Sejak pertemuanku dengan Saras. Adik dari Bapak Abian itu, ia terus-terusan berkomunikasi denganku. Sayangnya kami belum bisa bertemu lagi. Tapi hari ini kami berdua sudah janjian untuk jalan-jalan berdua membeli bahan makanan. Dia ingin mengajakku membuat Makaroni schotel di rumahnya. Aku mengiyakan saja karena ia juga bilang Pak Abian sedang tidak berada di rumah. Terlebih jika di rumahku tidak ada alat yang lengkap termasuk oven.
Setelah bersiap Saras menjemputku dengan motor maticnya. Aku tersenyum lebar ketika Saras sampai di depan rumah.
"Ayok Mbak keburu siang." Ucap Saras menyerahkan helm yang sering aku pakai ketika pulang dengan Pak Abian. Tunggu, jika dipikir aku terlalu sering pulang bersama Pak Abian. Oke mulai sekarang tidak boleh dekat-dekat.
Aku menerima helm tersebu
—Kanza's pov Malam ini aku menghela nafas kasar menunggui Jihan yang tidak kunjung pulang. Biasanya aku bisa langsung tidur karena Jihan sudah membawa kunci, tapi tumben sekali ia lupa tidak membawa kunci. Berakhirlah aku harus menungguinya sampai pulang. Sudah pukul 1 malam dia juga masih belum pulang, aku mengirimi pesan tapi tidak dibalas. Bahkan aku meneleponnya. Aku hanya takut, jika Jihan itu seperti dulu. Apalagi akhir-akhir ini dia terlihat stress dengan pekerjaannya. Aku menatap ponselku sejenak, apa aku harus telepon Seno? Akhir-akhir ini Jihan sering hangout dengan Seno. Dan Seno juga sering main kesini sekedar mampir setelah mengantarkan Jihan. Seno yang ku lihat dia pria baik-baik, dia sopan meski sedikit nyablak.
Abian dan Kanza selalu jadi yang terakhir saat pulang. Entah kenapa laki-laki itu selalu saja menambah pekerjaan Kanza. Yang memindah file, ikut membuat laporan, kadang disuruh berjaga-jaga memantau komputer. Angan-angan Kanza untuk segera pulang sungguh pupus ya meski Abian sering mengantarnya pulang, tapi tetap saja bersama Abian itu membuat ia malas. Apalagi sekarang hectic karena rapat evaluasi akhir bulan akan dilaksanakan. "Ck. Bapak tu kebiasaan pas saya udah mau pulang, udah siap-siap eh disuruh mindah file. Kenapa gak dari tadi gitu loh pak. Mana filenya cuma dikit-dikit." Kanza mengomel-ngomel sedari tadi perihal file, meski begitu ia tetap menurut memindahkan file dari komputer ke laptop Abian. Mereka berdua masih di kantor sambari. Sedangkan Abian hanya diam saja, ia sud
Kanza membalas beberapa pesan yang masuk dalam ponselnya setelah tadi sempat tertunda. Ia melongok ke kanannya, Saras dan Jihan sudah tidur setelah tadi ribut berdebat. Ia lantas beringsut mendudukkan dirinya ketika pesan yang masuk itu sangat mengganggu pikirannya, terlebih orang yang mengirimi pesan masih online jam segini. Kanza memilih keluar kamar dengan pelan. Setelah sukses keluar kamar ia lantas berjalan menuju balkon bersamaan dengan itu ada panggilan masuk yang tertera pada layar. “Hallo?” sapa Kanza pertama kali dan obrolan itu berlanjut dengan Kanza yang mendengar dengan seksama. Beberapa kali Kanza menghela nafas berat dan memberi argumennya, tapi orang yang diseberang sana juga terlihat mempertahankan argumentnya yang tidak bisa disanggah. Kanza menatap langit malam yang tidak ada satupun bintang atau bulan menghiasi malam ini. Perlahan ia mengangguk ketika
Kanza resmi menjadi pegawai tetap sekarang dan semakin lama ia semakin sibuk. Hanya sibuk bekerja tapi tenaga dan pikirannya benar-benar terkuras. Untuk hari libur saja Kanza memilih tidur kalau tidak hanya bermalas-malasan. Sebenarnya ia ingin mengajak siapa saja untuk berkeliling Jakarta. Ia masih belum tahu dimana makanan yang perlu ia coba. Tapi Jihan sibuk, Saras juga sibuk dengan kuliahnya. Sayang sekali ia tidak punya teman disini. Dengan iseng ia melihat story milik seseorang yang selalu membuatnya kesal. Ia sedang bersenang-senang dengan kelompok orang yang Kanza yakin mereka adalah temannya. Kanza keluar dari aplikasi tersebut sembari menghela nafas pelan lalu menatap langit-langit kamar. Dahulu ia suka sekali memilih tidak bergabung mencari teman karena ia tipe orang yang mudah lelah di tengah keramaian dengan waktu cukup lama. Atau bisa dibilang ia juga cukup malas apalagi acara-acara kumpul-kumpul tanpa ada tujuan. Ia juga menolak sering ikut pergi jalan
Sampai di lokasi, mereka semua meregangkan ototnya yang cukup kaku karena perjalanan yang cukup jauh dan tadi sempat macet. Disana mereka langsung disambut oleh tiga orang yang bertanggung jawab tentang pantai. Mereka duduk sebentar disalah satu pendopo dekat pantai membuka acara agar berjalan sukses. Kanzapun lekas duduk disamping salah satu wanita yang belum ia ketahui namanya, setelah tiba-tiba disuruh Abian untuk duduk karena Abian dan Farhan harus berbincang terlebih dahulu dengan mereka. "Mbak?" panggil wanita berambut pendek samping Kanza. Kanza langsung menoleh dan ia sudah mendapatkan senyum ramah dari wanita tersebut. "Kita belum kenalan." Lanjut wanita tersebut. "Eh iya iya, maaf. Saya Kanza." Ucap Kanza dengan senyum s
Pagi-pagi suasana kantor cukup heboh, suasananya sangat ceria membuat Kanza mengernyit sepanjang lorong dari masuk lift sampai keluar lift ia bingung sendiri sebenarnya ada apa dengan pagi ini. Masuk ke ruangan ia disambut dengan beberapa kata olahraga. Dengan segenap kebingungannya dia menaruh tasnya. "Nah kebetulan sekali Mbak Kanza sudah datang," Ucap Pak Joni tiba-tiba menepuk pundaknya sontak membuat Kanza refleks menoleh dengan penuh tanda tanya. Di belakang Pak Joni kini ada Fera yang menghampirinya dengan es krim di tangan kanannya dan tangan kiri memeluk sebuah kain berbalut plastik putih yang Kanza rasa sebuah baju. Pagi-pagi es krim? Sungguh gila, pikir Kanza. "Jadi melihat raut wajah Mbak Kanza bingung ayo jelaskan Mbak Fera." Fera menyelesaikan makan eskrimnya keluar sejenak membuang sampah lalu kembali kedalam dengan wajah ceria. Ia lantas menyerahkan bungkus plastik berisi kaos itu ke Kanza. "Ini, jadi ini adalah setelan olahraga punya Mbak Kan
Kanza terdiam merenung menatap langit-langit kamarnya. Sejak pulang kerja, wanita itu terus-terusan menghela nafas dan melamun menatap langit-langit. Pikirannya bukan kosong tapi penuh sampai rasanya berdenyut, ditambah tadi terkena bola basket. Tapi bukan itu masalahnya. Perilaku Abian tadi masalah utamanya.Jika Kanza ulas balik tentang awal pertama kali bertemu Abian di sini, Abian itu galak tapi punya sisi baik yang entah kenapa selalu ditunjukkan kepada Kanza. Atau mungkin pencintraan saja? Tapi tidak sepertinya. Dari suka mengajak pulang bersama, ditraktir makan, berkenalan dengan teman Abian dan adiknya, dan masih banyak lagi. Kendati demikian, sifat Abian yang menyebalkan tetap menutupi semua kebaikannya.Dan tadi, entah kenapa teringat wajah panik Abian itu membuatnya kepikiran. Apa jika Fera yang terkena bola basket, Abian juga sepanik itu? Jika demikian memang dasarnya Abian itu baik dan tidak terpusat padanya.Kanza menggelengkan kepalanya, semakin i
Tidak ada yang tidak bersorak kecewa ketika Abian tiba-tiba mengumumkan beberapa hal setelah rapat dengan para ketua tim kemarin. Hal yang Abian sampaikan yaitu terkait beberapa peraturan baru disahkan oleh instansi. Beberapa hal terkait peraturan baru yang perlu digaris bawahi yaitu ada pergantian shift dan perombakan tim, tidak boleh berpacaran dengan satu tim karena dianggap tidak profesional, apabila melanggar maka akan dipindahkan ke Tim lain. "Jadi pergantian tim itu mulai minggu depan Pak?" tanya Fera dengan wajah kecewanya. Pasalnya ia termasuk ke dalam list pemindahan jadwal. Abian mengangguk, "Jadi minggu depan yang tidak saya sebutkan tadi tetap bekerja seperti biasa dan jam biasa. Untuk tadi yang saya sebutkan yaitu Fera, Kanza, Pak Zaki, Pak Tian akan bekerja pada shift ke dua yaitu pukul 4 sore sampai 12 malam bersama saya." Rata-rata yang dipilih untuk shift adalah yang cukup muda-muda. Dikarenakan Tim Abian yang muda hanya Fera, Kanza dan diri