Pagi itu Dewi Sekar Arimbi berjalan-jalan di taman dan tanpa sengaja ia melihat pemuda yang sejak kemarin sudah membuat hatinya berdebar dan jantungnya berhenti berdetak.
"Pagi Raden," sapanya. Pemuda itu tersenyum ramah, "Ah, kau Sekar Arimbi,bukan? Gadis yang dibawa oleh yang mulia Prabu Bratanaya untuk mendapatkn perlindungan."
Bukan main gembiranya hati Dewi Sekar Arimbi saat mengetahui bahwa Kamandraka ternyata mengenal dan mengetahui namanya. Dewi Sekar pun dengan semangat langsung mengajak bicara Raden Kamandraka.
Namun, Dewi Sekar Arimbi tidak mengetahui bahwa yang saat ini ada di hadapannya adalah Fajar Kelana titisan iblis yang sedang menyamar menjadi Raden Kamandraka. Sementara Raden Kamandraka sendiri saat ini sedang beraada di ruang pribadi Prabu Bratanaya bersama patih Benggala.
"Hamba sudah merasakan kehadirannya saat pertama kali hamba sampai di istana ini yang mulia," ujar Kamandraka.
"Maksud ananda iblis itu?" tanya Prabu Bratanaya.
"Betul yang mulia, tapi dengan ilmunya yang semakin sempurna ia bisa membuat auranya menghilang dan kita tidak tau dia menyamar menjadi siapapun. Untuk mengantisipasinya kita harus membuat kata sandi khusus. Bisa saja dia menyamar menjadi hamba atau menjadi Patih Benggala atau bahkan juga menyamar menjadi yang mulia gusti Prabu," tukas Kamandraka.
Prabu Bratanaya menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
"Apa yang akan terjadi jika iblis itu sampai berhasil mendapatkan seratus korbannya?" tanya Patih Benggala.
"Menurut Eyang guru, iblis itu akan hidup abadi dan tidak akan pernah bisa mati sampai kiamat tiba nanti. Iblis ini adalah keturunan Dajjal yang berasal dari segitiga bermuda. Ia akan menguasai dunia ini jika sampai dia berhasil dan akan merusak takdir dan kehidupan manusia."
"Apakah dia masih bisa dikalahkan?" tanya Prabu Bratanaya.
"Menurut Eyang guru selama ia belum sempurna maka ia dapat dikalahkan,bagaimana jika gadis yang ke sembilan puluh sembilan itu yang mulia larang untuk keluar dari kaputren tanpa pengawalan."
"Ada beberapa pengawal yang menjaga tempat kediamaan Sekar Arimbi. Lagi pula, ia tinggal di lingkungan yang selama ini paling dijaga ketat oleh kerajaan."
Kamandraka tertawa kecil,"Ampuni jika hamba lancang gusti Patih, Tapi terkadang tempat yang kita rasa paling aman adalah tempat yang justru paling berbahaya."
"Mengapa demikian,Ananda?" tanya Prabu Bratanaya.
"Karena, bisa jadi iblis itu tengah menyamar di sana entah menjadi siapa."
Prabu Bratanaya terdiam,ia merasa khawatir dan cemas.
"Korban terakhir adalah adinda putri gayatri,yang mulia. Apakah boleh jika ananda meminta izin untuk menemuinya sebentar saja?" tanya Kamandraka.
"Silakan saja,ananda. Aku tidak melarang kalian untuk bertemu,bukan?"
RAden Kamandraka langsung menghaturkan sembah hormat tanda ucapan terima kasihnya.
***
Sekar Arimbi tampak kebingungan saat ia melihat Raden Kamandraka datang ke kaputren dengan diiringi oleh beberapa pengawal.
"Bagaimana mungkin dia bisa kembali dengan cepat. Bukankah tadi dia baru saja mengatakan bahwa ia akan menghadap Prabu Bratanaya, baru saja beberapa saat yang lalu," gumam Sekar Arimbi. Namun,gadis itu tidak mau terlalu ambil pusing,ia pun segera masuk kembali ke kamarnya.
Sementara Raden Kamandraka langsung menemui Putri Gayatri di ruang utama kaputren.
Putri Gayatri tersenyum saat melihat Raden Kamandraka datang berkunjung ke tempat kediamannya.
"Semalam aku belum sempat mengajak dinda berbincang-bincang. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu. Boleh aku membisikkan ke telinga dinda supaya tidak ada yang mencuri dengar?" tanya kamandraka. Putri Gayatri mengangguk dan mendekatkan telinganya, membiarkan Raden Kamandraka membisikkan sesuatu.
"Apakah Dinda mengerti dengan apa yang aku ucapkan?" tanya Raden Kamandraka. Putri Gayatri mengangguk. Perlahan ia melepaskan gelang yang melingkar di pergelangan tangannya dan memberikan kepada Raden Kamandraka.
"Ini akan menjadi pertanda," ujar Putri Gayatri. Lalu Raden Kamandraka pun memberikan sesuatu kepada Putri Gayatri.
Setelah memberikan beberapa pesan, barulah Kamadraka pamit. Dua minggu lagi malam purnama, kita harus segera bersiap-siap," kata Raden Kamandraka.
"Berhati-hatilah,Kanda," tukas Putri Gayatri dengan raut wajah penuh kecemasan. Kamandraka hanya mengangguk sambil menepuk punggung tangan tunangannya itu dengan hangat dan tatapan penuh cinta.
Hari demi hari berlalu tanpa terasa, malam bulan purnama pun tiba. Dan seluruh pengawal istana kebingungan mencari Dewi Sekar Arimbi. Gadis cantik itu hilang sejak siang tadi. Dan yang aneh menurut pengakuan mbok pengasuhnya Sekar Arimbi pergi bersama Raden Kamandraka."Raden Kamandraka berada di ruang semedi sejak tiga malam yang lalu,Mbok.""Tapi, hamba berani bersumpah bahwa Raden Kamandraka menjemput Dewi Sekar,yang mulia Patih." Patih Benggala terhenyak, ia sadar bahwa mereka sudah kecolongan. Mereka sama sekali tidak mengira bahwa iblis itu akan menyamar manjadi Raden Kamandraka. Patih Benggala pun segera melaporkan hal ini kepada Prabu Bratanaya."Bagaimana dengan Gayatri. Kita harus membawa Gayatri pergi dari istana dan menyembunyikannya kalau begitu," kata Prabu Bratanaya."Kemanapun, ia akan mencari Putri Gayatri. Jika memang kita mau menyembunyikannya, kita sembunyikan saja di tempat Ey
Jenazah Dewi Sekar Arimbi dibawa ke Kahuripan dan segera dikremasikan."Semoga Dewa memberkati Dewi Sekar dan kelak bisa reinkarnasi di kehidupan yang lebih baik," kata Prabu Bratanaya. Hari ketiga setelah upacara kremasi Raden Kamandraka dan beberapa prajurit pilihan juga Patih Benggala berangkat ke kaki gunung Ciremai. Tujuan mereka adalah padepokan Segara Geni. Melalui telepati, Empu Supa meminta agar Raden Ayu Putri Gayatri dibawa ke Padepokan."Maafkan murid yang lalai,Eyang guru," ujar Kamandraka saat menghadap Empu Supa Mandrageni."Tidak ada yang bisa menolak takdir, cucuku," ujar Empu Supa."Putri Gayatri akan aku sembunyikan di tempat yang paling aman," kata Empu Supa."Di mana,Eyang Guru?" tanya Patih Benggala. Padepokan milik Empu Supa bukanlah padepokan yang besar dan memiliki banyak murid. Empu Supa tidak sembarangan menerima seseoran
Dewi Gayatri hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Awalnya dia berpikir bahwa di dalam guci akan gelap gulita. Namun, ternyata tidak. Ia berada di sebuah kamar tidur yang tidak terlalu besar namun sangat rapi dan bersih. Di atas meja terdapat buah-buahan yang dapat ia makan. Dewi Gayatri membuka pintu,ia terbelalak melihat aliran air sungai yang begitu jernih. "Ini seperti di surga, bahkan di istana saja aku tidak dapat melihat yang seperti ini," gumam Gayatri.Perlahan ia melangkah mendekati sungai dan membuka pakaiannya. Melihat air yang begitu jernih ia merasa ingin mandi. Putri Prabu Bratanaya itupun mulai mandi dan menikmati segarnya air sungai. "Ah, seandainya saja kakang Kamandraka ada di sini bersamaku, tentu aku akan merasa senang sekali," katanya lagi.Dewi Gayatri dan Raden Kamandraka sudah dijodohkan sejak kecil. Namun, keduanya tidak ada yang merasa te
Empu Supa yang tidak menyangka bahwa Patih Benggala akan menghabisi nyawa Senopati Sangkar langsung mendekat."Seharusnya kita tidak langsung membunuhnya," ujar Empu Supa. Patih Benggala menarik napas panjang dan mengembuskannya lalu berlutut menghaturkan hormat."Ampun, Eyang guru. Murid terbawa emosi, jujur saja di antara yang lainya hamba paling percaya kepada Senopati Sangkar, karena dia sudah hamba rawat sejak kecil. Bahkan hamba sudah menganggap adik hamba sendiri." Empu Supa menepuk bahu Patih Benggala,ia melihat ada air mata yang menetes membasahi pipi patih yang biasanya selalu tegar itu."Kuburkanlah dia secara layak," kata Empu Supa."Laksanakan Eyang," jawab Patih Benggala. Dengan dibantu oleh beberapan orangb prajurit Patih Benggala menguburkan Senopati Sangkar. Ia merasa sangat sedih sekaligus juga merasa malu. Mengapa orang kepercayaannya bisa m
_Bandung 660 tahun kemudian_ "Kalau kamu nggak mau juga nggak masalah, aku masih bisa kok minta anter sama cowok lain!"Gadis cantik itu tampak mengentakkan kakinya dengan kesal sambil menatap kekasihnya itu dengan sebal."Aku bukan nggak mau antar kamu, tapi, Papamu sendiri yang melarang kamu untuk pergi ke sana. Giselle!" tegas Genta."Kamu kan, bisa bohong sama Papa, Mas. Dari pada aku pergi sama cowok lain," rayu Giselle lagi. Tapi, bukan Genta namanya jika menurut begitu saja pada gadis labil di hadapannya ini."Sekali tidak , ya tidak! Aku bisa mengatakan kepada Papamu semua jadwalmu dan dengan siapa kamu pergi. Jadi, jangan coba-coba kamu berbohong atau pergi dengan orang lain.""Jahat!" pekik Giselle nyaring. Namun, Genta tidak peduli. Ia bahkan dengan santai menarik tangan gadis itu untuk segera masuk ke dalam mobil."Kita pulang
Buana menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ia merasa begitu damai setiap kali ia kembali ke sini. Buana lahir di Cirebon, tepatnya di Sindang Laut. Ia sempat menjadi santri di Buntet Pesantren Cirebon. Kedua orangtua Buana memberinya nama Buana Cakrawala. Entah mengapa sang ayah memberinya nama itu. Tapi, Buana sendiri menyukainya. Setiap kali ia kembali ke Cirebon untuk bertemu gurunya di pesantren dan ziarah ke makam kedua orangtuanya, Buana selalu menyempatkan diri ke gunung Ciremai. Rasanya seperti ada yang memanggilnya dari kejauhan. Memanggilnya untuk selalu pulang ke sana. Tidak perlu naik ke puncak, cukup di kaki gunung saja, begadang bersama para penjaga di pos pendakian. Itu saja sudah cukup untuk Buana. Seperti ponsel yang baru saja selesai dicharge maka semangat Buana untuk kembali bekerja akan kembali menyala setelah ia kembali dari Ciremai."Bang, k
_Hongkong_ Sersan Yongseng menghela napas panjang, ia baru saja mendapatkan hasil autopsi dari penemuan mayat gadis yang ditemukan di Kowloon Walled City. Gadis itu ditemukan oleh warga sekitar dalam kondisi tanpa sehelai pakaian pun. Yang paling aneh adalah, darah gadis itu kering."Apa mungkin ini perbuatan Vampir, sersan?"Yongseng menatap anak buahnya dengan tajam."Kau pikir seperti cerita dalam film? Vampir pengisap darah yang meminum habis darah korbannya!""Tapi, manusia macam apa yang mengisap darah korbannya sampai habis, bahkan tanpa jejak sedikitpun seperti hantu.""Itulah tugas kita sebagai polisi, untuk menyelidikinya!" Dalam perjalanan karirnya sebagai seorang polisi Sersan Yongseng baru pertama kali ini menemukan mayat dalam kondisi yang sangat aneh. Ini adalah mayat kedua yang ditemukan dalam kondisi seperti ini. Polos dan kehabisan darah
Giselle tersenyum saat melihat siapa yang datang menjemputnya di gerbang kampus."Mas Genta!" serunya."Kok tau kalau aku di sini?" tanya Giselle."Mamamu bilang kau sedang mengurus pendafaran kuliahmu, jadi aku sengaja menjemputmu.""Duh, yang habis jalan-jalan dari luar negeri. Katanya nggak lama, hanya tiga hari aja, taunya lebih dari sebulan." Genta tersenyum manis sambil memeluk gadis itu lalu mengecup dahinya penuh rasa sayang."Aku ada pekerjaan, jadi aku harus ke beberapa tempat. Tidak hanya ke Bangkok, tapi aku mampir ke Hongkong juga.""Yang penting oleh-oleh untukku jangan sampai lupa," ujar Giselle dengan manja."Ada di rumahmu, jadi sekarang kita pulang,ya. Sudah selesai semuanya,kan?""Sudah,semua sudah selesai. Dua minggu lagi aku akan menjalani masa orientasi.""Hmm, calon mahasiswi," komentar Genta."Ya sudah, kita pulang," ajak Genta.