan menatap Puspita dengan wajah puas. Sedangkan Puspita yang seperti akan meledak, terhenti oleh yang sangat tidak memuaskan. Dia pun menatap pria yang dia sebut om i
"Gak ada, emang ada yang mau ikut selain kamu? Teman kamu mungkin?" tanya Nicky yang membuat Puspita menggeleng. Ibu Puspita yang heran dengan anaknya itu memukul lengan puspita cukup kencang. "Kamu ini mau ikut enggak sebenarnya? Jangan bikin Tuan muda nungguin kamu!" Sebenarnya ibu Puspita tak mau kalau anaknya itu pergi, apalagi berduaan dengan Nicky, walau anak itu terlihat baik tapi tetap saja atasan bisa melakukan apapun. Ya walau begitu ia tak mau terjadi sesuatu pada keluarganya, jadi ia berusaha sebisa mungkin tersenyum ramah anak majikannya itu. Puspita dengan mengangguk pelan. "Iya." Tak lama Nicky membuka pintu mobil. "Masuk!" Mata Puspita menatap sang Ibunda. "Mah pita pamit ya, mama jaga kesehatan!" "Iya, kamu juga hati-hati, nih jangan lupa bawa!" ujarnya sambil memberikan satu kresek jajan itu pada anaknya, tentu saja tangan Puspita yang kecil menerimanya dengan kedua tangan. Nicky yang melihat itu hanya tertawa kecil, puspita meliriknya sebentar lalu kembali
"Kau datang sendiri?" tanya wanita itu, tak lama Nicky tersenyum."Tidak aku bersama--- puspita?" tanya Nicky kala akan memperkenalkan gadis itu, sedangkan dipandangnya tak ada siapapun di dekat bibir pantai itu. Wajah mendadak panik. "Puspita, kemana gadis itu?""Kau bersama siapa memang? Puspita itu siapa? kekasihmu?" tanya wanita itu yang heran, tapi Nicky take jawab dia malah berlari ketempat gadis itu tadi tersenyum senang bermain air. "Puspita! Pita!" teriak Nicky sambil memutarkan tubuh berharap menemukan gadis itu dipandangnya, senior wanita itu mendekat kearah Nicky dengan mimik sama paniknya. "Nicky, siapa Puspita?" "Adikku, PUSPITA!" "Tapi yang aku tau, kau belum memiliki adik?" "Kakak senior, biasakan kita berhenti melakukan tanya jawab ini? Aku harus menemukan gadis itu! PUSPITA, KAMU DIMANA?" Nicky berjalan ke arah kiri sambil berlari kecil. Pria itu tak perduli kalau orang-orang Melihatnya, yang terpenting gadis itu harus ada di depan matanya. "Puspita! Jangan me
Api yang berkobar-kobar membakar kayu yang membentuk membundar, agar apinya tak padam dan tetap awet, tak lupa juga tenda yang lumayan besar dengan beberapa peralatan di dalamnya. Puspita menatap menatap api itu, hawa panas tak membuat hatinya yang dingin mencair malah semakin membeku, membuat gadis itu semakin memeluk lututnya. Tak lama Nicky keluar membawa beberapa makan yang bisa dibakar, mereka beruntung karena terlihat hamparan bintang di langit, membuat suasana yang gelap itu terlihat sangat indah dari atas. Sedangkan Puspita melihatnya hanya cahaya kecil yang tak tergapai, seperti hatinya yang mengharap pria itu. "Puspita!" panggil Nicky yang membuat gadis itu menoleh kebelakang."Om?" ucap Puspita yang kembali melihat api unggun yang pria itu buat, tak lama Nicky duduk di sampingnya sambil memberikan jagung mentah yang di tusuk menggunakan kayu yang panjang. "Nih! Jangan ngelamun aja nanti kesambet!" Puspita mengambil jagung itu dan membakarnya, tapi tetap saja hatinya m
Matanya terbuka lebar, kala merasakan bibir Nicky mulai bergerak perlahan. Tangan menyentuh pipi Puspita menyapu beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya. Hingga pergerakan itu berhenti di gantikan Nicky yang jatuh tak sadarkan diri, detak jantung Puspita tak beraturan dia masih terdiam melihat pria yang sudah mengobrak-abrik isi hatinya. Matanya kini melihat banyak kaleng yang pria itu minum, entah dari mana asalnya bir itu hingga membuat Nicky seperti ini. Walau terlihat tak sadarkan diri matanya sesekali bergerak, merasakan teriknya matahari yang mulai menyoroti wajahnya. Pada akhirnya Puspita memapah tubuh Nicky hingga ke tenda. Saat keluar ia hanya bisa menghela nafas, detakan masih terasa jelas dan begitu kencang kala mengingat hal tadi. Setahunya kalau orang mabuk itu biasanya tak sadar atas apa yang ia lakukan, jadi bisa jadi Nicky juga begitu. Tapi orang mabuk itu jujur biasanya, membuat mata Puspita kembali terbuka, dia menutup wajahnya menghentikan bahagia yang ia
Nicky menggosok rambutnya basah karena habis mandi, membuat Puspita menatapnya, bingung sejak tadi gadis itu hanya diam di sana lalu sesekali Melihatnya. "Kenapa? Lapar?" tanya Nicky yang membuat Puspita mengangguk. Sejak pagi hingga sore ia hanya makan ciki pemberian ibunya, dia ingin membeli makan tapi ia takut ke sasar, apalagi ia baru saja datang ke sini. "Sebentar, nanti kita cari makanan. Tapi rumah makan yang buka paling restoran, mau?" tanya Nicky yang membuat Puspita kembali mengangguk. Nicky pun memegang kepalanya lalu duduk di samping anak itu, entah kesambet setan mana gadis ini hingga hanya mengangguk ucapannya tanpa berniat mengeluarkan suara. "Kenapa? Tak mau bicara?" "Aku bosan om." Mendengar itu Nicky tertawa, ini memang salahnya karena mabuk hingga sadar ketika sudah sore. "Maafkan aku ya, oke malam ini kita lihat pantai dibawah, mau?" Tanpa menunggu lama Puspita mengangguk dengan senyuman, membuat Nicky gemas dan mencubit pipinya."Ah aduh om, sakit, iya-iya
"Kakak!" panggil Nicky dari kejauhan, membuat wanita yang sedang fokus pada laptopnya menoleh. Terlihat Nicky yang berjalan menghampiri wanita itu sambil menggandeng Puspita yang tampak malu, tapi tidak melepaskan tangannya. Mereka berada di kedai kecil penjual es kepala dan es lain-lain, tempatnya yang barada di bawa pohon kelapa langsung tak membuat sang pemilik toko takut terkena kalau pelanggannya terkena bahan yang ia jual. Terlihat selain wanita itu ada juga dua teman laki-laki dan satu orang wanita. Meja yang mereka duduki cukup memanjang jadi tak masalah berapapun orang yang bergabung. Wanita itu tersenyum sambil menyangga kepalanya di meja. "Ada apa ini, kalian sudah jadian?" Nicky menatap tajam pada wanita itu yang membuat kakak perkuliahannya tertawa jail di susul teman-temannya yang tersenyum. "Siapa mereka?" tanya teman laki-laki di sampingnya, wajahnya pun mirip dengan wanita itu, kebangsaan Eropa. "Adik kuliahku dulu, dan di sampingnya kekasihnya." Puspita terse
"Maaf kak, kamarnya hanya tersisa satu," ucap resepsionis hotel dengan mimik tak enak hati pada dua orang di depannya. Nicky menatap gadis di sampingnya, lalu kembali menatap wanita di depannya. "Apa ranjangnya terpisah?"Sang resepsionis melihat data kamar yang tersisa itu, lalu perasaan sedih kembali tergambar di wajahnya. "Maaf kak, ranjang tidak terpisah, jadi bagaimana?" Nicky menghela nafas, dia mendekati gadis kecil di sampingnya. Hari sudah malam dan mereka butuh istirahat, setelah siang berjalan-jalan di beberapa tempat untuk foto-foto atau bermain, lalu setelah menonton film. Membuat dua orang itu tak sadar kalau sudah larut, dan berakhir di sini. "Jadi bagaimana?" Puspita menatap ragu pada Nicky. "Apanya om?" "Hanya ada satu kamar dan satu ranjang, kamu mau atau tidak?" Puspita terdiam beberapa detik, ia tak mau satu ranjang, walau ia masih terhitung belia tapi tetap saja dia ini anak gadis yang beranjak dewasa. Walau ia yakin pria di depannya tidak akan macam-macam,