Share

4. Aku Mencobanya

“Wang Shi Li … Wang Shi Li ….”

Seledri mulai terbiasa sedikit untuk mendengar bisik-bisik suara yang terus memanggil namanya. Meskipun awalnya ia ketakutan, ia berusaha untuk tidak terlalu memedulikannya.

Hadapi ketakutanmu, mungkin itulah yang ada di dalam kepala gadis itu. Dua hari telah berlalu setelah kejadian itu. Ia sangat yakin itu adalah panggilan dari cermin tua yang ia beli di sebuah toko kecil di wilayah Bijiangdao. Ia mengingat-ingat kembali kejadian itu dan menangkap sesuatu yang aneh. Sejak awal ia sama sekali tidak berniat membeli benda aneh nan mahal itu.

“Aku terhipnotis?”

“Wang Shi ….”

“Hentikan!” teriaknya, “tak bisakah kau berhenti memanggilku? Aku sedang belajar!” Rasa marah Seledri sudah memuncak, ia membutuhkan konsentrasi dibanding rasa takut dengan benda aneh itu. Ujian akhir semester tengah di depan mata. Ia harus mempersiapkannya dengan baik.

Hingga setengah jam berlalu, ia tidak mendengar suara itu memanggil namanya lagi. Bahkan hingga selesai belajar, makan dan mandi.

“Benar … ini hanya hayalanku saja. selama ini, suara itu tidak ada. Rasa takutku yang membuat suara itu terlihat nyata.”

Seledri mengambil cermin itu lagi dan memandanginya. Rasa penasaran dengan cermin itu masih ada.

“Cermin … sungguh aku tidak mengerti semua hal ini. apa ini mimpi atau tidak ….” Katanya sambil memasang wajah datar. Ia memandangi wajahnya dari pantulan itu, sebelum akhirnya menyadari pantulannya ter-senyum. “Kau bercanda … lama-lama aku bisa gila seperti ini. Setelah suara apa lagi kini?” tanya Seledri dengan senyum sinis.

“Aku bisa membantumu.”

“Omong kosong.”

Satu menit kemudian ia baru menyadari perkataannya dibalas cermin itu.

“Apa kau bilang? Membantuku?”

“Ya!”

Seledri perlu membuktikan perkataan cermin yang yakini hanya halusinasinya saja.

“Oke, setelah ini aku akan bangun dan tahu kalau semua ini hanyalah mimpi,” ucapnya pelan. ia lalu membawa cermin itu ke meja belajarnya lalu membuka sebuah lembaran tugas yang belum ia isi sama sekali. “Nah, kalau bisa, tunjukan! Aku ingin melihat bagaimana kau membantuku.

Cermin itu memancarkan cahaya yang menyilaukan. Seledri menutup matanya. Ia lalu melihat ke arah kertas tugasnya. Masih kosong.

“Omong kosong, apa yang aku harapkan dari benda itu.” Ia melemparkan cermin itu ke kasur. Matanya lalu kembali terarah ke kertas itu yang perlahan terisi degan tulisan yang bermunculan. “Waow … aku suka ini. Oh iya, ini hanya sebuah mimpi, begitu aku bangun maka semuanya akan hilang. Good job cermin, kau mempermainkanku dalam mimpiku.” 

Seledri terus mengoceh sendiri tentang ketidak percayaannya hingga sebuah panggilan masuk dalam ponselnya.

“Shi Li … apa aku boleh ke kamarmu? Buku tentang pengetahuan herbal milikku apa sudah selesai kau pinjam? Boleh aku mengambilnya kembali?”

“Oh Tentu, maaf Beatrice aku lupa mengembalikannya. Aku akan ke sana, kau tak usah repot ke kamarku, oke.”

Seledri lalu mengambil salah satu buku dari meja belajarnya kemudian berjalan secepat mungkin menuju lantai enam. Ini adalah hal yang kurang sopan. Bagaimana mungkin ia meminjam buku terlalu lama. Ia berjalan cepat hingga salah memijakkan kaki pada anak tangga.

Bruk!

“Awh!” ringisnya. Ia menahan sakit.

Ia tetap melanjutkan jalan hingga ke kamar Beatrice.

“Shi Li, kamu baik-baik saja?” kenapa dengan lutut dan sikumu?” tanya Beatrice khawatir .

“Aku jatuh di sana, hehehe,” jawab Seledri masih bisa tersenyum. “Tunggu! Aku terjatuh? Sakit? Ini bukan mimpi?”

Beatrice dibuat bingung dengan pertanyaan Seledri.

“I-iya, ini bukan mimpi. Oh, jangan katakan padaku kamu mengira kamu sedang bermimpi.”

“Apa ini nyata?”

“Masuklah,” kata Beatrice. Ia menarik tangan Seledri dan membawanya masuk. “Ada apa denganmu? Kau terlihat bingung.”

“Ini bukumu, maaf ya aku terlambat mengembalikannya.”

“Tidak masalah, nah sekarang katakan padaku apa yang terjadi padamu.”

“Aku baik-baik saja, aku hanya sedang bangun tidur dan aku belum sepenuhnya sadar tapi aku tidak yakin.”

“Apa panggilan teleponku membangunkanmu, Oh Shi Li maafkan aku ….”

“Tidak, tidak. Aku yakin aku sedang melakukan sesuatu sebelum itu.” Seledri terdiam sesaat sebelum akhirnya meninggalkan Beatrice dan kembali ke kamarnya. Ia terus menepuk-nepuk pipinya sambil berkata, “ini mimpi? Atau kenyataan? Ah ini hanya mimpi. Tidak, aku bisa merasakan sakit.”

Ia lalu bergegas menuju meja belajarnya dan melihat kertas tugasnya.

“Ini bukan mimpi … cermin itu benar-benar menjawab tugasku.”

Seledri lalu mencari keberadaan cermin itu.

“Apa kau bisa membantuku lagi?”

“Tentu.”

“Aaaaaa!!!!”

Seledri ingin berteriak lebih kencang, ia tidak percaya apa yang dialaminya sekarang. Tidak ada alasan menganggap itu hanyalah mimpi, ini nyata dan benar-benar terjadi. Seledri mulai memikirkan bantuan seperti apa yang bisa ia minta pada cermin itu.

Ia mengecek kembali jawaban yang diberikan oleh cermin itu pada lembaran tugasnya.

“Waow, aku pikir mungkin saja ini jawaban asal-asalan, tapi sepertinya ini benar … aku akan memeriksanya.”

Seledri lalu menuliskan sebuah operasi penjumlahan sederhana  empat tambah dua kali lima.

Ia lalu melakukan hal yang sama pada soal itu. Ia menunggu sesaat jawaban yang akan muncul nantinya.

Empat belas. Itu adalah jawaban yang tepat.

“Waow, ia bahkan tahu peraturan matematika.”

Seledri tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia mengambil semua buku dan juga tugas-tugas yang belum ia sempat kerjakan dan memperlihatkannya ke dalam cermin. “Dengan begini aku  bisa tidur dengan nyenyak setiap malam. Aku tidak perlu mengerjakan tugas-tugas itu dengan berpikir keras.”

“Huahaha, setidaknya satu lagi masalahku teratasi. Aku berharap ini memang bukan mimpi. Baiklah aku akan tidur dan bangun lagi dengan begitu aku akan semakin yakin dengan kenyataan ini.”

Seledri memutuskan untuk tidur. Ia juga sempat membersihkan luka yang didapatinya di tangga. Entah gadis itu masih memikirkan semua ini hanyalah hayalan atau tidak. Rasanya cermin itu terlalu ajaib untuk menjadi nyata. Kalau memang bisa seperti itu, alangkah bagus lagi bila ia meminta menjadi orang kaya.

Seledri berusaha memejamkan matanya.

“Ah, sial aku sudah terlalu lama tidur siang tadi. Tunggu, aku sedikit bingung sekarang. Apa aku masih berada di dunia mimpi atau nyata. What? Ada apa denganku?”

Kruk kruk kruk … perut gadis itu berbunyi meminta diisi dengan makanan. Hal yang wajar mengingat ia memang sedari tadi belum memakan apapun.

Seledri menuju ricecooker dan mengambil nasi di sana. Ia hanya akan makan nasi kecap. Ia terlalu malas untuk memasak ataupun membeli lauk yang sudah jadi di kantinnya. Di saat dingin seperti ini, duduk dengan tenang dalam kamar adalah pilihan yang terbaik.

Kesenangan sesaat tentang keajaiban cermin itu berlalu begitu saja. Ada hal lain yang menjadi perhatiannya. Lalu setelah ini apa? Apa dengan tugas yang selesai itu akan menyelesaikan masalah keuangannya? Ia membutuhkan uang untuk bertahan hidup dua bulan setelah ini.

Seledri tidak bisa bersantai. Ia harus segera menemukan alternatif lain untuk mendapatkan uang bagaimanapun caranya.

Ia melirik sesaat lagi ke arah tumpukan tugas itu.

“Jasa mengerjakan tugas?” ucapnya pelan disetai senyum penuh kelicikan.

Seledri pernah mendengar dan melihat hal semacam itu di internet. Tentu saja itu sebuah jasa yang tidak disaranakan. Seperti kegiatan ilegal yang sangat berbahaya bila ketahuan. Tapi apa bedanya dengan membantu orang lain menyontek? Toh, sama saja. Apalagi, ini menguntungkan keduanya tanpa merasa balas budi. Ini adalah soal uang. Bisnis is bisnis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status