Share

RENDEZVOUS
RENDEZVOUS
Author: mochachash88

00. RENDEZVOUS

RENDEZVOUS

Pagi ini, setelah Kanza menunggu selama 2 tahun, akhirnya Kanza bisa menginjakkan kakinya di sebuah Instansi Pemerintahan yang sudah lama Kanza mimpikan. Kanza belajar banyak bahwa hidup tidak lancar seperti angan-angan yang ia sudah rencanakan. Dulu ia harus menunda kuliah selama setahun, karena tidak beruntung dan mungkin kurang usaha. Di tahun berikutnya ternyata Kanza kuliah di Universitas dan jurusan yang tidak Kanza inginkan. Kanza akhirnya pasrah, mungkin ini jalan yang terbaik di berikan oleh yang diatas.

Kanza berdoa, setidaknya Kanza harus mendapat kerja setelah lulus. Namun ternyata menjadi fresh graduate itu susah. Setahun Kanza manfaatkan untuk belajar tes masuk beasiswa melanjutkan studi S2 sambil bekerja. Mengasah skill, namun sebelum tes S2 Kanza juga belajar untuk tes masuk CPNS. Dan ternyata di tahun berikutnya Kanza lulus tes CPNS dan diterima di Instansi Pemerintahan bidang Kebencanaan.

Kanza berjalan kikuk saat memasuki gedung, ia terkagum-kagum dengan interior gedung. Sebenarnya karena ia masih tak percaya di terima di Instansi tersebut.

"Permisi, untuk ruang dengan kode GF78 lantai berapa ya?" tanya Kanza pada seseorang di lobi.

"Mbak nya baru? Saya dengar hari ini pegawai baru akan masuk dalam keluarga kami." Ucap pegawai wanita tersebut dengan sangat ramah.

Kanza mengangguk tersenyum, "Iya saya pegawai baru."

"Baik saya antar ke ruang bapak kepala Tim kami. Mari."

Kanza tersenyum lebar seraya mengikuti wanita tersebut dengan hati yang gembira, semoga ia bisa betah. Tidak, dia harus betah. Apalagi ia mendengar kata 'keluarga' yang artinya mereka semua keluarga, dan saling menghargai. Sesampai di depan pintu ruangan Kepala Tim, Kanza langsung dipersilahkan masuk dengan sangat ramah. Sambutan yang di berikan Kepala Tim sangat hangat. Kanza lantas dipersilahkan duduk.

"Selamat datang di keluarga besar kami. Oh ya nama saya Burhan. Biasanya pegawai di sini manggil saya Babah hehe. Katanya saya seperti bapak pelindung mereka." Ucap pria paruh baya dengan berumur sekitar 55 tahun.

Dia adalah Burhan, Kepala Tim di bidang yang Kanza pilih. Kanza pikir, Burhan memang sangat ramah dan hangat tak heran jika julukan Babah memang cocok untuk Burhan.

"Saya Kanza Syafira panggil saja Kanza. Senang bertemu dengan bapak dan mohon bimbingannya." Kanza memperkenalkan dirinya, setidaknya ia mulai sedikit nyaman bertemu dengan Burhan.

"Semoga betah ya. Oh iya, karena sistem kerja di sini dibagi tiap tim, maka kamu akan bergabung dengan Tim Cirrus. Sebentar saya panggilkan Ketua Tim Cirrus."

Kanza sedikit mengernyit, ternyata masih di bagi per-tim. Pantas saja cara kerja mereka benar-benar teratur dan runtut apalagi ketika berita perkiraan tentang bencana keluar di media.

"Tolong ke ruangan saya." Ujar Burhan pada telepon duduk yang terletak pada meja kerjanya. Setelah itu ia kembali ke sofa dimana ia tadi duduk bersama Kanza. Baru saja mau duduk pintu ruangan nya sudah di ketuk dan Burhan tahu siapa yang mengetuk.

"Langsung masuk Al." Ujar Burhan.

Pandangan Kanza menatap arah pintu masuk. Tiba-tiba perasaannya menjadi gugup. Dalam hati ia berdoa semoga ketua timnya seperti Burhan, yang baik dan hangat. Sesaat orang yang di panggil "Al" itu lantas masuk. Dilihatnya presensi pria bertubuh jankung, kulit lumayan putih bersih, berkumis tipis, masih muda. Kanza menebak kira-kira berumur 30-an. Namun yang Kanza rasa sepertinya ia tidak dalam tim yang baik. Kanza melihat wajah datar calon ketua timnya saja sudah merinding. Sepertinya galak.

"Silahkan duduk Al." Pria itu hanya menunduk sejenak tanpa mengucapkan sepatah kata dan langsung duduk.

Kanza mengernyit, masih menatap lamat calon ketua tim Kanza yang duduk di seberangnya. Ia seperti tidak pernah melihat tapi kenapa tidak asing, dimana ya, ia tak ingat. Mungkin perasaannya saja.

"Kanza, ini Abian Adalvino. Dia adalah Ketua Tim Cirrus, dimana nanti Kanza akan bergabung di Cirrus." Jelas Burhan memperkenalkan Abian pada Kanza.

"Saya Kanza mohon bimbingannya, Pak." Ujar Kanza membungkuk sejenak. Namun sekelebat nama seperti tak asing. Otaknya lagi-lagi berpikir keras memutar segala ingatan tapi ia masih tak punya clue. Kanza benar-benar yakin jika nama ini tidak asing lagi pula ini nama yang jarang.

"Baik kalian bisa meneruskan pekerjaan kalian. Abian, bimbing Kanza dengan baik. Dia keluarga kita sekarang." Abian mengangguk atas pesan dari Burhan lantas mereka berdua keluar ruangan.

"Ikut saya." Ucapan yang datar terkesan tegas.

Tak ingin berlama-lama Kanza langsung mengikuti langkah Abian yang terkesan sangat cepat mereka menuju sebuah ruangan yang terletak di bawah ruangan Burhan tadi.

"Kamu sudah bisa apa saja?" tanya Abian sambil berjalan diikuti oleh Kanza yang sedikit tak bisa menyambangi langkah Abian.

"Maaf?"

Kanza benar-benar tidak paham apa yang di maksud Abian. Namun Abian tidak mengulangi pertanyaannya, ada dengusan halus yang membuat nyali Kanza semakin ciut.

Masuk di ruangan Cirrus, nyali Kanza benar-benar semakin ciut. Di dalam ruangan ini, hanya kesunyian dan keyboard yang sahut-sahutan. Mereka benar-benar fokus ke pekerjaan mereka masing-masing. Sekitar 15 orang di dalam ruangan.

"Mohon perhatiannya." Abian bersuara terdengar sangat lantang. Hingga semua benar-benar kompak menghentikan aktivitas mereka dan langsung berdiri dan berbalik.

"Terima kasih. Langsung saja, kita mempunyai keluarga baru, silahkan perkenalkan diri."

Kanza membasahi bibir bawahnya yang terasa kering, ia gugup bukan main, "Saya Kanza Syafira. Mohon bimbingannya untuk ke depannya." Ucap Kanza menunduk sejenak memberi hormat dan respon mereka hanya sunyi. Membuat Kanza kikuk sendiri, bahkan wajah mereka tak sehangat saat pegawai lobi dan Burhan menyambutnya.

"Karena masih baru, kamu bisa mengerjakan apa saja. Dengan artian, kamu membantu mereka saat mereka butuh. Paham?" Kanza mengangguk cepat.

"Ya sudah. Bu Nuri, bisa melanjutkan menjelaskan lebih tentang apa yang kamu kerjakan." Lanjut Abian yang kini pergi ke ruang kerjanya di pojok ruangan. Dan Nuri yang tadi di beri pesan oleh Abian langsung menghampiri Kanza.

"Maaf mbak ruangan ini memang selalu seperti ini. Tapi mbak Kanza bakal betah kok. Oh ya mari saya jelaskan."

Kanza hanya mengangguk tersenyum kikuk, pasalnya ia benar-benar seperti asing.  Ayo semangat Kanza!

Kanza mencoba tersenyum dan semangat. Walaupun nanti pekerjaannya berat, ia harus kuat. Bisa karena terbiasa.

"Kanza..."

"Kanza tolong foto kopikan..."

"Mbak Kanza tolong..."

"Ini mbak Kanza tolong taruh disitu..."

"Mbak..."

"Kanza..."

"Mbak..."

-Welcome to New World, Kanza-

Kanza menghembuskan nafas lega, jam istirahat sudah tiba. Dia bisa duduk di kursi setelah sibuk beberapa jam mondar-mandir tak henti. Belum lagi kena marah dengan Abian. Jika mengingat Abian marah membuat Kanza merinding. Baru satu hari dia sudah sangat menahan hati untuk tidak mengeluarkan unek-unek. Memang bekerja itu tidak sesuai ekspektasi dia, dan ternyata malah jauh lebih gila dari yang ia pikirkan.

"Mbak Kanza, mbak Kanza mau pesan apa kita mau pesan makanan." Tawar Nuri tiba-tiba, Kanza tersenyum mendengar Nuri menawarkan di meja kerjanya.

"Terima kasih bu Nuri. Tapi saya bawa bekal. Saya ke luar dulu ya Bu." Kanza pamit kepada Nuri yang masih menjaga senyumnya, tak lupa menenteng totebag berisi bekal makanan dan membawanya keluar. Kanza ingin mencari udara segar. Baru dua hari ia sudah merasa hari-harinya berat.

"Hmm pasti butuh waktu sendiri." Gumam Nuri memandang tubuh Kanza yang berjalan gontai keluar ruangan dengan iba.

"Pak Abian bener-bener ngeri." Timbrung Rena tiba-tiba.Rena merupakan salah satu anggota tim Cirrus yang umurnya dibawah Nuri 2 tahu. Ia sudah mempunyai dua anak. Rata-rata anggota Cirrus berumur 30-an ke atas. Dan Kanza lah yang paling muda. Tak heran jika yang lain terlihat sangat dewasa membimbing Kanza dengan sabar, kecuali satu orang yang sedang mereka bicarakan di ruangan pojok sana.

"Beruntung saya masuk belum ada Pak Abian. Ternyata jiwa-jiwa lulusan teknik masih ada." Ucap Rena yang kini duduk menunggui Nuri untuk keluar ruangan.

"Sepertinya bukan jiwa teknik. Kepribadiannya aja yang terlalu kaku. Ya udah yuk." Ajak Nuri meninggalkan ruangan.

Ruangan kosong hanya tinggal Abian yang masih betah di ruangan nya. Abian menghela nafas, ia menyandarkan punggungnya ke kursi seraya tangannya ia bawa mengusap wajahnya. Banyak sekali yang ia pikirkan, dan Abian memang sudah kebal dengan omongan tentang dirinya.

---

Kanza menyandarkan punggungnya yang terasa pegal di bangku tempat para pegawai beristirahat. Tepat di utara dimana ruangan Kanza berada. Ia memilih menenangkan dan memperbaiki mood dengan makan bekalnya. Sedari awal ia bekerja, pikirannya terusik oleh satu hal. Ia mencoba memutar memori usangnya, tetapi nihil. Melintas di benaknya untuk membuka ponsel, berselancar ke media sosial sebentar. Beberapa kali ia mencari di i*******m atau pun twitter, tapi nama yang ia cari tetap tidak ada. Lantas otak cemerlangnya berselancar di pencarian internet.

"Gotcha!" seru Kanza pelan.

Jarinya terus mencari dengan cepat beriringan dengan matanya. Kanza menutup mulutnya lantaran terkejut bukan main, beberapa kali ia keluar masuk ke media sosialnya hanya untuk memastikan. Setelah benar-benar pasti, Kanza masih speechless dengan apa yang ia temukan.

"Woahh... Pantesan kayak gak asing. Ternyata dia Tentor gue pas lomba dulu di SMA." Gumam Kanza kini memijit pelan pangkal hidungnya.

Abian Adalvino. Seorang alumni dari Universitas Swasta ternama di Malang dari jurusan Teknik Geologi. Banyak prestasi yang ia capai ketika masih menjadi mahasiswa, tak heran jika mesin pencarian di Internet mencatat nama beserta pencapaian nya. Kanza benar-benar pusing sekarang, bagaimana bisa ia bertemu kembali dengan coach yang sangat ia benci pada saat itu. Pantas saja, Kanza seperti dejavu ketika mendengar beberapa ucapan yang dingin menusuk mengenai tepat ulu hatinya. Astaga, ia sepertinya harus bersabar. Kenapa harus bertemu lagi setelah sepuluh tahun. Tapi sedikit curang karena wajah dan perawakan Abian berubah sedikitpun. Hanya garis rahangnya yang semakin tegas.

Tak ingin berlama-lama ia kembali ke ruangan meletakkan tempat makan dan bersiap untuk pekerjaan selanjutnya. Dan sampai di ruang masih sepi, belum ada satupun orang yang masuk. Kecuali Abian yang masih betah di ruang kerjanya. Kanza mendengus, ia sepertinya harus siap mental menghadapi ketua tim yang perfeksionis. Setelah beberapa saat, Kanza melihat Abian yang bergegas keluar ruangan dengan wajah yang sama datarnya seperti 10 tahun yang lalu. Judes, dingin sok keren. Kanza bisa melihat bahwa Abian tidak berubah sedikitpun.

"Kamu ikut saya." Ucap Abian tiba-tiba menghampiri Kanza yang baru ingin duduk.

"Saya?" tanya Kanza memastikan tidak salah dengar.

Abian mengernyit, "Memang siapa lagi? Setan?"

Lihat? Kanza menduga jawaban sengak dari Abian.

"Bawa alat tulis kamu." Lanjut Abian berlalu meninggalkan Kanza. Dengan cepat Kanza langsung mengambil alat tulis tak lupa ponselnya. Sepertinya ia akan menjadi asisten Abian sehari ini.

Sembari berjalan, mata Kanza tak henti-hentinya menatap dan mengamati sekitar. Dua hari bekerja ia belum sempat berkeliling, dan hari ini walaupun sebentar ia bisa melihat sisi lain gedung yang menurutnya luar biasa. Ia terkagum-kagum jujur saja. Ia jadi merasa seperti Mahasiswa yang tengah melakukan Kunjungan Industri, sayangnya harus bersama Mantan Coach nya dulu.

Berjalan beberapa menit, Abian dan Kanza sampai di ruang rapat kode B.5. Disitu terdapat ruangan yang cukup besar di isi anggota yang sepertinya senior-senior masuk di ruang tersebut. Dengan terkagum-kagum Kanza tetap mengikuti langkah Abian yang masuk menuju tempat duduk yang sudah di sediakan. Gedung rapat ini semacam gedung untuk rapat besar dimana para atasan mulai dari Kepala bidang dan Ketua Tim mengikuti rapat yang sering diadakan satu bulan sekali.

Masih melihat sekeliling Abian dan Kanza berhenti pada kursi barisan nomer 5. Disitu Abian menyapa beberapa orang sejenak diikuti dengan Kanza yang tersenyum menyapa.

"Duduk." Perintah Abian singkat langsung diikuti Kanza di sampingnya.

"Pak kenapa saya diajak ke sini?" tanya Kanza masih melihat sekeliling yang cukup ramai pegawai berdatangan.

"Cuma kamu yang nganggur." Jawab Abian singkat padat dan jelas.

Kanza mendengus pelan, "Saya liat rata-rata yang datang para atasan makanya saya bingung, Pak." Gerutu Kanza kini membuka buku catatannya mengingat instruksi bahwa acara akan segera di mulai.

Abian hanya melirik saja tak ada niatan untuk menjawab perkataan Kanza.

"Pak kalau saya tidur gimana?" tanya Kanza tiba-tiba membuat Abian menoleh.

"Keluar dari tim saya." Ketus Abian langsung kembali menoleh memandang lurus ke depan selepas mengatakan hal tersebut.

Kanza menghembuskan nafas kasar, bagaimana lagi. Perutnya sekarang sudah kenyang, dan duduk mendengarkan rapat yang baru pertama kali ia dengar. Mengikuti seminar saja ia terkantuk-kantuk, apalagi mengikuti rapat besar seperti ini.

Tak mau ambil pusing Kanza langsung mengeluarkan ponselnya, merekam suara pembicara agar nanti ketika ia ketinggalan untuk mencatat setidaknya ia mempunyai rekamannya. Perlu di ingat, Kanza tidak se jenius Abian ia tidak bisa langsung mencerna tanpa ia pelajari lagi. Namun jika dipikir-pikir, Kanza bisa beristirahat tak harus kesana kemari mondar-mandir dimintai tolong atau membantu yang lain. Setidaknya kakinya bisa istirahat, karena Kanza sudah merasa jika kakinya sepertinya lecet.

"Pak boleh tanya tidak?" tanya Kanza, Abian hanya melirik dan mengangguk pelan.

"Saya boleh tidak pakai sepatu kets besok? Kalau pake sepatu resmi kayak gini saya gak bisa gerak leluasa."

Abian melirik sejenak kaki Kanza, "Terserah. Yang penting pas masuk gedung pakai sepatu resmi."

"Terima kasih, Pak!! Yes!" Kanza bersorak pelan, setidaknya kakinya bisa bernafas saat besok ia harus kembali sibuk atas perintah ketua tim di sampingnya.

—To be continued—

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puan Pasifica
ceritanya bagus, penulisannya rapi, alurnya simpel n natural
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status