Home / Young Adult / RENOIR / Bab 5: Gerbang Kebebasan

Share

Bab 5: Gerbang Kebebasan

Author: niandez
last update Last Updated: 2021-09-07 16:50:16

Satu tahun sembilan bulan kemudian, Renoir lagi-lagi bertanding di halaman belakang. Sudah hampir dua tahun dan belum sekali pun ia menjatuhkan Gerrard. Bukan lawan yang setimpal. Keyakinan Renoir akan kemampuan bela dirinya kini meningkat hingga akhirnya untuk pertama kali, Gerrard berhasil dibanting di atas rumput empuk yang selalu tertata rapi.

Gerrard terperangah di pembaringan seolah tak percaya bahwa inilah harinya. Hari di mana Renoir telah berubah menjadi sosok yang diinginkannya.

"Ayah bisa bangun?" Renoir mengulurkan tangan.

Gerrard menggenggamnya tanpa ragu. Untuk pertama kalinya ia tersentuh dengan sang putra.

"Renoir ..." Sampai-sampai Gerrard menyentuh bahu Renoir dan mengulas senyum tipis, "kau harus mengikuti ujian sabuk hitam!"

Dan Renoir pun mengikutinya beberapa hari kemudian. Ia masuk ke arena pertandingan memakai seragam bela diri lengkap dengan sabuk merah melingkar di pinggang, juga kehadiran kedua orangtua di kursi penonton.

Berkat seluruh usaha yang diupayakannya, Renoir berhasil mencapai tujuan. Permintaan dengan eksekusi terlama selama ini. Orangtua Renoir sangat bangga atas pencapaian yang telah ia raih. Mendapat gelar sabuk hitam kurang dari dua tahun, di mana idealnya butuh lima hingga delapan tahun untuk meraih gelar tersebut.

Bukan hanya mendapatkan senyum cerah dari Cherie, Renoir juga melihat Gerrard merekahkan senyuman untuknya. Pada saat itu, ia pikir ayahnya telah berubah. Tak ada yang lebih bangga selain Renoir pada saat ini, bukan sebab hasil pencapaian cemerlang melainkan berkat sebuah senyuman yang tidak pernah ia duga. Apresiasi terbesar dalam hidup, yaitu ekspresi cerah Gerrard.

Setelah itupun Renoir mendapat imbalan seperti yang dijanjikan. Keinginannya adalah mengoleksi Lego. Seluruh koleksi eksklusif yang dikeluarkan perusahaan mainan itu telah sampai di halaman rumah. Renoir berdiri di depan pintu besar, senyumnya tidak putus-putus melihat para pekerja di rumah menggotong satu per satu kotak yang jumlahnya—entahlah. Renoir sudah kehabisan jari untuk menghitung.

---

Itu hanya sepenggal kisah yang Renoir ingat dengan jelas. Bibirnya membentuk seringai lebar, waktu itu ia masih jadi pemuda polos yang belum mengenal dunia. Sekarang?

Renoir lantas menyalakan pemantik berlogo harimau dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya melindungi api dari terpaan angin. Sebatang racikan tembakau berhasil disulut. Merokok di selasar rumah bukan halangan lagi. Ayolah, siapa yang melarang kalau ibunya sudah pergi?

Rumah megah ini sudah tidak berarti apa-apa lagi baginya. Terasa dingin dan hampa. Macam-macam tanaman bunga di halaman belakang jadi saksi bagaimana indahnya rumah sewaktu Cherie masih hidup. Bunga-bunga kesayangan ibunda itu sekarang berpindah penanganan, tidak lagi ada tangan halus yang merawat. Tukang kebun di halaman masih sibuk memangkas rumput dengan rapi.

"Pak, jangan lupa sirami bunga-bunga ibuku!" pekik Renoir mengingatkan tukang kebun dan ditanggapi anggukan ringan dari si pekerja.

Asap mengepul di udara, angin-angin menguraikannya. Renoir kembali mengingat-ingat sejak kapan ia mulai merokok dan diam-diam jadi pemuda bandel di belakang ibunya. Ia malah tersenyum konyol tatkala mengingat masa itu.

Saat itu, Renoir telah resmi menyandang status sebagai siswa SMA terkemuka—Heaven High School. Tempat mengenyam pendidikan para keturunan bibit unggul. Anak-anak para pesohor negeri, pejabat, pengusaha, advokat, hanya sekedar orang kaya entah apa asal usulnya dan masih banyak lagi. Kasta tertinggi diduduki para siswa dengan latar belakang paling diperhitungkan; orangtua yang berprofesi dengan jabatan paling tinggi dan Renoir termasuk dalam golongan.

Pada awalnya, ia hanya pemuda biasa—kendati datang dari keluarga istimewa—remaja yang murni sekolah untuk belajar tanpa mencari tampang. Ia langsung mendapat teman di hari pertama, Ivan, Niguel dan Sebastian dari latar belakang berbeda-beda. Sungguh pencapaian terbaik dalam upaya bersosialisasi sepanjang pengalaman. Renoir bisa diterima dengan baik, mungkin sebab anak-anak itu tahu siapa dirinya. Tentu saja, anak-anak sekolah menengah atas kenal siapa Gerrard Kim. Kebanyakan orangtua mereka tidak jauh-jauh dari circle orang-orang hebat dan nama Gerrard bukanlah sebuah nama asing bagi mereka.

Alih-alih bangga sebab dielu-elukan berkat pamor sang ayah, Renoir justru tidak senang jika dikait-kaitkan dengannya. Pria yang kerap mengintimidasi itu bukanlah sosok yang pantas dipuja kalau melihat kelakuannya di rumah. Omong-omong, orangtua itu belum pulang sejak dua hari sebelum hari pertama Renoir masuk SMA. Benar-benar bukan sosok ayah idaman.

Satu per satu teman-teman baru saling menceritakan tentang orangtua mereka.

"Ayahku manajer keuangan di perusahaan swasta—" kata Ivan. Pemuda yang berpostur tinggi semampai, kulitnya tidak kalah bersih dari Renoir, tatapannya tegas namun terkesan ramah.

"Orangtuaku pengusaha klub malam. Sekarang juga sedang coba-coba bisnis kuliner." Kalimat Ivan disela Niguel, pria muda berkulit eksotis dan punya lesung di kedua pipinya. Jujur saja, Renoir iri dengan ceruk manis yang menghiasi pipi Niguel.

"Ayahku pemilik perusahaan spareparts otomotif. Mungkin salah satu merk mobil mewah di rumahmu adalah klien ayahku," ungkap Sebastian paling akhir. Anak itu memang agak pendiam dan selalu membuka suara belakangan.

"Mungkin suatu hari kita bisa kerja sama membangun pabrik mobil?" seloroh Renoir.

"Ide cemerlang!" Lensa abu-abu Sebastian tampak bercahaya mendengar gagasan anak sang pengusaha hebat.

Sementara itu, ketiga kawan baru tengah masing-masing bergumam di dalam hati mereka.

"Mimpi apa aku semalam?" pikir Ivan.

"Ternyata ini jawaban atas penemuan semanggi berdaun empat minggu lalu!" benak Niguel.

"Aku tidak akan khawatir lagi mengenai perkembangan bisnis di masa depan!" Sebastian tengah berandai-andai sambil berpejam.

Sejak hari itu, keempat pemuda saling mengakrabkan diri satu sama lain. Berbagi cerita, tawa, juga pesona kepada para gadis-gadis di sekolah. Mereka bagai F4-nya SMA Heaven. Empat pria muda seindah bunga yang jadi idola. Pusat utama berada pada satu nama, Renoir. Tidak ada yang mampu menandingi pesona pemuda rupawan ini. Segala euforia lebih tertuju padanya, ketiga teman dekat pun akhirnya ikut terciprat citra itu—jadi incaran para gadis muda.

Kendati baru menjalani tahun pertama, Renoir telah memiliki segalanya, seluruh sekolah seakan tunduk pada dirinya. Teman-teman, pusat perhatian, keseganan bahkan dari para senior, ia sangat populer berkat pamor yang disandangnya. Setiap hari adalah hari Valentine bagi Renoir. Berjibun cokelat selalu mendarat di meja kelas tanpa tahu siapa pemberinya.

Berkat kepopuleran itu, akhirnya Renoir dan kawan-kawan berinisiatif membuat geng besutan mereka untuk semakin mengokohkan kredibilitas mereka sebagai penguasa sekolah.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RENOIR   Bab 31: Janji Seluruh Jiwa

    Renoir menekan tombol penyiram di toilet. Barusan buang hajat besar, perutnya terasa sedikit lapar. Dia membuka pintu beralih menuju wastafel, kebetulan ada murid yang bisa disuruh-suruh.Belum cuci tangan, Renoir merangkul bahu Fermin yang terlihat jengkel dari cermin. "Sudah selesai cuci tangan? Belikan aku soda dan cemilan, ya. Bawakan ke markas," perintah Renoir ringan kemudian menepuk-nepuk punggung siswa yang kerap jadi mainan anggota gengnya.Tidak mampu mengelak, Fermin pasrah disuruh-suruh oleh sang ketua geng. Renoir menyalakan keran, membasahi kedua tangan lalu menuang sabun cair."Tunggu apa lagi? Kau ingin aku mati kelaparan?" katanya sedikit membentak. Fermin pun pergi setelah ditegur.Nikmat betul hari-hari sang ketua seolah punya pelayan pribadi meskipun di sekolah, bukan di rumah. Bedanya, pelayan ini tidak mendapat bayaran sepeser pun. Cuma-cuma, lebih tepatnya terpaksa. Takut kalau melawan bakal dijadikan bulan-bulanan lagi oleh antek-a

  • RENOIR   Bab 30: Kecemasan Gara-Gara Perempuan

    Renoir membaca pesan di tengah aktivitas makan siangnya. "Renoir, kurasa aku sedang tidak baik-baik saja." Tangan kirinya memegang ponsel erat-erat, matanya menyorot lamat-lamat, sementara tangan kanan masih setia mengantar makanan, sedang mulutnya terus mengunyah. Ekspresinya selalu lucu saat makan, bibirnya mirip Donald Duck, terasa ingin menarik bibir itu saking gemasnya. Renoir berpikir, apa Natalia cemas gara-gara tiramisu semalam? Atau karena, ah ... Renoir menyeringai. Pasti karena hal ini. "Kenapa, sayang? Kurasa kau butuh tiramisu lagi agar perasaanmu membaik," balas Renoir tidak ragu menyebut Natalia dengan 'sayang'. Renoir terus tersenyum ke arah ponselnya dan itu membuat atensi Niguel di sebelah tertarik. Penasaran apa yang dilakukan sang ketua dengan gawainya sampai sumringah begitu. Niguel mengintip dan melihat layar diisi kolom chat. Na-ta-li-a, Niguel mengeja dalam hati. Hmm, siapa Natalia? "

  • RENOIR   Bab 29: Bukan Lagi Rahasia

    Natalia belum pernah terhanyut dalam sesuatu yang membuatnya sangat terbuai. Ia hampir saja lupa kalau mereka berada di depan rumah, bisa saja orangtua Natalia memergokinya bermesraan dengan seorang lelaki di dalam mobil dan itu bisa berakhir tidak menyenangkan. Namun Natalia hampir tidak peduli, ia sudah terlanjur dibawa terbang tinggi oleh Renoir dan membuatnya lupa daratan. Kalau bukan karena pemuda itu yang menghentikan momen mendebarkan tersebut, mungkin Natalia tidak akan berhenti, tidak tahu caranya. Mengapa Natalia terkesan begitu mudah bagi Renoir padahal sebelumnya ia kerap menolak keras setiap usaha lelaki yang berniat mendekatinya? Ini tidak biasa, Renoir terlalu berbeda. Entah apa yang dimiliki lelaki itu sehingga membuat Natalia tidak ragu bertindak di luar batas yang dibangunnya sendiri. Seolah Renoir memiliki daya pikat yang begitu kuat menariknya tanpa bisa terlepas. Natalia membenamkan wajahnya dalam kedua telapak tangan setelah menceritakan rincian

  • RENOIR   Bab 28: Hmm, Manis?

    "Bagaimana kencanmu kemarin?" Syeena terdengar antusias. Ketiga gadis; Natalia, Eireen dan Syeena sedang berkumpul di bangku panjang halaman sekolah sambil berbincang. Jam istirahat baru saja dimulai, alih-alih makan mereka malah asyik mengobrol. Topik hangat yang ditunggu-tunggu Eireen dan Syeena sejak meninggalkan gerbang sekolah kemarin sore, Natalia pergi berdua dengan Renoir. Pasti ada hal seru yang harus didengar. "Kencan apa? Itu bukan kencan!" Natalia menyanggah namun wajah meronanya tidak dapat berbohong. "Hmm, coba lihat wajahmu. Bilang saja itu kencan, kenapa malu?" Eireen mendorong sahabatnya untuk blak-blakan. "Apa saja yang kalian lakukan?" Syeena teramat penasaran. "Um ...." Natalia agak ragu untuk menceritakannya, tapi setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya juga kalau dua sahabatnya ini tahu. "Kemarin ...." Selepas dari perpustakaan, Natalia dan Renoir pergi ke tempat lain. Renoir bilang ingin mengajak sang gadis maka

  • RENOIR   Bab 27: Kekesalan Hingga Siang

    Gerrard berdiri menghadang Renoir yang hendak keluar kamar. Ia mengisi ruang kosong di antara daun pintu dengan tubuh besarnya. Tampangnya tak terlihat senang, ia butuh penjelasan dari sang putra mengenai ucapannya di ruang makan. "Minggir, aku mau pergi sekolah," ucap Renoir. "Sudah berani macam-macam denganku, ya, jagoan?" Gerrard tersenyum miring. "Kau pikir setelah pencapaian yang kau raih selama ini bisa menjadi alasan untuk membangkang dariku?" "Kau hanya bagian dari teritoriku. Sekalipun dirimu telah berubah menjadi lebih kuat, aku tetap pengendali di tempat ini, paham?" Gerrard mengacungkan telunjuk ke depan muka Renoir. "Aku tidak peduli," balas Renoir ketus. "Hahaha, astaga ... jadi begini balasan atas tindakan baikku padamu, Renoir?" Renoir menatap jengkel. Tindakan baik apanya? Selama ini yang dilakukan Gerrard hanya menambah beban di punggungnya. "Ayolah, tunjukkan sikap baik di depan ayahmu." Gerrard sungguh berha

  • RENOIR   Bab 26: Akibat Seteko Teh Hangat

    Pagi di rumah keluarga Kim tampak normal. Para pelayan menyiapkan hidangan untuk sarapan, ada yang bersih-bersih dan tugas lainnya. Sedang, para tuan rumah dengan rutinitas pagi mereka; Gerrard berendam setelah berolahraga sebentar, Renoir buang air besar dan nyonya rumah membantu menyiapkan hidangan untuk anak dan suaminya. Cherie mendirikan cangkir dengan sempurna di atas piring kecil cantik lalu menuangkan teh hangat dari teko. Teh hangat untuk Gerrard, dituangnya perlahan disertai senyuman juga lamunan. Teringat suatu hal yang terjadi semalam, kejutan dari Gerrard hadiah perayaan ulang tahun pernikahan mereka. Bibir Cherie merekah menampakkan gigi. Ah, dia terkesan seperti pasangan baru menikah atau gadis yang baru pertama kali disentuh oleh lelaki. Cherie tidak bisa melupakan pengalaman melelahkan semalam, sudah terlalu lama ia tidak dimanjakan oleh Gerrard. Saking lamanya, bahkan lupa kapan terakhir kali mereka melakukannya. Gerrard hanya peduli soal pekerjaan dan ambi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status