Kanza menghela nafas berat menatap langit yang terang. Sudah dua minggu lamanya Kanza bekerja sangat keras berakhir dengan Kanza berdiri di depan pintu masuk gedung. Menunggu ojek online untuk pulang Kanza menatap ponselnya, sekilas menilik jam. Lagi-lagi pulang terakhir pada pukul 19.30.
Kanza melihat map pada aplikasi ojek online. Tapi tak kunjung jalan, apakah macet? Kanza pun tidak tahu. Baru beberapa saat, tiba-tiba chat masuk dari pesan bapak ojek online nya. Dan tiba-tiba pesanan dibatalkan oleh sana. Kanza menghela nafas kasar. Padahal ia lelah tapi ia harus jalan sedikit jauh untuk mencari angkutan umum atau jika kepepet mau tak mau ia naik taxi. Sebenarnya Kanza takut jika harus naik taxi atau ojek online yang mobil, karena ia hanya sendiri dan dia baru menginjakkan di Kota Jakarta. Ia masih belum hafal sekitar, meski beberapa kali ia berkeliling tapi ia sedikit buta arah.
"Belum pulang?" tanya seseorang membuat Kanza langsung menoleh ke sumber suara. Ia langsung menunduk sejenak memberi salam ketika pemilik suara itu muncul dari arah belakang.
"Eh, iya Pak. Ini baru saya mau pulang. Bapak sendiri?" tanya Kanza sedikit kikuk.
Pasalnya dua minggu ini ia mati-matian menghindari Abian, tapi kenyataan Kanza harus satu tim dengan Bian dengan Bian sebagai ketua Tim. Tak heran jika ia bekerja keras selama dua minggu ini.
Bian menatap datar sembari menenteng ransel, "Kamu gak liat saya mau ngapain?"
Kanza benar-benar harus sangat sabar dengan Abian yang sifatnya lebih galak, dingin tidak suka basa-basi dibanding dulu. Apa hanya dengan dirinya saja ya? Kanza liat dengan anggota lain Abian lumayan terbuka berbeda dengan Kanza yang selalu sensi. Kanza memilih mengangguk sejenak lalu diam dibanding harus meneladeni atasannya, yang memperburuk suasana hatinya.
"Katanya mau pulang? Kenapa belum pulang?" tanya Bian yang masih berdiri di sebelah Kanza sembari mengeluarkan jaketnya.
Kanza menoleh, belum sempat jawab Bian sudah menyodorkan tas ransel nya pada Kanza, "Tolong bawakan sebentar."
Oh iya, hobinya selain marah-marah, sensi, galak, pedes ngomongnya, Kanza baru ingat jika Bian suka suruh-suruh. Kanza sedikit terdorong ke bawah ketika menerima tas ransel milik Bian yang lumayan berat. Bahkan Kanza membawanya dengan dua tangan.
"Bapak gak bawa batu, 'kan?" tanya Kanza yang masih mengrenyit menatap ransel Bian.
Bian mendengus seraya mengancingkan jaketnya, "Kamu aja yang lemah." Kanza memicingkan matanya menatap Bian sengit namun tak dihiraukan oleh Bian. Pria itu masih sibuk merapikan jaketnya.
"Mana tasnya." pinta Bian setelah selesai dengan penampilan rapinya.
Lagi-lagi Kanza harus menelan segala umpatan yang ingin ia berikan pada Bian. Dengan segera Kanza berikan tas tersebut berharap agar Bian cepat-cepat pergi sebelum seisi binatang Kanza absen. Setelah memberikan tas kepada Bian ia langsung mengecek ponselnya untuk kembali memesan ojol (ojek online), ia harus segera pulang sebelum di tinggal di gedung ini sendiri.
"Ya sudah saya pamit dulu." Ucap Bian pada Kanza yang sibuk dengan ponselnya.
"Bentar, Pak!!" seru Kanza membuat Bian tak jadi melangkahkan kakinya.
"Tungguin 10 menit aja... 10 menit aja. Ya?" pinta Kanza pada Bian. Bagaimana lagi, Kanza sudah mulai takut melihat sekeliling yang terasa sepi. Walaupun ada yang shift malam di dalam namun tetap saja mereka di dalam sana.
"Maaf tapi saya sibuk. Hati-hati, ya." Ucap Abian berhasil membuat Kanza melongo bahkan sampai Abian pergi berbelok menuju parkiran meninggalkan dirinya yang masih berdiri mematung.
"W-woahh... Woahhh... Dasar manusia es. Gak punya hati. Woah... Gue speechless." Kanza berkacak pinggang setelah punggung Bian sukses menghilang dari hadapannya, ternyata ada orang seperti itu. Kanza kira hanya ada di novel atau film ternyata atasannya sendiri juga mempunyai perangai buruk dan sudah terhitung sepuluh tahun, sifat manusia tidak berubah. Beruntung ojol yang Kanza pesan sudah datang sehingga ia bisa pulang dan beristirahat.
Sampai di rumah Kanza menghembuskan nafas lega, perasaan bekerja menjadi CPNS mempunyai jam tertentu yaitu dari 8 pagi sampai 4 sore. Tapi hari ini ia sampai malam dan sudah terhitung dua minggu, tapi tidak apa setidaknya tidak sendiri. Ia lantas meletakkan tasnya kemudian menuju dapur dekat ruang tengah. Rumah yang Kanza tempati adalah Rumah minimalis sederhana milik sahabat SMA Kanza yang merantau di Jakarta selama kurang lebih empat tahun. Dia merupakan kakak tingkat Kanza waktu di SMA. Tadinya Kanza disuruh hanya tinggal disitu secara Cuma-Cuma terlebih Kanza juga baru diterima kerja kemarin. Tapi Kanza menolak, ia memilih membayar sewa per-enam bulan untuk sewa kamar dan lain-lain dengan harga standar jadinya mereka tinggal berdua. Beruntung jarak tempat kerja dan rumah tidak terlalu jauh sehingga tak membutuhkan biaya lebih.
"Lo kenapa?" tanya seorang wanita yang keluar dari kamar. Kanza sedikit berjingkat karena wanita tersebut muncul tiba-tiba. Tidak, sepertinya ia yang sedang tidak fokus akibat lelah.
“Capek banget asli.” Keluh Kanza mendudukkan di sofa tengah.
Rumah ini benar-benar sederhana hanya ruang tamu yang jadi satu dengan ruang tengah dilengkapi tv, ada sofa panjang dan sofa tunggal juga meja yang di letakkan di tengah dengan alas karpet bulu. Mempunyai tiga ruang yaitu satu ruang kerja milik teman Kanza yaitu Jihan, satu kamar untuk Jihan dan satu kamar milik Kanza. Dapur berada di belakang ruang tengah dengan sekat meja makan cukup empat orang dan pojok ada dua kamar mandi, dan mesin cuci.
“Kata lo pulang jam empat kenapa sampai jam segini?” tanya Jihan membuat kopi untuk dirinya.
“Gak tahu gue, udahlah gue mau mandi.” Jawab Kanza beranjak dari duduknya menuju kamar.
“Udah makan belom lo!” seru Jihan saat Kanza masuk ke kamar untuk mengambil baju ganti untuk mandi.
“Belom, lo masak?” tanya Kanza saat keluar dari kamar.
“Masak sih cuma tempe goreng sambel sama sop.”
“Yaudah gue habis ini makan deh.”
“Oke.” Percakapan itu ditutup dengan Kanza yang masuk ke kamar mandi dan Jihan yang kini bersantai di ruang tengah dengan kopi dan tab nya.
---
Abian tiba di rumah pukul 21.00, ia dapat melihat kamar atas sudah padam. Artinya, adiknya sudah tidur. Lantas ia memilih meletakkan martabak yang ia beli ke dalam kulkas.
Semenjak dirinya mempunyai rumah hasil kerja kerasnya dan memilih bekerja dan menetap di Jakarta, lumayan jauh dari keluarganya yang berada di Yogyakarta. Terlebih adik perempuannya yang kini memasuki Universitas memilih tinggal bersama dirinya, Abian sedikit merasa bersalah karena ia jadi tidak perhatian dengan adiknya. Ia selalu pulang larut dan adiknya, Saras sudah tidur. Ya walaupun begitu, Saras merasa biasa saja. Saras mengerti dengan kakaknya yang sedari SMA sibuk. Terkadang malah Saras kasihan dengan Abian yang terlalu tekun dan ulet. Ya walaupun usaha tidak mengkhianati hasil buktinya Abian sudah sukses dari segi materi. Meski ia memutuskan menjadi PNS, namun ia masih aktif mengisi seminar dimana-mana.
Menyegarkan tubuhnya beberapa menit di kamar mandi. Ia belum ingin tidur, ia memutuskan mengistirahatkan sejenak tubuhnya dengan bersantai di ruang tengah. Teh pahit hangat, mungkin ia bisa merelaksasi kan tubuhnya setelah sehari bekerja. Semakin dirasa tubuhnya mudah lelah, sepertinya faktor umur mengejarnya untuk lekas mencari pasangan.
"Mas baru pulang?" tanya Saras tiba-tiba muncul dari tangga berjalan turun ke bawah.
Abian menoleh mendapati adiknya kini berjalan menuju dapur, "Kamu belum tidur? Tumben." Ia kini beranjak menghampiri Saras di dapur.
"Belum tugasnya numpuk. Lagi pula udah semester 3 jadi gak bisa leha-leha." Saras meneguk minum yang tadi ia tuangkan dalam gelas hingga tandas. Sedangkan Bian mengeluarkan martabak manis yang belum lama di simpan di kulkas.
"Kalo capek istirahat Dek, main juga boleh."
"Mas beli martabak gak bilang-bilang." Ucap Saras matanya terlihat berbinar sampai-sampai mengikuti arah martabak itu di letakkan di piring.
"Tahunya kamu udah tidur jadi Mas taruh kulkas. Dek denger kata Mas, ‘kan?"
Saras mengangguk sembari memakan satu martabaknya, "Dewnger... Lagian aku juga main kok tenang aja."
"Boleh sih tekun, rajin tapi jangan lupa main."
"Mas sendiri gimana? Aku liatnya dari kuliah gak ada bedanya."
"Beda. Mas dulu masih bisa nge-band."
Saras menggeleng keras, "Bukan... Maksud aku, kapan Mas ngenalin cewek ke aku. Dari dulu jomblo terus, Mas kan butuh seseorang pas lagi capek."
Abian menoyor kepala Saras, "Udah, nih bawa ke kamar buat nemenin bergadang." Bian menyerahkan piring berisi martabak yang sudah di atas piring kepada Saras. Dengan senang hati Saras menerimanya.
"Mas, makasih ya martabaknya. Saras sebenernya lebih suka martabak telur tapi martabak manis Saras juga gak nolak. Hehehe."
Abian mendengus tersenyum, adiknya ternyata lebih mengerti dibandingkan dirinya. Terlihat Saras benar-benar ingin membuat dirinya tidak kecewa karena membelikan yang bukan kesukaan Saras.
"Ya udah sana gih belajar yang bener."
"Siap kapten." Saras berseru disertai tangannya hormat. Ia tertawa lantas bergegas menuju kamarnya. Setidaknya Saras senang ada makanan menemani malamnya.
“Oh iya Mas…” Saras kembali turun menatap Abian dengan cukup ragu. Ia meringis kikuk pasalnya kakaknya itu menatapnya serius dan datar.
“Bunda telepon Saras tadi dan nanyain Mas…” Lanjut Saras dengan suara pelan, “Coba di telepon balik Mas, takutnya penting.”
Abian terdiam sejenak tapi ia mengangguk, “Nanti.”
Abian menghela nafas, lantas ia juga kembali ke ruang tengah. Pikirannya sedikit terdistraksi oleh perkataan Saras barusan. Sebenarnya ia sudah memikirkan hal tersebut setelah usianya mencapai kepala tiga, namun tidak bisa terealisasikan sampai hampir memasuki umur 31 ini. Terakhir ia berpacaran juga saat lulus kuliah. Kalau ditanya kesepian tidak? Kesepian. Ia mulai butuh seseorang yang mengurusi dirinya, apalagi saat pulang kerja seperti ini ia butuh mengistirahatkan pikirannya dengan bertukar cerita. Tapi sepertinya masih jauh pemikirannya sampai situ. Ia masih fokus dengan karirnya yang mulai monoton. Baik, sepertinya ia juga lembur malam ini. Banyak data yang tidak sinkron harus dibenarkan. Banyak berkas yang harus di tinjau ulang. Astaga ternyata pekerjaannya menggunung, tidak ada habisnya.
-To be continued-
Kalau dipikir-pikir, Kanza itu memang anak yang cukup bar-bar saat sekolah. Bukti jelasnya itu sudah ada pada Abian. Bahkan dia ingat siapa Kanza, murid bimbingan olimpiade saat SMA. Ya, Abian tidak heran sih saat itu hanya saja, kok ada ya yang seperti Kanza naik meja, julid, dan menggosip tentang Abian dan segala keburukannya. Sebenarnya lucu kalau dipikir ulang. Wajar, Abian itu sangat dingin orangnya. Tapi banyak fans nya, saat murid bimbinganya dibimbing bukan benci malah senang dengan Abian yang seperti itu. Ya, kecuali si Kanza tadi, makanya Abian langsung ingat saat Kanza memperkenalkan dirinya pertama kali, melihat perawakannya juga tidak berubah dari dulu.Abian membuka iseng media sosialnya, pertama media sosial dengan logo burung tapi tidak begitu menarik lalu beralih ke ask.fm nya. Ia sudah lupa kata sandinya apa, tapi gampang mencari ask.fm nya, tinggal menulis Abian Adalvino ask.fm di Search engine. Langsung mun
Abian turun dari lantai dua, setelah mendapatkan pesan beruntun dari temannya, ia bergegas mengganti pakaiannya. Saras yang sedang menonton tv di ruang tengah pun mengernyit heran melihat penampilan kakaknya itu tengah rapi berbalut kemeja kotak merah dan kaos hitam di dalamnya. Tidak lupa celana jeans, dan tas yang disampirkan dipundak."Mas mau kemana? Dandan kayak anak muda gitu?" tanya Saras meneliti penampilan Abian yang sangat santai, apalagi rambutnya disisir tidak terlalu rapi seperti saat akan ke kantor."Busking. Mau ikut?"Saras sontak berdiri, "Sumpah? Mauuuu ikutt.""Ya udah sana ganti baju."Saras langsung mengangguk, ia mematikan televisi dan langsung bergegas naik menuju kamarnya. Cukup 10 menitan Saras keluar dengan memakai sweater warna beige dan jeans juga tas selempang kecil. Ia sangat bersemangat malam ini."Mas beneran mau busking? Sama anak Band Mas?" tanya Saras mengekori Abian yang kin
warning! Harsh word! . Karena lapar setelah menonton acara musik itu, Jihan dan Kanza memutuskan untuk singgah di kafe dekat disitu sebentar. Sembari mengobrol banyak hal. Jihan dan Kanza duduk di salah satu meja kosong, sudah malam tapi masih cukup ramai. "Za? Lo masih diet?" tanya Jihan kini melahap nasi goreng telur yang ia pesan. Kanza dan Jihan sama-sama memesan menu yang sama, untuk makan yaitu nasi goreng telur satu pedas untuk Jihan dan satu pedasnya sedang untuk Kanza, kentang goreng satu dan minumnya greentea. Kanza menyeruput minum sejenak, "Lo pikir?" Jihan terkekeh pelan, "Ya gak salah sih tante Rina nitipin lo ke gue." "Gue udah susah-susah diet eh ketemu lo mana bisa gue diet." Timpal Kanza kini ikut tertawa kecil begitu pula dengan Jihan. "You know me so well Za." Kanza kembali melahap makanannya dengan tenang, "Adik lo udah isi?" tanya Kanza tiba-tiba membuat
"Lagi nunggu ojol?" tanya Abian yang keluar dari gedung. Kanza langsung menoleh cepat, jika di pikir-pikir apa Abian selalu pulang paling akhir, sudah jalan tiga minggu Kanza pulang akhir tapi ternyata Abian yang pulang akhir."Iya." Jawab Kanza singkat."Batalin aja.""Hah?!"Abian menatap Kanza dengan ekspresi datarnya, "Batalin aja ojolnya. Kamu pulang sama saya." Lanjut Abian seenaknya."T-tapi...""Orang ojolnya dari tadi gak jalan-jalan." Abian menunjuk dengan dagunya, melihat ponsel Kanza menyala dan terlihat bahwa ojol yang Kanza pesan masih belum jalan.Kanza menoleh bingung pada ponselnya, tapikan Kanza tidak mau pulang dengan Abian. Dia berusaha menghindar dari Abian, tapi setelah dirasa, Abian seperti balas dendam kepada dirinya."Kelamaan mikir, keburu di tutup gerbangnya." Ucap Abian meninggalkan Kanza
"Kamu disana malah gendutan ya pantes aja gak nikah-nikah.""Za kurangin ngemil lo, leher lo ada dua gitu.""Yang udah kerja pasti banyak duit. Tambah gemuk aja.""Ihh kak Kanza tambah gemuk nek!!""Di jaga tubuhmu. Jangan banyak jajan, jangan banyak ngemil, kalo kamu gemuk susah yang suka sama kamu. Gak nikah-nikah nanti." Sejak 5 hari setelah Kanza video call dengan keluarga besar yang sedang berkumpul di rumah neneknya ia berubah menjadi murung. Niat ingin melepas rindu, dengan mungkin dibumbui pujian karena ia berhasil bekerja di yang ia cita-citakan, malah berakhir dengan unt
"Gak makan siang?" tanya Abian saat masuk ke ruangan dan kini berhenti di samping meja Kanza. Kanza menoleh sejenak lalu menggeleng ia kembali menatap monitor komputernya. Semenjak kejadian 2 hari yang lalu dimana ia pingsan, Kanza lebih pendiam. Kanza tahu jika Abian yang membawa ke klinik bersama Bu Nuri, dan ia juga tahu jika mereka berdua tidak ember penyebab Kanza pingsan. Hanya saja mood Kanza tidak kunjung membaik ditambah keluarga besarnya yang semakin kemari semakin menyebalkan. "Ayo saya temenin makan. Saya gak mau liat anggota tim saya pingsan lagi." Ucap Abian terkesan tegas dan datar. "Makasih Pak sebelumnya, tapi saya gak bakal pingsan lagi." Jawab Kanza. Abian mendengus, "Saya gak mau ada anggota yang ngrepotin saya
Abian bingung harus bagaimana menghadapi wanita yang marah terhadapnya. Baru kali ini ia merasa pusing sendiri dengan sikap orang yang marah terhadapnya. Biasanya ia akan cuek dan tidak mempedulikan karena semua yang ia katakan, ia utarakan itu lebih dari logis. Maka dari itu lawan bicara sering kalah telak jika berdebat dengannya. Tapi kenapa ia sekarang menjadi kepikiran ketika beberapa hari lalu Kanza marah padanya, sampai-sampai berani melempar buku menimbulkan suara nyaring. Apa ia terkena Karma karena mulutnya sering kelewat tajam hingga sekarang marahnya Kanza membuat Abian uring-uringan dan moodnya ikut buruk. Satu lagi, ajakan keluar kemarin ditolak mentah-mentah oleh Kanza. Padahal ini merupakan pertama kali Abian sampai mendatangi rumah seseorang untuk minta maaf dan menebus kesalahannya. Hari ini pun Abian melihat Kanza ha
Burhan masuk ruangan Tim Cirrus dengan tersenyum lebar. Suasana hatinya sangat senang, tak sabar ia membawa kabar baik yang akan ia sampaikan kepada Tim Cirrus. Walaupun hal pribadi tapi setidakknya ia ingin berbagi kebahagiannya. "Selamat siang semua." Sapa Burhan kini masuk dan berjalan menuju depan sana. Semua langsung berdiri menyapa Burhan dengan hangat dan ramah. Bahkan semua langsung menghentikan aktivitas mereka dan berdiri untuk menghormati kedatangan Burhan. Termasuk Abian yang langsung keluar ruang kerjanya. "Wah kayaknya bapak ada kabar gembira nih." Ujar Hasan setelah melihat raut wajah Burhan yang berseri-seri. Burhan tersenyum malu, "Kamu tahu aja Hasan." "I